Pembongkaran di Ruko Niaga Pluit Berdampak ke Pasar Tumpah, Ini Kata Komisi VI DPR RI
Kunjungan anggota DPR di sela-sela pembongkaran di Ruko Pluit.-ist-
Ditambahkan, jangan hanya melihat ruko atau pemilik usahanya. Di sekitar lokasi tersebut terdapat pula seribuan UMKM yang berjualan.
“Jadi banyak usaha-usaha UMKM, usaha rakyat itu sekarang turun omzetnya, bahkan banyak yang berhenti berjualan,” bebernya.
Menurutnya jika pemerintah daerah mau melakukan pembongkaran mestinya ada solusi kepada masyarakat bawah. Jika tidak, ini langkah yang kurang bijaksana.
“Karena bagaimanapun ada masalah mengenai keadilan dan kemanfaatan hukum, bukan hanya kepastian hukum. Secara hukum mereka ada salahnya, tapi dampaknya ini dirasakan oleh UMKM yang jumlahnya cukup banyak di sini,” terang dia.
Kedua lanjut Darmadi, RT itu mestinya Rukun Tetangga, membuat rukun warga. Tapi fungsi tupoksi Ketua RT tidak dijalankan dengan baik, sehingga dia tidak menggandeng warga, malah berseberangan dengan kebanyakan warga.
BACA JUGA:Siap-Siap! Kasus BTS Masuk Penyidikan, Mahfud MD Minta Begini ke Stafnya di Kemenkominfo
“Terutama pelaku usaha yang di sini. Koordinasi dan musyawarah tidak dijalankan menurut mereka. Itu yang terjadi di lapangan saat ini,” ucapnya.
“Mestinya kan ada koodinasi dan musyawarah ya. Toh usaha-usaha disini tiap bulan juga membayar fee hampir Rp 400-500 ribu, diluar uang-uang lain yang dipungut oleh RT,” tutup Darmadi.
Sementara itu Seorang pria pemilik ruko yang enggan disebut namanya menjelaskan bahwa ruko yang ada di kawasan tersebut merupakan ruko lama.
“Awalnya pada tahun 1990 para pemilik ruko menyewa lahan di depannya (got dan bahu jalan) kepada Badan Pengelola Lahan (BPL) Pluit. Itu badan yang ditunjuk Pemprov DKI Jakarta untuk mengelola lahan kala itu,” ucapnya kepada wartawan.
BACA JUGA:Skenario Penghapusan Honorer Dimulai, Menpan RB Jelaskan Ini
Ruko tersebut, lanjutnya, dibangun developer PT Jawa Barat Indah pada 1990. Setelah jadi kemudian dihuni pembeli. Awalnya ada pemilik ruko yang memajukan barang dagangan hingga menutupi saluran pembuangan air.
Namun demikian mereka mengaku menyewa lahan tambahan itu kepada BPL. Pemilik ruko diwajibkan membayar sewa tahunan.
Seiring waktu BPL kemudian berubah nama jadi PT (Perseroda) Jakarta Propertindo atau disingkat Jakpro selaku pengelola fasilitas sosial dan fasilitas umum di kawasan yang diduduki bangunan ruko tersebut.
BACA JUGA:Mahfud MD Tidak Ingin Ikut Campur Gosip Politik Jhonny G Plate
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: