Rupiah Kembali Anjlok, Analis Sebut Potensi Kenaikan Tarif Jadi Biang Keroknya
User IDX mobile mengamati grafik market pada gawainya 25 April 2025.-Boy Slamet-
JAKARTA, DISWAY.ID - Setelah sebelumnya sempat melemah drastis hingga sempat menyentuh angka Rp 16.000 lebih, nilai tukar mata uang Rupiah kepada Dolar Amerika Serikat (AS) kali ini kembali melemah hingga hampir menyentuh angka Rp 17.000, yakni sebesar 0,39 persen atau 64,50 poin ke level Rp 16.749 per dolar AS.
Diketahui, pelemahan Rupiah ini juga jauh lebih buruk apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada bulan April 2025 lalu.
BACA JUGA:Rundown Jak Japan Matsuri 2025 di GBK 27-28 September, Ada Jam Heads, JKT48 hingga Dikta!
BACA JUGA:Kapolri Bentuk Tim Reformasi, DPR: Itu Upaya Menjemput Bola, Bukan Tandingan
Menurut Research Analyst Infovesta Kapital Advisori, Arjun Ajwani, kondisi ini sendiri sebenarnya wajar terjadi mengingat konndisi perekonomian global yang masih tidak stabil. Terlebih lagi, dirinya menambahkan, terkini muncul kekhawatiran akan risiko kenaikan tarif baru terhadap industri farmasi global dari AS.
"Iya itu wajar alasan yang kemarin dikasih tau masih berlaku dari sisi domestik. Apalagi ada kenaikan risiko dari global ada tarif baru terhadap industri farmasi global dari AS dan kenaikan tensi dengan Rusia, yang Membuat dolar AS menguat kemarin," jelas Arjun ketika dihubungi oleh Disway, pada Jumat 26 September 2025.
Lebih lanjut, Arjun juga menambahkan bahwa sentimen baik dari global maupun domestik juga turut menunjukkan ketidakpastian, sehingga para investor juga memilih untuk melakukan pendekatan wait and see.
BACA JUGA:Kontroversi Film Pengkhianatan G30S/PKI: Menelisik Narasi dan Fakta di Balik Tragedi 1965
"Dari sisi global maupun domestik sentimennya masih meragukan dan penuh ketidakpastian, sehingga investor di sarankan mengambil pendekatan wait dan see. Harga saham dan obligasi (kenaikan yield) dalam jangka waktu pendek juga berpotensi terkoreksi, sehingga investor bisa melakukan aksi profit taking kalau sudah untung atau beli lagi di harga lebih murah optimal setelah tunggu koreksinya (averaging down)," jelas Arjun.
Sementara itu untuk menghadapi kondisi tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo sendiri mengungkapkan bahwa BI sudah berupaya menerapkan sejumlah langkah intervensi untuk memastikan perdagangan dapat tetap berjalan dengan kondusif.
Salah satunya adalah dengan menggunakan instrumen spot, DNDF, dan pembelian SBN di pasar sekunder, maupun di pasar luar negeri.
"Bank Indonesia yakin bahwa seluruh upaya ini dapat menstabilkan Rupiah," ucap Perry.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
