Mabuk Dhani
Dahlan Iskan bersama Dhani saat forum Sekolah CEO di Artotel, Surabaya, Minggu, 24 November 2024.--
Sepertinya tidak ada Pilkada di Disway. Di hari Pilkada Serentak hari ini pun yang dibahas bukan politik. Saya pilih bahas Dhani Hehe.
Kalau saja Dhani Hehe ikut pilkada rasanya saya akan nyoblos tokoh yang kita tampilkan hari ini.
Namanya: Mokh. Alfin Ramadhani. Dipanggil Dhani. Namanya di medsos: Dhani Hehe. Ketika saya tanya kenapa nama belakangnya pakai "hehe", Hehe menjawab: "dulu saya sering tertawa."
Umur Dhani: 19 tahun. Baru saja memasuki 19 tahun. Ia hanya tamatan SMA di Pasuruan, Jatim, tapi telah mampu membuat saya sulit. Yakni sulit menjawab pertanyaannya.
Dua hari lalu, Minggu sore, saya diminta "mengajar" di satu forum yang disebut Sekolah CEO. Pemilik Sekolah CEO adalah seorang anak muda dari Yogyakarta: Satia Pradana
Rasanya sudah empat atau lima kali saya diminta berbicara di forum itu. Pesertanya para pengusaha, umumnya usia muda.
Setiap angkatan selalu saja ada beberapa usaha yang sangat unik. Di angkatan lalu misalnya, ada finalis Putri Indonesia dari Jateng, Disma Rastiti, yang usahanya sangat berkembang: rumah khitan. Sudah punya lima cabang di Jateng. Layanannya sangat modern.
Angkatan Minggu lalu ada Dhani Hehe. Ketika memperkenalkan bidang usahanya Dhani mengatakan: content creator. Saya pun sadar: content creator ternyata sudah jadi salah satu bidang bisnis.
Pertanyaan yang diajukan untuk saya adalah: "setelah ini saya harus berkembang ke mana?"
Saya tahu Dhani kini sudah punya modal. Yakni dari hasil usaha sebagai content creator. Apalagi follower-nya sudah mencapai tiga juta orang. Hasilnya sudah lebih Rp 200 juta sebulan.
Saya pun pilih untuk tidak sok memberi nasehat. Saya terlalu tua untuk memahami jalan pikiran seseorang yang menjadikan content creator sebagai bisnis.
Saya hanya balik bertanya padanya: ingat menabung kan?
Saya waswas menunggu jawaban Dhani. Ia anak muda. Banyak anak muda cepat menjadi hedon.
Ternyata Dhani ingat menabung. Saya pun menduga ia menabung di deposito. Ternyata uang Dhani ditaruh di --saya kaget-- bitcoin. Saya lupa: deposito adalah gaya orang tua. Gaya anak muda adalah bitcoin.
Setelah kaget saya bertanya: "Bitcoin lagi naik kan? Berarti uang Anda sudah naik 10 kali lipat?".
"Dua kali lipat," jawabnya.
"Mengapa Anda tadi bertanya akan berkembang ke mana?"
"Saya yakin usaha sebagai content creator akan ada masa menurunnya," jawabnya.
Hebat. Dhani tidak mabuk kenikmatan. Ia sudah memikirkan ketika kelak masa turun itu tiba: akan berbuat apa.
Dhani sudah tidak pernah berpikir untuk kuliah. Masuk universitas tidak pernah terbayangkan.
"Tapi Anda harus bisa bahasa Inggris," kata saya.
"Saya sangat ingin belajar bahasa Inggris," jawabnya.
Syukurlah, Dhani tetap ingat belajar.
Sejak kapan Dhani jadi content creator?
"Sejak tahun 2020. Saat kelas satu SMA di Pasuruan," katanya.
Ketika masih di SMP, Dhani diberi HP bekas oleh Pakde-nya (kakak ayah). Dhani masih ingat merek HP-nya: Sony.
Sang Pakde kasihan Dhani tidak mungkin bisa beli HP. Ayah Dhani, Moch Khanan, hanya seorang penarik becak.
Dengan HP itu Dhani asyik main game. Ia menyebutkan nama-nama permainan yang ia dalami tapi saya sulit mengingatnya. Dari kegemarannya main game itulah Dhani mulai membuat content di TikTok.
Yang membuat nama Dhani melejit adalah ketika ia nge-prank seorang gamer terkemuka. "Langsung dapat follower satu juta," katanya. Lalu naik terus sampai tiga juta.
Ketika penghasilan Dhani sudah besar yang ia pikirkan pertama adalah: membelikan rumah orang tuanya. Selama ini ayahnya tinggal di "rumah bersama" warisan orang tua.
Rumah itu yang dibeli Dhani. Saudara-saudara ayahnya dapat pengganti uang. Dhani sampai habis lebih Rp 200 juta untuk mengganti warisan itu.
Lalu Dhani sendiri beli rumah. Ayahnya tidak lagi menjadi tukang becak. Ia memberi modal sang ayah untuk jualan.
Kecerdasan dalam bermain game tidak membuat Dhani mabuk. Saya yakin tanpa nasehat saya pun ia akan tahu ke mana harus mencari sukses berikutnya.(Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Disway Edisi 26 November 2024: Mabuk Dhani
Shafa Marwa
Mungkin spt ini yaa suasana di Findllandia. Semua guru melalui proses yg ketat a.k.a g semua org bisa jd guru. Guru jg harus sekolah tinggi sampai S2 di kampus terbaik. Sudah SDM baik kuliah di tempat terbaik. Betapa kombinasi yg sangat wah. Guru model spt ini g akan bingung ngadepin siswa dengan input terbataspun. Apalagi cuman pergantian kurikulum yg akan selalu berubah n menyesuaikan perkembangan zaman. Akan selalu ada jalan keluar dr situasi apapun ya karena guru guru sudah jelas SDMnya dan benar benar disiapkan untuk mjd guru Rekruitmen guru bagus Fasilitas bagus Jangan lupa gaji jg bagus SDM + kualitas merata Baru di Zonasi ya Bukan zonasi dulu dg kualitas guru n fasilitas yg njomplang Semoga makin banyak guru guru spt bu Sutik Salam hormat ke njenengan.
djokoLodang
di Jepang guru TK paling tinggi gajinya. Lebih tinggi daripada dosen atau guru SMA.
Ahmed Nurjubaedi
Sudah lama saya bertanya. Di hati. Kenapa guru SD harus lulusan PGSD? Dulu, jurusan apa saja bisa mengajar asal ambil Akta Mengajar (Akta 4). Isinya ya mata kuliah kependidikan. Misal kuliah jurusan matematika murni (bukan pendidikan matematika), ambil Akta 4, lalu jadi guru matematika di SD, SMP, atau SMA sederajat. Menurut saya, guru dengan kualifikasi seperti ini akan menjadi guru bagus. Kompetensi intinya (terkait bidang studi yg ia/ dia ajar) bagus, kompetensi pedagoginya bagus. Sedangkan jurusan PGSD, kompetensi pedagoginya mungkin sudah bagus, tapi kompetensi intinya patut dipertanyakan. Yang kuliah S1 matematika saja, yang penguasaan materi matematikanya sudah mendalam, harus mikir cukup dalam untuk menjadi kreatif dan inovatif kalau harus membuat siswa paham ( apalagi siswa SD), lha ini mahasiswa PGSD harus menguasai dan mengajar beragam mata pelajaran selama 4 tahun kuliah. Mulai Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, juga IPS. Bagaimana penguasaan materinya? Apakah cukup mendalam? Begini kok Pak Menteri Pendidikan mau menerapkan pendekatan, strategi, dan metode deep-learning dalam pemelajaran di sekolah. Wong syarat utama dan pertama agar guru dapat menerapkan pendekatan deep-learning ya guru harus menguasai materi dengan mendalam dahulu. Pripun, Bapak Ibu Perusuh? Eh, Pak Menteri Pendidikan?
Jokosp Sp
Pertemuan Perusuh III akan diadakan di Pacet Mojokerto. Sebelum agenda disusun Mbak Pipit, tolong bisa dimasukkan jadwal setengah hari untuk kunjungan ke SLAWE FARM. Sebuah peternakan domba yang besar, luar biasa maju dan sangat berkembang. Yakin akan banyak bermanfaat untuk ke depan sebuah bisnis peternakan bagi para pensiunan, atau yang lagi cari ide mau bisnis apa. Alamat ada di Desa Candi Watu, Kec. Pacet, Kab. Mojokerto. Ini saya kasih nomor pemiliknya : DECKA : 0857-3233-1136 dan CAK ROS : 0856 -5218-6528. Di situ dikembangkan jenis-jenis domba : Merino Batur yang lucu unyu-unyu, Dorper Australia yang besar dan unggul dagingnya, Sulfolk Australia yang besar dan long body, Texcel yang unggul dan besar, Awasi yang besar, dan cross dari domba unggulan seperti Dorper dengan Texcel, atau Dorper dengan Merino, atau Dorper dengan Sulfolk. Bahkan ada Awasi dengan Texcel, ada Awasi dengan Merino dan Awasi dengan Cross Texcel, maupun dengan persilangan pejantan Sulfolk. Dan yang lebih luar biasa lagi muncul genetik baru dari hasil persilangan domba Dorper Fullblood dengan Sulfolk Fullblood jadi anakan yang disebut domba Sulper ( Sulfolk-Dorper ). Jadi akan rugi kalau acaranya cuma sekedar pertemuan tanpa ada hasil kemajuan misal dari sisi bisnis dan pendapatan ke depan. Bukannya sekarang ekonomi lagi tidak baik-baik saja. Harus ada Growth Mindset - sebuah pola pikir yg meyakini bahwa setiap bakat, kebiasaan, dan potensi tidak akan berkembang kalau tidak dilatih. #Semangat berubah
M.Zainal Arifin
Mukidi: Bah mau beli lokok ada? Babah: lokok tak ada. Mukidi: mau beli rokok ada? Babah: kalau lokok ada.
Mbah Mars
Anak-anak TK itu belum bisa mengeja huruf “r”. Oleh karena itu, bu guru berusaha mengatasinya. Suatu hari ia membawa makanan dan minuman. Satu per satu siswa dipanggil ke depan. “Kin, ini makanan apa ?, tanya Bu guru. “Nasi goleng, Bu”, jawab Bolkin. “Maaf ya Kin, kamu belum berhasil mendapat nasi goreng. Nanti di rumah belajar mengeja “nasi goreng” ya”, kata Bu Guru. Sepulang sekolah, Bolkin tak henti-hentinya latihan mengucapkan kata “nasi goreng”. Akhirnya bisa juga. Keesokan harinya Bu guru bilang pada anak-anak, “Kali ini anak-anak akan ibu kasih makanan asal bisa mengeja dua kata yang ada huruf “r”nya. Bolkin maju pertama. Dia yakin mampu mengeja “r”. “Ingin minta makanan apa, Kin ?”tanya bu guru. “Nasi goreng, Bu”, jawab Bolkin percaya diri. “Oke. Pinter! Minumnya mau apa ?”, tanya bu guru. “Es jeluk, Bu”, jawab Bolkin. Bolkin gagal mendapat makanan lagi.
Mirza Mirwan
Waktu putri pertama mulai bisa bicara, bahasa yang saya ajarkan justru bahasa Jawa halus dan bahasa Inggris. Bukan bahasa Indonesia, seperti kebanyakan tetangga. Pikir saya, anak akan bisa berbahasa Indonesia dengan sendirinya setelah sekolah. Ada cerita lucu yang diceritakan Guru TK-nya. Bila istirahat putri saya selalu ngomong Jawa halus pada teman-temannya, meski temannya tak paham --- tapi putri saya paham bahasa ngoko mereka. Alkisah, Bu Ning yang kepala sekolah, bertaruh dengan Bu Sari dan Bu Ida. Bu Sari rumahnya sekitar 50 meter dari TK. Biasanya beliau yang pegang kunci dan berangkat duluan untuk membuka pintu dan menyapu -- maklum TK swasta (TK Muslimat). Sedang Bu Ning rumahnya sekitar 2 km dari TK, begitu pun Bu Ida, hanya arahnya berlawanan. Bu Ning berjanji akan berangkat duluan dang menghampiri kunci ke rumah Bu Sari bila sampai terjadi putri saya lupa tak pakai bahasa Jawa halus saat ngomong pada temannya. Begitulah, saat anak-anak sedang bermain "prosotan", ayunan, jungkat-jungkit, dll. ketiga guru itu memperhatikan putri saya. Dan ternyata sia-sia mereka menunggu putri saya lupa tidak berbahasa Jawa halus. Belajar di waktu kecil ibarat pahatan di batu, kata sebuah mahfudhat. Dan itu benar adanya. Bahkan sampai kini berumur 32 tahun, kepada adiknya yang 27 tahun tetap berkomunikasi dengan Jawa halus. Hanya kepada temannya ia berbahasa ngoko. Itupun karena permintaan temannya. Adiknya, Si Kecil, juga begitu. Saya sendiri juga tetap berbahasa Jawa ...
Em Ha
Guru (Sansekerta), gu : tuntunan, ru : cahaya. [الْـعِـلْـمَ نُـوْرٌ kata Imam Syafi'ie. Ilmu itu Cahaya. DiguGU lan ditiRU dalam filosofi Jawa. Sikapnya dapt dipertanggungjawabkan dan di tauladani. Murid (Arab), orang yang membutuhkan dan menginginkan sesuatu. Mbak Pipit, mohon jadikan aku muridnya Abah. Aku ingin mendapatkan cahaya Disway. please.
Dasar Goblik
Gak uenak juga dengan dokter gigi..Goyang dikit cabuuut..
Mbah Mars
Malam pertama bagi orang yg punya istri polisi sering tidak sukses. Sudah siap bertempur tapi protapnya kan lapor dulu. Maka si suami dalam posisi berdiri tegap dan mengangkat tangan kanan berkata, “Lapor: SIAPA MENGERJAAN”. Istri menjawab tak kalah lantang: “Laporan diterima. KEMBALI TEMPAT”. Gagal dech. Beda dengan istri yg berprofesi sebagai guru TK. Malma pertamanya mengasikkan. Ketika si suami ragu-ragu, si istri bilang,”Kamu bisa. Kamu bisa”. Ketika ternyata si suami bisa beneran, si istri memuji “Pinter ! Hebat !”. Dan akhirnya si istri bilang, “Ayo…ulangi lagi yg lebih baik” Begitulah enaknya punya istri guru TK. Salah-betul suami akan dipuji dan dimotivasi.
iwan
Pak JS mikir nya yang enak-enak, makanan hari pertama ubi rebus, hari ke-2 Ubi rebus dan hari ke-3 ubi rebus, semua kali 3 kali sehari. Hahahahahahaha.
Mirza Mirwan
Kayaknya pendaftar gathering di DIC Farm sudah lebih 40 pembaca. Makanya saya tak usah mendaftar. Eh, bukan karena itu, ding. Dua hari sebelum 14-15 Desember itu hingga tiga hari sesudahnya saya ada acara yang tak bisa ditunda. Yang jelas, selamat kepada 40 pembaca yang nanti terpilih. Eh, mongomong DIC Farm itu sebenarnya bukan di wilayah administratif Kecamatan Pacet, lho. Desa Kesono, dimana DIC Farm itu berada, masuk wilayah administratif Kecamatan Gondang. Tetapi, apa boleh buat, Gondang kalah sohor dari Pacet bagi orang dari luar Mojokerto. Makanya ditulis DIC Farm, Pacet, Mojokerto. Eh, lagi. DIC Farm itu memang milik Pak DI, lho. Tetapi DIC itu bukan singkatan dari "Dahlan Iskan Coy" (wkwkwkwk), melainkan dari "Demi Indonesia Cerah". Beruntunglah Anda yang terpilih ikut gathering. Selama ini Anda sering membaca Pak DI memuji betapa piawainya Bu Nafsiah dalam hal masak-memasak. Yakinlah, di DIC Farm nanti Anda akan bisa membuktikan benar-tidaknya pujian Pak DI kepads sang permaisuri. Perasaan saya sih benar.
Jokosp Sp
Menu wajib masakan Galuh Banjar nanti akan disiapkan : Nasi kuning + sarundeng + haruan masak habang untuk sarapan paginya. Untuk makan malam : nasi putih beras unus banjar + sayur paku + sayur umbut + iwak sapat goreng. Untuk siang : nasi putih unus banjar + nila, patin, mbaung babanam + sambal acan limau kuit + full lalapan. He he heeeeee...........
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
KELUARGA YANG JUGA OYE.. Komentar saya untuk cerita ini sederhana: suami-istri ini tidak hanya mendirikan panti, tapi juga mendirikan standar moral yang bikin kita malu kalau hanya rebahan. Mukhiddin, dengan kopiah, rambut gondrong, jenggot dikuncir, dan sarungnya, sukses menjadi simbol “kombinasi unik antara ustaz, seniman, dan montir” yang tak terbayangkan. Kalau ada film superhero lokal, dia pasti jadi karakter yang selalu bilang, "Ini bukan tentang uang, tapi soal tanggung jawab moral." Dan Dr. Sutik? Dia adalah bukti nyata bahwa gelar doktor itu tidak sekadar hiasan nama, tapi amunisi untuk perubahan nyata. Bagian paling mencengangkan? Mereka mengurus anak-anak bermasalah hukum TANPA anggaran. Ini semacam misi “startup keikhlasan” yang pasti bikin malaikat mencatat dengan pensil warna emas. Sementara orang lain sibuk berdebat soal pendidikan karakter, pasangan ini langsung eksekusi karakter—plus servis motor sambil nyuci piring. Bayangkan rutinitas mereka: pagi mendidik anak TK dengan bahasa Jawa halus, siangnya mengasuh anak ABH yang dulunya pelaku kriminal, malamnya mungkin memikirkan bahan kuliner baru untuk warung nasi. Kalau orang lain hidupnya multitasking, mereka multi-berkah. Dan untuk Mukhiddin, yang menolak ABH carok demi melindungi anak-anak panti lainnya? Itu contoh kecil dari “common sense tingkat langit.” Kalau Madura punya istilah carok, Mukhiddin dan Sutik justru menjalankan konsep guyub, dengan hasil luar biasa.
Eksan Susanto
saya juga kemarin baru tahu ttg DIC Farm, padahal jaraknya hanya 14km dari rumah saya. kalo sampek saya tidak terpilih diantara 40 yg terdaftar, sy akan menyusup saja kesana....
Liam Then
Menu gathering Disway Hari pertama : Sarapan : Sop sarang jamur Shintakee + burung walet, dimsum mutton impor Australia. Makan Siang : Rendang Wagyu Sop sirip ikan hiu Sate Ayam Kampung Sesi cuci mulut : Kweni mateng runtuhan dari pohon ,masing-masing perusuh jatah sebiji. Makan malam : Sushi Tuna Sirip Biru tangkapan kapal pesantren Al Zaitun. Tim ikan Wang Bu Liao ( seekor per 3 orang perusuh) Sop Ginseng ayam jantang kampung tanggung. Sate Domba Muda. Hari ke-2 Mohon isi di bawah ....
Udin Salemo
bila sakit perut terasa mulas/ beli obat di warung mba Ariana/ bu Sutik pendidik yang ikhlas/ tak kemaruk kejar harta dunia/ kutemukan ember di pemandian/ ember kepunyaan mak Saleha/ jadi guru itu banyak pengabdian/ mau kaya jadilah pengusaha/ =========================== usah pandang awan bararak/ jatuah badarai ayia mato/ usah panggakkan harato banyak/ indak bajakaik apo gunonyo/ batusangka balantai batu/ parak jua labuah basilang/ nasib kito alun lai tantu/ kini susah isuak kok sanang/ #mantun_guru
Liáng - βιολί ζήτα
CHDI : "... tiap Senin dan Selasa... wajib berbahasa Jawa. ..." selingan Selasa Purwakane pagut netra trus andulu Nadyan datan andangu Nanging wus tumekang kalbu Mbabar pajar pindho slaka binabar Sepisan anjawat kang asta Kaya kaya wus antuk swarga Apa iya iki tresna Tresna kang sanyata Temah agawe kunjana papa Lunging gadhung hangayun ayun Duh sang mustikaning asmara Sun kayungyun mring handika Yen jawata ngelilanana Bakal tak pundhuh krama Muga kasembadan Tak jangka srana Manembah mring sang hyangwidi Mugio peparing margi Margi kang waluya jati Duh duh aduh sang mustikaning asmara Duh sang mustikaning asmara Sun kayungyun mring handika Yen jawata ngelilanana Bakal tak pundhuh krama Tak mulyake pindho prameswari Mbalung janur, dadya usada kang sayekti Mbalung janur, dadya usada kang sayekti
Hendro Purba
Sudahlah, tidak ada harapan lagi kita bersihkan politik uang ini. Probowo dan sejumlah menterinya yang jenderal ini tidak mampu melakukannya. Kita punya waktu lima tahun kedepan lagi dan terus mengulang ulangi bahwa tanggung jawab dan tugas konstitusi kita adalah memilihkan pemerintah yang akan melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertipan dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial dan jangan lupa berkedaulatan rakyat (bukan berkedaulatan partai) dan berdasar kepada PANCASILA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber:
Komentar: 12
Silahkan login untuk berkomentar
Masuk dengan Google