Satu Triliun

Satu Triliun

--

Pun universitas Islam. Sudah ada yang omzetnya mencapai Rp 1 triliun: Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Waktu masih berstatus institut dulu (Institut Agama Islam Negeri) ia dikenal dengan singkatan ”IAIN Syahid”. Setelah jadi universitas singkatannya jadi ”Syahida”.

Maka di bawah universitas di Ciputat ini ada Rumah Sakit Syahida. Tiga buah. Semuanya berlaba. Termasuk RS Syahida di kompleks asrama haji Pondok Gede. RS besar ini dibangun UIN dari dana bantuan Arab Saudi. Yakni usai tragedi Mina tahun 1990 yang menewaskan jemaah haji Indonesia sebanyak 1.426 orang.

Pun hotel di dalam kampusnya, disebut Syahida Inn. Juga berlaba. Dan akan diperbesar.

Pukul 07.30 saya sudah tiba di  kampus itu. Sebelum ke Jeddah dulu. Lebih pagi dari jadwal --antisipasi kalau macet. Maka saya punya waktu untuk keliling Kampus II, hampir satu kilometer dari Kampus I.

Di kampus II inilah fakultas kedokterannya berada. Kini sudah punya dua program spesialis. Syahida-lah di lingkungan UIN yang pertama membuka fakultas kedokteran dan sains. Kini banyak Universitas Islam Negeri mengikuti jejak itu.

Mahasiswa UIN Syahida berjumlah 34.000 orang. Pun masih berpikir bagaimana bisa lebih banyak lagi. Misalnya dengan ide mendirikan program vokasi. Pokoknya universitas negeri --termasuk yang Islam--  kini seperti vacum cleaner --menyedot sebanyak-banyak mahasiswa baru.

Dari kunjungan ini saya baru tahu: UIN pun ingin menjadi PTNBH --Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum. Ikut jejak UI, ITB, UGM, Unair, sampai Universitas Terbuka.

Di situ kami pun berdiskusi soal masa depan Syahida. Rektornya, Prof Dr Asep Saipudin Jahar, hadir. Berserta seluruh wakil rektor. Juga para dekan dan ketua jurusan. Pokoknya: bagaimana caranya UIN Syahida ke depan kian terpandang.

"Seberapa besar keinginan menjadi PTNBH itu?"

"Besar sekali," jawab Prof Asep.

"Skala satu sampai 10?"

"Sepuluh," jawabnya.


--

Prof Asep (asli Pandeglang, Banten), alumnus pondok modern Gontor Ponorogo. Lalu masuk IAIN Syahid: jurusan perbandingan mazhab. S-2-nya di McGill, Kanada. Sedang doktor bahasa Arab dan filologinya di Leipzig, Jerman.

Prof Asep mungkin bukan pemikir keagamaan tingkat tinggi seperti beberapa rektor Syahida sebelumnya --Prof Harun Nasution, Prof Azyumardi Azra, Prof Komarudin Hidayat. Tapi ia bertekad bisa membawa UIN Syahida ke jenjang PTNBH.

Menurut Prof Asep ada tiga UIN yang bisa berangkat bersama-sama ke PTNBH --bersama UIN Sunan Ampel Surabaya dan UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang. Tantangannya hanya satu: bisa dianggap terlalu komersial. Maka UIN Syahida lagi merumuskan bagaimana membuat aspek ibadah dan bisnis bisa seimbang.

Tapi itu dialami tidak hanya oleh UIN. Semua lembaga pendidikan Islam menghadapi tantangan serupa. Pun di lembaga pendidikan Kristen. Tapi realitas di masyarakat memang sudah berubah. Sekolah yang mahal justru dikejar --dengan alasan mutu. Mereka punya cukup biaya untuk meningkatkan kualitas fisik, mutu pendidikannya sampai ke mampu mengadakan guru terbaik.

"Banyak sekolah Islam yang karena diniatkan ibadah tidak berani menarik biaya tinggi. Akibatnya niat ibadah itu jatuh ke dosa: gurunya menderita," kata orang yang Anda bisa menduga siapa yang mengucapkan itu.

Menyeimbangkan ibadah dan bisnis memang tetap harus diupayakan. Kalau perlu dengan  menetapkan persentase tertentu dari hasil ”bisnisnya” untuk beasiswa: khusus bagi pendidikan keluarga miskin. Kuliah gratis.

Realitasnya pergeseran sudah  terjadi antara jurusan ”dunia” dan prodi ”jurusan akhirat”. Mahasiswa UIN jurusan duniawi kian menggeser jumlah mahasiswa jurusan ukhrowi. Yang terakhir itu kian didominasi mahasiswa dari kalangan kurang mampu dari daerah-daerah. Sedang mahasiswa dari perkotaan kian memilih prodi non agama.

Saya harus mengakhiri diskusi intens pagi itu. Ada jadwal berikutnya: bertemu Menteri Pertahanan Jenderal Sjafrie Syamsuddin. Dari Ciputat ke Merdeka Barat tidaklah bisa diprediksi seperti hitungan prodi matematika. Rencana makan pagi pun batal. Untung saya masih menyimpan singkong rebus beberapa potong.(Dahlan Iskan)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 19 November 2025: Air Jernih

siti asiyah

Baru tau kalo ada kelenjar bernama timus.Kalo dikampung saya , ada dijual jajanan timus,Terbuat dari ubi rambat yang direbus, lantas dihaluskan dan dijadikan adonan yang lembut.Setelah itu dibentuk seperti sosis pendek sebesar gengaman tangan.Kemudian digoreng.

riansyah harun

Dokter Karina ini memang cantik yang "i" nya banyak... Terlihat dari foto yang di sajikan Pak Dahlan dalam Catatan Harian Dahlan Iskan. Cantik, muda, dan ahli di bidang T-cell. Itu pujian kagum dari saya pribadi. Namun tulisan pak Dahlan yang berurutan dalam hal T-cell selama 3 hari ber turut turut, sempat menimbulkan tanya bagi saya. Apa masih diperlukan lagi pengobatan lanjutan berupa Kemoterapi yang agak terkesan "ketinggalan zaman" itu, setelah T-cell yang disuntikan ke pasien, seperti ulasan yang dituliskan pak Dahlan tersebut..? Yang ada, rasanya setelah pasien dengan berbagai upaya untuk bisa sembuh dari kanker (termasuk Kemoterapi), begitu dilakukan T-cell, malah sembuh.. Jangan jangan ilmu yang dibawa oleh Dokter Karina yang cantik ini, bisa merupakan "bumerang dan masa suram" bagi bedah kanker dan kemoterapi..? Ilmu Kedokteran rasanya semakin maju pesat. Ibarat jalan tol yang baru dibangun, sehingga jalan lama yang sempit dan macet itu menjadi tidak menarik lagi untuk dilewati...

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

AIR JERNIH, PASUKAN SEL, DAN NYALI BESAR.. Komentar saya sederhana saja.. Membaca kisah Dr Karina hari ini terasa seperti menonton film perang—tapi pasukan utamanya mikroskopis. Dan jenderalnya perempuan muda yang nekat tapi terukur. Begitu tahu 1 cm² kanker berisi 1 miliar sel ganas, wajar kalau beliau langsung berpikir.. “Kalau musuh bawa batalion, masa saya kirim regu ronda?” Begitu pikir "Jenderal" wanita itu. Menariknya, perjuangan membiakkan T-cell sampai 1,2 miliar itu bukan cuma soal teknologi, tapi soal intuisi yang tajam. Orang lain mungkin berhenti di angka ratusan juta, Karina justru tanya: “Bisa nggak lebih?”—pertanyaan yang biasanya memicu dua hal, yaitu terobosan besar atau pusing panjang. Untung yang muncul terobosan. Dan ketika Nobel jatuh ke tangan Prof Sakaguchi, Karina pasti rasanya seperti dapat lampu hijau resmi dari langit keilmuan.. “Lanjutkan, Dok.” Intinya, kisah ini menunjukkan bahwa riset kedokteran di Indonesia bukan cuma ikut arus, tapi bisa bikin arus sendiri. Air hulunya jernih, air hilirnya ternyata penuh inovasi. Kalau begini, harapan pasien bukan cuma statistik—tapi strategi perang Dr Karina "Keriting", yang semakin masuk akal..

Definisi Mewah

"Nobel itu seperti mata air. Klinik adalah pipa. Uji klinis adalah filternya". Ini adalah pemaparan ilmiah dalam bentuk gugusan puisi yang indah. Tepat lagi. Ilmu dasar (untuk peraihan Nobel), tidak ekuivalen dengan legitimasi terapi klinis. Hilir (klinik), tetap memerlukan validasi ketat. Tanpa uji klinis, maka tidak ada filter. Tanpa filter, maka ada risiko kontaminasi harapan dengan bahaya. Dan terakhir... "Tanpa angka, itu bukan sains. Itu cerita". Kalimat ini harus dipahat di dinding setiap klinik di dunia. Harapan itu penting, tapi ia tetap tidak bisa menggantikan pentingnya data. Cerita memang memberikan semangat nyata, tetapi itu bukan bukti keamanan atau efikasi yang nyata pula. Ilmu butuh transparansi angka: berapa respons rate, PFS, side-effects, dropout rate... Sains = cerita + angka + replikasi. Tiga serial komentar Smart Life ini adalah contoh kritik ilmiah yang humanis, sangat langka di era media sosial yang penuh dengan narasi emosional. Dan serial komentar Smart Life ini adalah model cermin yang jernih, lantaran memperbaiki fakta yang dihamparkan oleh penulis CHD tanpa merendahkan yang bersangkutan, menghargai niat Karina tanpa buta terhadap risiko, dan menuntut standar tanpa mematikan inisiatif nekat yang bagus seperti yang dilakukan Karina. Jika semua diskusi / komentar tentang terapi eksperimental di Indonesia seperti tulisan Smart Life ini, maka kita tidak perlu khawatir lagi: inovasi medis di Indonesia pasti tumbuh, tapi tidak tumbuh liar.

Smart Life

ARTIKEL 3 — Air Hulu, Air Hilir Oleh: Pencinta kisah fiksi 19-11-2025 Karina mengaku lega setelah Sakaguchi dapat Nobel. Rasanya seperti mendapat restu mertua. Padahal Nobel itu untuk penelitian dasar. Untuk menjelaskan mekanisme imun. Bukan untuk mengesahkan klinik mana pun. Nobel itu seperti mata air. Jernih. Murni. Tapi sebelum airnya aman diminum, tetap harus melewati filter dan pipa. Klinik adalah pipa. Ilmu dasar adalah mata air. Uji klinis adalah filternya. Karina bekerja di hilir. Sakaguchi bekerja di hulu. Di antara keduanya masih ada jurang bernama data klinis. --- Saya menghormati usaha Karina. Pasiennya banyak yang mencari harapan. Dan harapan itu mahal. Tapi agar airnya benar-benar jernih, kita butuh angka: berapa yang membaik, berapa yang tidak, berapa yang kena efek samping, berapa yang perlu ICU. Tanpa angka, itu bukan sains. Itu cerita. Cerita penting—untuk memberi semangat. Tapi tetap cerita. Airnya sudah jernih. Kita hanya membantu menjernihkannya sedikit lagi. (Tamat)

Definisi Mewah

"Sel T tidak bekerja seperti petugas parkir. Biologi itu rumit. Tidak bisa diselesaikan pakai kalkulator". Kritik Pak Smart Life yang ini benar-benar inti kritik paling penting. Tepat sekali. Imunoterapi bukan soal perang jumlah (kuantitas), tapi perang kualitas, spesifisitas, mikro-environment tumor, dan checkpoint imun. Satu sel T klonal yang spesifik, justru mampu membunuh ribuan sel kanker. Sebaliknya, miliaran sel T non-spesifik, malah bisa tidak efektif, di antaranya karena: 1. Ekspresi PD-L1 di tumor --> mematikan sel T. 2. Tumor-associated macrophages (TAMs) --> mensupresi imun. 3. Atau... faktor fisik (jaringan fibrotik dan hipoksia). Kemudian... "Yang bahaya bukan jumlahnya. Yang bahaya adalah apa yang dilakukan sel itu ketika masuk tubuh". Tepat lagi. Sangat tepat. Terapi sel-T, terutama CAR-T, memang bisa memicu cytokine-release syndrom (CRS) --> high fever, hipotensi, gagal banyak organ. Di Amerika Serikat, pasien CAR-T diawasi 24 jam di ICU selama 7 sampai 14 hari pertama. Dan kita belum menerima informasi bukti, bahwa Karina memantau ini dengan standar protokol tinggi tersebut. Ini warning etis yang harus diketahui semua (calon) pasien.

Smart Life

ARTIKEL 2 — Pasukan Miliar Oleh: Pencinta kisah fiksi 19-11-2025 Karina pernah mendengar kalimat ini dari gurunya, dr Sonar Panigoro: “Di setiap 1 cm tumor ada 1 miliar sel kanker.” Benar. Hanya satuannya kurang pas. Seharusnya 1 cm³, bukan cm². Tapi ya sudahlah—yang penting bukan rumusnya, tapi goncangannya. Dari situ muncul ide: “Kalau tumornya 1 miliar sel, maka sel T yang saya suntikkan ya harus mirip-mirip jumlahnya.” Analogi yang bagus untuk seminar. Kurang cocok untuk imunologi. Sel T tidak bekerja seperti petugas parkir. Tidak harus jumlahnya sama dengan mobil. Kadang satu sel T yang marah bisa membunuh banyak sel kanker. Kadang 100 juta sel T pun tidak bisa menembus benteng tumor. Biologi itu rumit. Tidak bisa diselesaikan pakai kalkulator. --- Lalu soal “1 miliar sel aman karena tubuh manusia punya triliunan sel”. Logika itu seperti berkata: “Tambahkan satu drum cabai ke dalam sup, aman, karena tubuh kita banyak air.” Yang bahaya bukan jumlahnya. Yang bahaya adalah apa yang dilakukan sel itu ketika masuk tubuh. Di Amerika, terapi CAR-T dijaga lebih ketat dari bandara. Risikonya bukan “kebanyakan sel”, tetapi badai sitokin. Bisa demam tinggi. Bisa ICU. Bisa ambruk. Tapi kita hargai semangat Karina. Indonesia butuh orang nekat yang mau berpikir. Daripada banyak yang tidak mau berpikir tapi sangat berani bicara. (Bersambung)

Smart Life

ARTIKEL 1 — Air Yang Lumayan Jernih Oleh: Pencinta kisah fiksi 19-11-2025 Happy. Itu mungkin kata pertama Karina ketika Nobel Kedokteran diumumkan. Yang menang sebenarnya tiga orang. Tapi HP kita hanya sanggup menampilkan satu nama: Sakaguchi. Dua lainnya—Brunkow dan Ramsdell—terlalu panjang untuk layar 6 inci. Salah siapa? Salah pabrik HP. Bukan wartawan. Yang mereka temukan juga bukan “sel T”. Sel T sudah ditemukan sejak 1960-an—sebelum Jepang menemukan AC yang tidak berisik. Yang mereka temukan adalah T-regulatory cell. Petugas Jasa Marga-nya sistem imun. Menahan, bukan menembak. Tapi siapa pula yang mau belajar imunologi sedalam itu di pagi hari. Orang baru cari sandal. --- Karina sudah akrab dengan sel T sejak 2016. Saat itu ia membawa ibunya ke Jepang untuk imunoterapi: T cell dan NK cell. Bukan stem cell T-cell. Istilah itu membuat ilmuwan ingin mandi air panas. Terapi berhasil. Ibunya membaik. Karina pulang dengan dua bawaan: doktoral yang tinggal dirapikan, dan semangat membawa imunoterapi ke Indonesia—yang izinnya lebih rumit dari membawa buah pir Jepang melewati bea cukai. (Bersambung)

Taufik Hidayat

Dalam artikel ini disebutkan tentang 1 milyar sel itu banyak atau sedikit ? Nah sesungguhnya angka itu netral tidak ada banyak atau sedikit karena tergantung konteksnya. Kalau soal uang juga relatif misal 1 Milyar rupiah apa banyak atau tidak? Untuk saya mungkin banyak sekarang. Tapi kalau untuk di perusahaan , 1 milyar bisa sedikit . Juga tergantung apa pakai IDR , USD atau IRR.. yang yang terakhir ini duit juta juta juga nilainya sedikit . IRR itu Riyal Iran . Saya maish ingat tahun 2006 ke saja 1 IDR sekitar 1 IRR. Waktu itu 1 USD 9000 IRR .. tukkar 300 USD di bandra IKA ( Imam Khomeini AirPort ) langsung dompet gak muat karena uang paling besar 5000 IRR.. kembali ke banyak atau tidak dalam statistika ada Teorema Bilangan Besar atau Theory of Large Number. Satu M itu cuma 10 pangkat 9 dan satu T cuma 10 pangkat 12. Ada yang tahu 10 pangkat 100? Ternyata namanya 1 Googol. Ada lagi yang lebih besar yaitu 10 pangkat 10 pangkat 100 yg namanya Googolplex. Tapi ada juga bilangan yang susah dibayangkan yaitu tak berhingga ?

Monica

BPJS memang sudah bagus , tapi selalu ada hal untuk dibenahi seperti 1 hal ini mungkin ya, bahwa dari puskesmas selama masih bisa diberi obat, meskipun tidak sembuh-sembuh ya tetap diberi obat, tidak akan dirujuk ke RS apakah bapak pernah memakai bpjs ? pernah bolak-balik ke puskesmas ? atau pernah sampai ke tahap rumah sakit dengan sakit yang membutuhkan perawatan jangka panjang ? ahhh..... tapi sepertinya anda termasuk yang sehat, bukan rakyat jelantah yang salah pola makan dan suka merokok yang anda sebutkan itu....

Rizal Falih

Pernah mengikuti penyuluhan tentang bahayanya penyakit kanker di kantor. Penyuluhnya dari Kementerian Kesehatan. Hampir semua pesertanya perempuan. Laki-laki yang ikut bisa dihitung jari. Mungkin karena sesuai data, memang paling banyak penyintas kangker di Indonesia adalah jenis kangker payudara dan leher rahim. Tetapi yang sering diabaikan,  diperingkat selanjutnya adalah kangker paru-paru dan kolorektal. Sebgaian besar penyintasnya adalah kaum Adam. Disamping itu, laki-laki juga memiliki resiko terkena kangker prostat. Semua memang tergantung pola hidup. Selesai memberikan sosialisasi tentang  kanker, penyuluh menawarkan obat herbal pencegahnya, yaitu temu putih. Sudah diolah menjadi obat herbal. Berbentuk kapsul. Pabriknya ada di Jogja. Bisa pesang langsung ke sana. Penyuluh menawarkan diri, pemesanan bisa melaluinya. Harganya pun lebih murah jika dibandingkan membeli langsung. Karena baru saja  mendapatkan pengetahuan tentang kangker, fresh from the oven,  alhasil peserta banyak yang pesan. Ada yang pesan lebih dari 1 botol. Mau diberikan kepada ibu, istri/suami, anak dan keluarga di rumah. Saya pun ikut memesan. Harganya 300 ribu berisi 90 butir kapsul.  Jauh jika dibandingkan dengan harga tagrisso yang mencapai 40 juta per tablet. Harus diminum setiap hari satu tablet. Sampai habis. Efeknya? tidak tau. Paling tidak selama hidup pernah  ihktiar meminum obat herbal yang harganya masih terjangkau dan menurut penyuluh bisa mencegah kangker. Wallahu a'lam bishawab.

Juve Zhang

Saya sudah tulis banyak bahwa pembebasan Tanah untuk proyek WHOOSH itu nampak sangat cepat dan harga super tinggi.... sekarang ada di berita online KPK mau masuk dan menyelidiki harga nya wajar atau ada istilah KPK Mark up....sila pak masuk saya sudah tulis di komentar ini dulu harga pembebasan tanah super tinggi.....

Definisi Mewah

Jika tulisan serial tentang dr. Karina ini menjadi tetralogi, yakni ditambah 1 lagi besok, patut untuk diharapkan, Pak Dahlan Iskan meminta data-data langsung, kepada dr. Karina: 1. Ada seleksi T-cell dan T-reg, atau tanpa seleksi? 2. Pembiakan sampai 1,2 miliar sel itu, berapa persen yang benar-benar anti kanker? (T-cell, non T-reg). 3. Lab klinik stem cell-nya dr. Karina benar-benar melakukan flow cytometry untuk memastikan komposisi sel CD3*, CD8*, CD4*, FoxP3*? Data-data fenotipik dan fungsional ini perlu dipublikasikan secepatnya oleh dr. Karina, agar klaim success-nya menjadi lebih grounded dan kokoh.

Definisi Mewah

Strategi imunoterapi modern justru menunjukkan: * Anti-CTLA-4 (ipilimumab) --> mementalkan Treg (sel T-reg / pengawas). * Anti-CCR4 (mogamulizumab) --> menghancurkan Treg (sel T-reg / pengawas) secara spesifik. * Vaksin kanker --> dirancang malah untuk memicu sel T (pasukan), bukan untuk mengaktifkan sel T-reg (pengawas). Dalam CAR-T therapy, para ilmuwan pun sengaja menghilangkan komponen sel T-reg (pengawas) selama proses ekspansi penyerangan sel kanker. Tujuannya? untuk memaksimalkan serangan, dan meminimalkan penghambat. Insya Allah saya lanjutkan komentar usai sholat Dzuhur.

Definisi Mewah

Pak Tani, jika itu yang dilakukan dr. Karina, malah justru makin kontraproduktif, bahkan berbahaya. Sel T efektor (Teff) = tentara penyerang, bertugas membunuh sel kanker. Sel T-reg (Treg) = menjaga perdamaian, tugasnya menekan aktivitas Teff. Dalam perang melawan kanker, Treg justru musuh dalam selimut. Banyak sel tumor / sel kanker justru sengaja "merekrut" Treg (sel T-reg) untuk melindungi diri dari serangan Teff (sel-T). Jika kita baca Journal for ImmunoTherapy of Cancer edisi 2024, ternyata ada studi global yang konsisten menunjukkan: "semakin tinggi infiltrasi Treg (sel T-reg) di jaringan kanker, maka prognosis pasien semakin buruk". Maka, jika Karina menyuntikkan campuran sel T (pasukan) sekaligus sel T-reg (pengawas) bersamaan, apa yang akan terjadi? Imajinasikan, Pak Tani mengirim pasukan ke medan perang, tapi: * 50% pasukan siap menembak musuh. * 50% pengawas melarang menembak musuh. Hasilnya? Pasukan jadi bingung. Serangan jadi aneh, tidak terkonsentrasi. Dan musuh (si sel kanker), malah jadi selamat. Dalam istilah imunologi: * Treg (sel T-reg) akan mengeluarkan IL-10 dan TGF-Beta yang fungsinya menekan aktivasi Teff (sel T), serta mengganggu formasi imunologis sinapsis antara sel T (pasukan) vs sel kanker. Akibatnya? Misi untuk membasmi sel tumor dan sel kanker, menjadi gagal total.

Definisi Mewah

Dengan penjelasan ringkas di atas, semoga menjadi jelas: * Nobel, memberi kita pemahaman, BUKAN izin praktek. * Ilmu, memberikan kebijaksanaan, BUKAN pembenaran (atas praktek medis yang sebetulnya tidak ada korelasinya). Dan itulah mengapa, komentar pembaca CHD dengan nama Smart Life di bawah, sangat tepat: "Nobel itu ibarat mata air. Tapi sebelum diminum, ia tetap harus difilter".

Definisi Mewah

Maka, berikut ini sederet fakta yang perlu dikoreksi. 1. "Sakaguchi menemukan sel T". KELIRU. Sel T ditemukan pada 1960-an oleh Jacques Miller, dan Sakaguchi (dkk) hanya menemukan sel T-reg, yang tugasnya justru menghambat sel T. 2. "Dapat nobel, berarti terapi T-cell Karina mendapatkan legitimasi!" KELIRU. Nobel diberikan dalam konteks pemahaman dasar ilmiah yang ditemukannya, dan tidak ada sangkut-pautnya dengan terapi komersial Karina. 3. "Menyuntik banyak sel T pasti aman, sebab Nobel yang diterima Sakaguchi menjadi fondasinya!" KELIRU LAGI. Sakaguchi menunjukkan bahwa sangat dangerous jika sistem imun tubuh yang disuntikkan sel T ternyata tidak seimbang. 4. "Karina tidak perlu jelaskan legalitas prakteknya secara 'an sich' karena Sakaguchi di hulu sudah menerima nobel sebagai pengakuan level internasional!" KELIRU TERAKHIR. Regulasi klinik Karina tetap butuh uji klinis, izin BPOM, dan data keamanan, bukan sekadar nobel. Nobel terhadap Sakaguchi itu seperti diberikan kepada orang yang menemukan "rem mobil". Itu bukan berarti kita jadi boleh menancap gas sekuat-kuatnya tanpa takut celaka. Justru karena kita jadi tahu pentingnya rem, maka kita menjadi lebih waspada saat menginjak gas. Demikian juga Sakaguchi. Ia mengungkap "rem alami" tubuh (sel T-reg), maka terapi yang melepaskan sel T secara besar-besaran, harus dilakukan ekstra hati-hati, dan bukan malah dianggap bebas dan aman hanya karena di hulu Sakaguchi sudah meraih nobel.

Definisi Mewah

Analogi sederhana untuk publik awam. Imajinasikan, Anda punya pasukan tentara (sel T) untuk melawan musuh dalam kota (kanker). Prof. Sakaguchi tidak menemukan tentara-tentara tersebut, yang sejatinya sudah ada sejak lama. Yang Prof. Sakaguchi temukan, adalah "komandan pengekang" bernama T-reg, yang tugasnya: "wahai para tentaraku sekalian, jangan serang sembarangan, jika serang brutal sembarangan, nanti kota (tubuh) ini hancur!" Maka ketika Pak Dahlan kemudian menyatakan: "Oh, Prof. Sakaguchi menerima nobel atas temuan komandan pengekang (T-reg), berarti dokter Karina boleh kirim 1 miliar tentara tanpa komandan, dan itu pasti aman!" Apakah itu logis? Aslinya tidak logis. Justru, Sakaguchi tahu bahayanya, dan berkata: "Jika mengirim tentara berlebihan tanpa monitoring intensif, kota (tubuh) bisa menjadi medan perang -- badai sitokin, high fever, gagal organ, dst!" Maka, mohon maaf, logika Pak Dahlan Iskan di CHD tiga hari berturut-turut ini, telah mengacaukan "penemuan dasar", dengan "terapi klinis". Lalu menganggap pengakuan atas ilmu dasar, sama dengan izin otomatis untuk praktik klinis (which is wrong), dan mengabaikan, bahwa pemberian nobel itu justru karena Sakaguchi menyoroti kompleksitas dan bahaya sistem imun, bukan karena ia menyederhanakannya.

Definisi Mewah

Pak Dahlan Iskan menulis seolah-olah: "...karena nobel sudah diberikan kepada Sakaguchi lantaran ia menemukan sel T, berarti terapi T-cell Karina yang menyuntuk miliaran sel T untuk melawan kanker kini punya legitimasi sah". Mohon maaf, secara ilmiah dan logis, narasi Pak Dahlan Iskan sangat keliru. Sel T itu tidak sama dengan sel T-reg. Imajinasikan, tubuh kita itu seperti kota. * Sel T = polisi bersenjata. Tugasnya, mencari dan membasmi penjahat (virus, bakteri, sel kanker). * Sel T-reg = inspektur polisi / dewan etik polisi. Tugasnya, menghentikan polisi kalau bertindak berlebihan, supaya tidak menembak warga sipil (sel sehat, jaringan sehat). Jadi, Sakaguchi tidak menemukan "polisi" (sel T), tapi Sakaguchi menemukan "pengawas polisi" (sel T-reg). Jadi Sakaguchi menerima nobel, bukan karena ia menemukan sel T, tapi menjelaskan fungsi sel T-reg pada tahun 1995, di mana jika tubuh tanpa sel T-reg maka sel tubuh bisa menyerang dirinya sendiri / autoimun seperti lupus dan diabetes tipe 1), dan di mana jika tubuh kelebihan sel T-reg maka kanker bisa leluasa tumbuh lantaran imun terhambat. Jadi, nobel diberikan kepada Sakaguchi, karena ia mengungkap mekanisme "pengendali sistem imun", bukan karena Sakaguchi menciptakan terapi kanker. Kaitannya dengan Karina? Karina menyuntik banyak sel T aktif, yang diasumsikan bisa menyerang kanker. Tapi justru penemuan Sakaguchi memperingatkan bahaya dari terapi T-cell yang tidak diatur, bukan melegitimasinya.

istianatul muflihah

Sedang ramai kata kata dari DPR yang mengatakan SPPG dalam program MBG tidak perlu ahli gizi. Kalimat ini tentu menuai protes panjang dari para ahli gizi. Setidaknya itu yang saya lihat dari teman teman saya yang menjadi ahli gizi. Pekerjaan di bidang kesehatan sampai saat ini memang masih sangat saklek. Semua serba ada aturan. Ibarat rumah, pagarnya sangat mepet, ketat, dan banyak rambu rambu. Inovasi kadang bisa jadi masalah kalau tidak sesuai prosedur. Dan kata kata DPR yang mengatakan bahwa tidak perlu ahli gizi, cukup jurusan lain yg tersertifikasi. Ini bertolak belakang dengan yg biasa dilakukan di ranah kesehatan. Misalnya, saya apoteker, tetap tidak bisa membuka praktek sebagai perawat kalau memang tidak lulus sekolah S1 Keperawatan + pendidikan profesi ners + lulus ujian Pekerjaan di bidang kesehatan beda dengan bidang jasa lain. Kuliah antropologi, lalu bekerja sebagai Design Grafis? Why not. Boleh saja. Asal punya portfolio yang meyakinkan. Tidak harus kuliah jurusan Desain Komunikasi Visual, atau Seni Rupa dan Desain. Kuliah jurusan politik pemerintahan, mau kerja jadi makelar, marketer, copywriter, boleh saja. Asal bisa menunjukkan dia bisa. Tapi, sampai saat ini, dunia kesehatan masih ikut aturan lama. Kalau tidak sekolah formal dan lulus ujian artinya kamu tidak bisa. Apakah akan ada aturan baru seperti yang ramai dibicarakan itu, Misalnya, ahli gizi tidak harus D3 Gizi, S1 Gizi, atau lulusan profesi dietisien?

Langlang Turker

Betul ungkapan yg menyatakan GAK PUNYA UANG DILARANG SAKIT. Penyembuhan dengan T CELL, CUCI OTAK METODE TERAWAN, STEM CELL, itu ga murah. Ingat dulu, ketika krismon akhir 90an. Seorang ayah memutuskan untuk mati perlahan dengan berhenti cuci darah yg harus dijalani 1x/Minggu. Biayanya waktu itu 1-2 juta/sekali cuci. Niat anak" jual rumah u/cuci darah sang ayah dicegah. Kata sang ayah, " tokh tetap akan mati Krn sekarang 1x/ mg, nanti naik, 2x,3x. Klo rumah dijual, kalian mau tinggal dimana? Ga sampai 2 Minggu siang ayah berpulang dgn penderitaan nya...

Murid SD Internasional

padahal hari ini saya niat libur komen, asik praktikum elektronika, bikin lampu flip-flop, tapi telinga kok ya panas kayak ada yg ngomongin, wuo ternyata di sini pangkal muasalnya... saya kasih selingan deh, biar Om Liong tidak setres... NÎ ZÊN ME SHUŌ (AREP MUNI OPO AWAKMU) wô méi wàng jì ni wàng jì wô (aqu ra lali awakmu, nanging awakmu lali aquuu) lián míng zì nî dōu shuō cuò (malah jenengqu salah mbok jeluuuk) zhèng míng nî yī qiè dōu shì zài piàn wô (iki tandhane kabeh omonganmu wedhus, nguapusi) kàn jīn tiān nî zên me shuō (ndhang dhelok en, arep omong opo meneh awakmu saiki) wkwkwkw !!

Liáng - βιολί ζήτα

uneg-uneg eneg..... Untuk rekan-rekan komentator yang saya duga "ber-jaket-kampus" seperti akun-akun dengan nama : • Definisi Mewah • Smart Life • juga, Murid SD Internasional • dan yang lainnya Janganlah berharap atensi dan apresiasi dari Pak Dahlan Iskan untuk komentar-komentar Anda yang berkualitas..... Setahu saya..... Pak DI itu sangat rendah atensi-nya apalagi apresiasi-nya untuk komentator-komentator dari dunia kampus !! Setahu saya juga..... atensi dan apresiasi dari Pak DI itu - ya miliknya mereka - orang-orang pilihan Pak DI - suka-sukanya Pak DI !! Mungkin, ini mungkin ya, karena Pak DI tidak melalui pendidikan formal di kampus, tetapi mendapatkan gelar Honoris Causa, sehingga kesulitan study di kampus itu - ya dianggapnya enteng, sehingga komentar-komentar dari dunia kampus - ya tidak akan ada nilai lebihnya di mata Pak DI..... !! Cukuplah buat kita menuliskan komentar dengan tujuan berbagi informasi, menambah wawasan dan mencerdaskan kita semua. Yang lain-lainnya..... yang suka-sukanya yang punya media ini, dimaklumi saja.

Sadewa 19

Trumpt sedang menyambut hangat MBS. Calon Raja Saudi itu di jamu dengan makan malam dan gelaran karpet merah. Bahkan MBS di kasih sambutan jet F35 terbang diatas gedung putih. Wow... Trumpt seperti nya sedang silau dengan janji investasi Saudi ke AS. Konon nilainya sampai USD 1 tn. Kalau dirupiahkan Pak Purbaya pasti pusing karena banyaknya angka Nol dibelakang. Saudi negeri yg tandus, tidak punya air yg melimpah. Namun pemimpin mereka begitu dihormati negara adidaya. Jika tidak bisa jadi AIR YG JERNIH, jadilah Minyak yang keruh, namun bermanfaat.

Thamrin Dahlan YPTD

Air Jernih Pelaksanaan semua pekerjaan apabila dilandasi penelitian ilmiah akan mencapai hasil memuaskan. Awak tak berani memakai persentase. Sangat objektif ditinjau dari asil penelitian bersebab di setiap penelitian sangat beragam. Apalagi penelitain di bidang sosial politik penuh rekayasa sesuai pesanan. Ilmu Pengetahuan Dunia Kedokteran sangat maju diera zaman modern. Banyak Ahli Kedokteran Jenius mendapat Hadiah Nobel. Mengikuti jejak Bapak Kedokteran Dunia Hippokrates (460-337 SM). Menegaskan bahwa Ilmu Kedokteran harus di lepas pisahkan dengan Ilmu Tahayul.. Artinya klenik, perdukunan yang coba menyembuhkan penyakit fisik (raga) manusia pasti tidak didasari penerliatian ilmiah.. Pengobatan Kanker dilakukan Dr dr Karina based on reseach. . Ternyata dalam anatomi tubuh manusia terdapat triliyunan sel. Melemahkan dan kemudian mematikan sel jahat kanker dilakukan berdasrakan penelitian. Bisa jadi inilah faktor yang menyebabkan pasien bisa dipulihkan walaupun sudah berada di stadium 4, Tulisan Abah tentang Dr dr Kartina 3 serial. Sebelumnya disway.id telah menulis metode pengobatan kanker. Dalam kapasitas Penulis kita memiliki kewajiban mesyiar berita baik ini ke masyarakat melalui media sosial. Tujuan semata hanya untuk memberikan informasi agar semakin banyak keluarga bermasalah dengan kanker bisa tertolong.. Alhamdulillah ada beberapa teman bertanya " Pak Thamrin kenal Dr Karina.?" Awak tergagap langsung mengarahkan Air Jernih mengalir ke Admin Disway.id.

Juve Zhang

Ketika chips KW2 Nvidia boleh ekspor ke Tiongkok....maka Jansen Huang semangat Gas Poll buat order ke TSMC Taiwan setelah jadi banyak tiba tiba Otoritas setempat di Tiongkok melarang NVIDIA chips KW2 KW1 masuk pasaran Tiongkok....Jansen Huang bingung bukankah Tiongkok sangat terbelakang tak ngerti chips Nvidia yg hebat..... keputusan sudah final Nvidia hilang di Tiongkok.... Trumpet lebih galau lagi kenapa suhu Xi gak minta chips tercanggih Nvidia???? Kabut menutup otak Jansen Huang dan Trumpet.... permainan tingkat Suhu dunia sedang dimainkan oleh suhu Xi Jin Ping....nyata nyata nya Tiongkok sudah mampu buat Chips sendiri dan 1000 X lebih cepat dari Nvidia..... misteri kabut sudah dibuka oleh Tiongkok.... produksi kami lebih unggul dari Nvidia....Jansen Huang kaget mestinya jantung hampir loncat Keluar badannya.....bukankah Tiongkok isinya Insinyur Guoblik semua ????....gimana secepatnya bisa menyalip Nvidia.....itulah konon kisah dibalik dilarang dijual chips Nvidia di Tiongkok..... Amsiong bagi Jansen Huang....pun bagi trumpet.....rupanya gebukan 2018 oleh Trumpet ke suhu Xi Jin Ping sekarang dibalas telak.....suhu Xi Jin Ping senyum lebar:" kami gak butuh KW 2 produk Nvidia pun KW 1 nya.......Jansen Huang bengong oh my ghosh secepat itu Insinyur teknik Tiongkok berlomba buat chips konon di Tiongkok bukan satu yg ikut lomba ratusan ikut lomba maraton chips Made in Tiongkok....... Amsiong kata Jensen Huang.....

imau compo

Mata saya diresepkan utk ditetes pelembab setiap harinya. "Terakhir, 4 kali sehari dok," kata saya. Dokter mata jawab, "Itu pelembab Pak, bukan obat, gak diatur secara ketat." Kalau T-Cell dipersepsikan sebagai obat, mestinya Dr. dr Karina punya aturan yang jelas dan ketat. Tidak bisa sebanyak mungkin. Pada pengobatan dengan radiasi bisa celaka, bila dosisnya berlebih. Mereka menghitung dosis paparannya dengan sangat ketat. Dari sini bisa disimpulkan, pengobatan Dr. dr. Karina belum mendapatkan izin. Memang, pengobatan atau obat memerlukan uji klinis sangat panjang dan banyak sebelum diaplikasikan. Kasus yang mirip juga sdh terjadi dengan dokter hewan di Yogyakarta. Malah beliau, konon khabarnya, ditersangkakan utk "prakteknya". Kok beda? Tentu saja saya tidak ingin menyulut persoalan pada dokter cantik ini, apalagi banyak pasien yg sdh mendapatkan kesembuhan, paling tidak dapat manfaat. Tetapi memberikan perlindungan kepada pasien dan Dr. dr Karina sebelum kejadian-kejadian semacam dokter hewan di Yogyakarta akan lebih baik.

Leong Putu

Wo nanya, bukan ngece... Kira² Pak Bos simpan fotonyi dokter kerling ada berapa? Wo nanya karna Wo pu ce tau... #bukan_ngece

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Komentar: 123

  • Echa Yeni
    Echa Yeni
  • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    MZ ARIFIN UMAR ZAIN
  • Liam Then
    Liam Then
  • Johannes Kitono
    Johannes Kitono
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Bahtiar HS
    Bahtiar HS
    • Bahtiar HS
      Bahtiar HS
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    • Ja'far Syahidan
      Ja'far Syahidan
    • Bahtiar HS
      Bahtiar HS
  • imau compo
    imau compo
    • Murid SD Internasional
      Murid SD Internasional
    • imau compo
      imau compo
  • Bahtiar HS
    Bahtiar HS
  • Bahtiar HS
    Bahtiar HS
  • Gregorius Indiarto
    Gregorius Indiarto
  • Murid SD Internasional
    Murid SD Internasional
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    • Ja'far Syahidan
      Ja'far Syahidan
  • yea aina
    yea aina
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
  • alasroban
    alasroban
  • Liáng - βιολί ζήτα
    Liáng - βιολί ζήτα
  • yea aina
    yea aina
    • yea aina
      yea aina
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    • Runner
      Runner
  • djokoLodang
    djokoLodang
  • Liáng - βιολί ζήτα
    Liáng - βιολί ζήτα
    • Liáng - βιολί ζήτα
      Liáng - βιολί ζήτα
    • Wilwa
      Wilwa
  • djokoLodang
    djokoLodang
  • djokoLodang
    djokoLodang
    • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
      Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • pak tani
    pak tani
  • nico gunawan huang
    nico gunawan huang
  • Ja'far Syahidan
    Ja'far Syahidan
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    • Wilwa
      Wilwa
    • Wilwa
      Wilwa
    • Murid SD Internasional
      Murid SD Internasional
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    • Ja'far Syahidan
      Ja'far Syahidan
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
  • Juve Zhang
    Juve Zhang
    • Wilwa
      Wilwa
    • Wilwa
      Wilwa
  • Thamrin Dahlan YPTD
    Thamrin Dahlan YPTD
  • Udin Salemo
    Udin Salemo
    • pak tani
      pak tani
    • Juve Zhang
      Juve Zhang
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Muh Nursalim
    Muh Nursalim
  • kambing hitam
    kambing hitam
  • djokoLodang
    djokoLodang
    • Nusantara Hijau
      Nusantara Hijau
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
  • Runner
    Runner
    • Nusantara Hijau
      Nusantara Hijau
  • Hendro Purba
    Hendro Purba
  • pak tani
    pak tani
  • Jo Neca
    Jo Neca
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Jokosp Sp
      Jokosp Sp
  • Agustinus Marampa
    Agustinus Marampa
  • Runner
    Runner
    • Jokosp Sp
      Jokosp Sp
    • Runner
      Runner
  • Sadewa 19
    Sadewa 19
  • Tivibox
    Tivibox
  • Lukman Nugroho
    Lukman Nugroho
  • Taufik Hidayat
    Taufik Hidayat
  • ALI FAUZI
    ALI FAUZI
  • Em Ha
    Em Ha
    • Jo Neca
      Jo Neca
    • Runner
      Runner
    • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
      Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    • Jo Neca
      Jo Neca
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
      Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
      Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Taufik Hidayat
    Taufik Hidayat
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • istianatul muflihah
    istianatul muflihah
  • djokoLodang
    djokoLodang
    • djokoLodang
      djokoLodang
    • djokoLodang
      djokoLodang
  • djokoLodang
    djokoLodang
  • MULIYANTO KRISTA
    MULIYANTO KRISTA
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
    • Udin Salemo
      Udin Salemo
    • Leong Putu
      Leong Putu
    • Jo Neca
      Jo Neca
    • MULIYANTO KRISTA
      MULIYANTO KRISTA
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Dwi Bianto
    Dwi Bianto
    • istianatul muflihah
      istianatul muflihah
  • alasroban
    alasroban
  • siti asiyah
    siti asiyah
    • Wilwa
      Wilwa
    • Runner
      Runner
  • Jo Neca
    Jo Neca
  • DeniK
    DeniK
  • Sugi
    Sugi
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • bitrik sulaiman
    bitrik sulaiman
  • riansyah harun
    riansyah harun
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • Gregorius Indiarto
    Gregorius Indiarto
  • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN
  • Maman Lagi
    Maman Lagi
  • Lègég Sunda
    Lègég Sunda
  • Maman Lagi
    Maman Lagi
  • ra tepak pol
    ra tepak pol
    • MZ ARIFIN UMAR ZAIN
      MZ ARIFIN UMAR ZAIN