Anggaran Pendidikan 20 Persen Tak Berbanding Lurus dengan Mutu, Ini Temuan Doktor Uninus

Sidang terbuka promosi doktor Ilmu Pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Nusantara, Bandung, Rabu (23/7/2025).-ist-
BANDUNG, DISWAY.ID-- Di hadapan dewan penguji sidang terbuka promosi doktor Universitas Islam Nusantara (Uninus), Bandung, Abdul Waidl memaparkan temuan krusial melalui disertasinya. Disebutkan, alokasi 20 persen anggaran pendidikan dalam APBN periode 2015-2019 tidak serta-merta mendongkrak mutu pendidikan nasional.
Disertasinya yang berjudul "Manajemen Penganggaran Pendidikan Nasional dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia" mengungkap sejumlah paradoks dalam kebijakan anggaran sektor pendidikan.
"Anggaran membesar, tapi kualitas kerja dan pendidikan stagnan," tegas Waidl menanggapi pertanyaan penguji, Rabu 23 Juli 2025.
BACA JUGA:KPK Sita Moge Stafsus Era Menaker Ida Fauziah Terkait Dugaan Kasus Pengurusan TKA
BACA JUGA:Harlah ke-27: Politik adalah Amanah, PKB Pusakanya
Sidang yang dipimpin Prof. Dr. H. Iim Wasliman, M.Pd., M.Si., itu menyoroti sejumlah masalah utama. Di antaranya terkait inkonsistensi prinsip partisipasi dan transparansi, lemahnya koordinasi data, serta absennya inovasi dalam pengawasan.
Waidl menegaskan, persoalan bukan pada besaran anggaran. "APBN pendidikan selalu naik, tapi alokasinya terfragmentasi ke banyak lembaga tanpa skala prioritas jelas," ujar alumnus Fakultas Tarbiyah S1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.
Misalnya, kata Waidl, dana tersebar ke 21 kementerian/lembaga di luar Kementerian Pendidikan, termasuk untuk program-program yang tidak relevan dengan peningkatan mutu.
"Kita berdebat, percepat akses atau perbaiki kualitas dulu? Nyatanya, keduanya jalan di tempat karena perencanaan tidak berbasis data akurat," jelas Tenaga Ahli Masyayikh ini.
Ia mencontohkan, pembagian kewenangan pendidikan (SMP ke kabupaten/kota, SMA ke provinsi) justru memicu tumpang-tindih kebijakan dan ketimpangan fiskal.
Disertasi ini mengungkap, pemerintah telah memenuhi mandat konstitusi soal anggaran 20%, tetapi mengabaikan prinsip akuntabilitas dan efektivitas. "Pelaporan lambat, pengawasan minim inovasi, dan koordinasi antardinas amburadul," papar Waidl.
Akibatnya, anggaran tahunan hanya menjadi ritual proyek tanpa dampak berkelanjutan. Mirisnya, setiap pergantian pimpinan kementerian, programnya sekadar ganti nama penerimaan murid baru untuk SD-SMA.
BACA JUGA:IAW Desak APH Ungkap 84 Kasus Impor Gula Lain, Sebut Hukuman 4,5 Tahun untuk Tom Lembong Tak Adil
BACA JUGA:Cak Imin Dukung Upaya Banding Tom Lembong: Berharap Ada Keadilan Usai Vonis Korupsi
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: