Muktamar PPP Ricuh, Pemerintah Tegaskan Sikap Netral dalam Dualisme Kepemimpinan
Muktamar PPP Ricuh, Pemerintah Tegaskan Sikap Netral dalam Dualisme Kepemimpinan-dok Disway-
JAKARTA, DISWAY.ID-- Muktamar ke-10 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berlangsung penuh gejolak akibat munculnya dualisme kepemimpinan.
Dua kubu, yakni yang dipimpin Muhamad Mardiono dan Agus Suparmanto, sama-sama mengklaim diri sebagai Ketua Umum untuk periode 2025–2030, memicu ketegangan di internal partai.
BACA JUGA:MyBCA dan BCA Mobile Error Serentak, Sejumlah Nasabah Keluhkan Belum Normal
BACA JUGA:1.765 Ton Jagung Panen Raya Polri Disalurkan ke Bulog, Kapolri: Dukung Ketahanan Pangan Nasional
Menanggapi situasi tersebut, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pemerintah tetap bersikap netral dan tidak memihak salah satu kubu.
"Pada pokoknya, pemerintah akan sangat hati-hati dalam mengesahkan susunan pengurus baru parpol. Pemerintah wajib bersikap objektif dan tidak boleh memihak kepada salah satu kubu yang bertikai dalam dinamika internal partai mana pun," ujar Yusril dalam keterangannya, Senin 29 September 2025.
Yusril menambahkan, kedua kubu yang mengklaim ketua umum PPP dipersilakan untuk mendaftarkan susunan pengurusnya ke Kementerian Hukum dan HAM dengan melengkapi dokumen pendukung sesuai aturan.
BACA JUGA:Intip Keseruan Konsumen Beruntung Federal Oil Nonton Langsung MotoGP 2025 ke Jepang
"Sesuai prosedur pendaftaran susunan pengurus baru partai politik, permohonan pengesahan harus diajukan oleh pengurus lama yang terdaftar di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum," jelasnya.
Lebih lanjut, Yusril menegaskan pemerintah akan melakukan kajian mendalam terhadap dokumen pendaftaran tersebut untuk memastikan kepatuhan pada norma hukum yang berlaku.
"Pemerintah wajib mengkaji dengan seksama permohonan tersebut untuk memastikan mana yang sesuai dengan norma hukum yang berlaku dan mana yang tidak," ucap Yusril.
Ia juga menekankan, pemerintah tidak akan berperan sebagai penengah dalam konflik internal tersebut.
"Pemerintah tidak akan mengintervensi. Kalau bisa, kedua pihak jangan meminta pemerintah untuk menjadi penengah atau fasilitator konflik internal. Sebab, hal tersebut bisa saja ditafsirkan sebagai bentuk intervensi atau tekanan halus dari pemerintah," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
