Tuna Diekspor, Kisah Pilu Nelayan Morotai Jadi Penonton di Laut Sendiri
Keberadaan kapal besar di jalur ini tidak hanya merampas ruang tangkap nelayan lokal, tetapi juga mengancam ekosistem perairan dangkal.--Istimewa
Kondisi ini menjelaskan mengapa Morotai belum memerlukan Sentra Tempat Pelelangan Ikan (TPI), karena tidak terjadi transaksi jual-beli hasil laut yang kompetitif, baik melalui sistem lelang maupun mekanisme pasar lainnya.
Sebagian besar margin hilirisasi, saat tuna segar diolah menjadi loin, steak, atau sashimi yang nilainya berlipat ganda, justru mengalir ke perusahaan perantara.
Akibatnya, nelayan kembali terjebak sebagai pemasok bahan baku mentah dengan daya tawar yang lemah.
Persoalan ini semakin parah dengan kondisi infrastruktur rantai dingin yang vital kini ambruk.
Mesin pencetak es (ice flake) bantuan KKP di lima lokasi, Wayabula, Sangowo, Buho-buho, Bere-bere, dan Cendana saat ini mangkrak akibat kesulitan perawatan dan kelangkaan suku cadang.
Fasilitas penyimpanan dingin (cold storage) di SKPT juga kerap "mati suri" akibat pasokan listrik di Morotai yang tidak stabil.
"Imbasnya, nelayan terpaksa menjual hasil tangkapan dengan harga murah atau menyaksikan ikannya membusuk. Krisis ini memutus mata rantai hilirisasi di hulu dan mengembalikan nelayan pada posisi sebagai pedagang bahan mentah yang rentan," papar Rachma.
Situasi ini jelas bertolak belakang dengan semangat Asta Cita yang menekankan peningkatan nilai tambah bagi nelayan.
Untuk memutus mata rantai permasalahan ini, diperlukan pendekatan komprehensif yang berfokus pada penciptaan ekosistem berkeadilan, tidak sekadar pembangunan infrastruktur semata.
BACA JUGA:Serap Banyak Tenaga Kerja, Airlangga Hartarto Sebut Prabowo Bakal Bangun Kampung Nelayan Merah Putih
Pertama, penegakan hukum yang konsisten mutlak diperlukan. Operasi terpadu dan rutin antara PSDKP, TNI AL, dan Polairud harus ditingkatkan untuk menertibkan pelanggaran batas zonasi tangkap.
Data KKP mencatat, 78% dari total 1.382 kasus pelanggaran perikanan sepanjang 2023 justru terjadi di wilayah terpencil seperti Morotai.
Kedua, pemberdayaan kelembagaan nelayan menjadi kunci. Koperasi nelayan setempat, seperti Koperasi Desa Merah Putih di Morotai, perlu dikembangkan menjadi koperasi yang tangguh dan terintegrasi.
Lembaga ini dapat mengelola unit usaha es, menampung hasil tangkapan anggota, hingga membuka akses pemasaran yang lebih luas.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
