Waduh, Pilgub DKI Jakarta dan Sumut Jadi Pilkada dengan Tingkat Partisipasi Terendah, KPU: Di Bawah 60 Persen
Anggota KPU RI August Mellaz ditemui media di Kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat.-Disway.id-
JAKARTA, DISWAY.ID - Komisi Pemilihan Umum masih mengumpulkan data rekapitulasi sementara melalui pemantauan via Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Per Jumat sore, sudah 98,5 persen data Pilkada masuk melalui Sirekap.
BACA JUGA:Cegah Kekeliruan Data, KPU DKI Tak Tampilkan Grafik Real Count Pilkada
BACA JUGA:Tunggu Hasil Resmi KPU, Dasco Yakin Pilkada Jakarta 2 Putaran
Sayangnya, tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 amat rendah yakni hanya 68,16 persen.
Angka ini jauh di bawah partisipasi Pilpres 2024 yang mencapai lebih dari 80 persen.
Adapun tingkat prtisipasi pada Pilkada Sumatera Utara menjadi yang terendah di angka 55,6 persen. Disusul DKI Jakarta hanya 57,6 persen, yang berarti terendah sepanjang sejarah.
Menanggapi hal ini, Koordinator Divisi Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat KPU RI, August Mellaz, menyebut tingkat partisipasi ini bervariasi di setiap daerah.
BACA JUGA:Sentil Pramono-Rano yang Deklarasi Kemenangan, Ketua KPU DKI: Harap Bersabar, ya..
“Kalau di-zoom-in, ada provinsi yang cukup tinggi, seperti 81 persen. Tapi ada juga yang sangat rendah, seperti 54 persen,” ujarnya dalam konferensi pers, Jumat 29 November 2024.
Mellaz mengatakan rendahnya partisipasi Pilkada Serentak 2024 diduga karena upaya sosialisasi dan penyebarluasan informasi. Meski begitu, sosialisasi Pilkada Serentak 2024 diakuinya tidak berbeda dibandingkan Pilpres 2024.
"Meskipun rata-rata nasional biasanya kalau dalam konteks pilkada dibandingkan pilpres, pileg, itu biasanya di bawah," ucap Mellaz.
Faktor jadwal mepet
Terpisah, pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia Titi Anggraini mempunyai pandangan perihal fenomena rendahnya tingkat partisipasi Pilkada 2024. Titi menyebut ada faktor kelelahan karena menjalani pemilu nasional dan pilkada di tahun yang sama.
Tingkat kelelahan dan kejenuhan ini dianggap terjadi bukan hanya pada pemilih, namun juga terjadi pada penyelenggara pemilu serta partai politik karena harus menyelenggarakan pemilihan di tahun yang sama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: