Trump Ancam Kenaikan Tarif 25 Persen pada Apple, Pengamat: Tidak Realistis

Pengakuan Donald Trump Tak Ingin Israel Serang Iran, Tapi...-Tangkapan layar-
JAKARTA, DISWAY.ID -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengguncang dunia perekonomian nasional lewat ultimatum yang ia berikan kepada perusahaan teknologi ternama di AS, Apple.
Dalam ultimatum tersebut, Trump memerintahkan Apple untuk memproduksi barang-barangnya di AS, atau menghadapi kenaikan tarif 25 persen.
Ultimatum ini sendiri muncul usai pihak Apple mengumumkan rencananya untuk memperluas produksi barang-barangnya di wilayah India.
BACA JUGA:Kejagung Usut Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Laptop di Kemendikbudristek Senilai Rp10 Triliun
BACA JUGA:Prabowo Usul Papua Nugini Masuk Jadi Anggota ASEAN
Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menyatakan bahwa ancaman Trump tersebut dianggap tidak realistis untuk dipatuhi.
“Biaya produksi di AS jauh lebih tinggi dan relokasi rantai pasok membutuhkan waktu bertahun-tahun. Produksi iPhone di luar AS, khususnya di India, sudah berlangsung dan terus diperluas. Relokasi ini dipilih karena tarif lebih rendah dan efisiensi biaya,” jelas Achmad ketika dihubungi oleh Disway, pada Senin 26 Mei 2025.
Selain itu, Achmad juga menambahkan bahwa meskipun aancaman tersebut bersifat sementara, dampaknya terhadap pasar tetap terasa.
“Fluktuasi harga saham, nilai tukar, dan sentimen investor menunjukkan bahwa retorika kebijakan bisa berdampak langsung terhadap ekonomi global, meskipun implementasinya belum tentu terjadi,” jelasnya.
Di sisi lain, dirinya juga menambahkan bahwa Apple sebelumnya telah menanamkan investasi besar di India, termasuk membangun pabrik dan mulai mengekspor iPhone dari sana ke pasar AS.
BACA JUGA:Kasus Jual Beli Gas PGN, KPK Sita Uang Rp24 Miliar dan 7 Bidang Tanah di Bogor
BACA JUGA:DPR dan Kemenkes Siap Bebaskan Indonesia dari Kematian akibat DBD pada 2030
Relokasi ini sendiri diketahui dipengaruhi oleh tarif yang lebih rendah serta dukungan dari pemerintah setempat.
“Relokasi manufaktur ini membawa konsekuensi regional. Asia Tenggara, yang juga menjadi bagian dari rantai pasok teknologi global, menghadapi risiko kehilangan sebagian investasi baru,” jelas Achmad.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: