Candu Game Online Jadi Pelarian di antara Warnet dan Rumah, Saatnya Orangtua Mengambil Kendali
Ilustrasi Gamers bermain game online--Candra Pratama
JAKARTA, DISWAY.ID - Setiap sore, ketika anak-anak pulang sekolah, ada dua dunia yang bertemu di ruang tamu: dunia kecil yang ingin bermain, dan dunia orang tua yang diam-diam cemas.
Bagi para pemain game di warnet, game adalah pelarian. Tapi bagi sebagian orang tua di rumah, game adalah sesuatu yang mereka belum mengerti, namun harus mereka jinakkan.
Kecemasan itu makin terasa setelah ledakan di SMAN 72 Jakarta.
Tragedi itu seperti mengetuk pintu, mengingatkan bahwa ketika anak korban bullying tidak menemukan sistem aman, di keluarga maupun sekolah, pelariannya bisa berubah berbahaya.
BACA JUGA:Game Online, Racun Jejak Digital, dan Ledakan SMAN 72: Sinyal Bahaya dari Dunia Maya
Orang tua Pegang Kendali
Contohnya Purnomo, seorang ayah berusia 40 tahun, yang berjuang menyeimbangkan dunia digital anaknya dengan aturan sederhana di rumah.
Ia mendukung pembatasan game yang menampilkan kekerasan.
“Kalau bisa dibatasin, jangan dilosin game yang keras-keras kayak Mobile Legends, yang perang-perangan,” ujarnya kepada Disway.
Harapannya sederhana: agar perilaku anak tidak ditiru dari layar.
“Sekarang banyak gerakan-gerakan di game yang diikuti anak. Pemerintah harus lihat ini,” katanya.
BACA JUGA:Soal Wacana Pembatasan Game Online, Mensesneg: Jangan Disalahartikan

Berlokasi di Jalan Kembangan Raya No.11H, Kembangan, Jakarta Barat, di situlah Warung Game Online Colosseum Arena bertempat. --Candra Pratama
Di rumah, ia membuat pagar kecil: gim tertentu diblokir, dan ponsel hanya boleh dibuka Sabtu-Minggu.
Purnomo mencoba melakukan filter mandiri dengan membatasi anaknya bermain HP.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: