Pasal Karet ‘Tanah Terlantar’ dalam PP Nomor 20-2021, IAW: Sangat Subjektif dan Mudah Dimanipulasi
Aturan hak milik dan pengelolaan pertanahan menjadi salah satu permasalahan haruslah menjadi konsen pemerintah agar tidak menimbulkan polemik dikemudian hari, di mana salah satu permasalahn yang dilihat oleh Indonesian Audit Watch adalah pasal jebakan ‘ta-dok disway-
BACA JUGA:Panduan Pengambilan BSU Tahap 4 di Kantor Pos Tahun 2025
4. Pembentukan Tim Multi-Pihak Audit. Tahap ini adalah kunci partisipatif. Tim audit yang melibatkan BPN, Dinas Pertanahan, perwakilan warga, perangkat desa, bahkan unsur pendapatan daerah (yang mengetahui status PBB), harus melakukan investigasi objektif terhadap status tanah.
5. Pemberian ruang pembelaan bagi pemilik. Pemilik tanah wajib diberi hak pembelaan. Bisa dalam bentuk klarifikasi tertulis, bukti foto, rencana pengembangan tanah, atau alasan pribadi yang dapat diterima secara hukum dan sosial (misalnya sakit, krisis ekonomi, atau tunggu pasar properti membaik).
6. Penilaian ulang apakah mangkrak dan merugikan publik? Jika hasil audit menyatakan bahwa tanah benar-benar tidak digunakan, tidak punya rencana pemanfaatan, dan secara nyata merugikan tata ruang atau kepentingan publik, maka proses selanjutnya bukan langsung diambil alih negara, melainkan diajukan ke pengadilan.
7. Pengujian di Pengadilan. Sebagai negara hukum, pengadilan menjadi satu-satunya forum yang sah untuk menentukan apakah hak milik warga dapat dihapuskan atau tidak.
Pemilik memiliki hak untuk membela kepemilikannya di hadapan hakim secara transparan dan adil.
8. Putusan Hakim sebagai dasar hukum final. Hanya jika pengadilan menyatakan bahwa hak atas tanah tersebut dapat dicabut karena penelantaran yang melanggar hukum, maka negara baru bisa mengambil alih bidang tanah itu secara sah, dan bukan lewat tafsir administratif.
IAW berharap dengan penilaian seperti ini maka tidak ada satu pun lembaga negara yang bisa secara sewenang-wenang menetapkan tanah milik warga sebagai ‘tanah terlantar’.
Semua diputuskan secara kolektif dan berdasar hukum formal dan ini merupakan wajah negara hukum yang sejati dengan menghormati hak rakyat, mengatur dengan musyawarah, dan menegakkan hukum melalui pengadilan.
Selain itu IAW juga memberikan rekomendasi atas PP No. 20/2021:
- Judicial review PP No. 20/2021 karena bertentangan dengan UUD 1945, UUPA, dan asas hak milik keperdataan.
- Evaluasi Narasi Menteri ATR/BPN. Pernyataan yang menyamakan ‘tanah kosong’ sebagai ‘tanah tidak sah’ adalah cacat hukum dan meresahkan masyarakat.
- Dorong revisi definisi ‘Tanah Terlantar’. Harus dimaknai secara rigid, terukur, multi-elemen, dan dijamin tidak menabrak hak perdata.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
