JAKARTA, DISWAY.ID-Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI) menggelar sidang pembacaan laporan pelapor dan jawaban terlapor di di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa, 30 Agustus 2022.
Pada saat sidang tersebut, tampak ada dua partai yang melaporkan terkait pelanggaran administrasi Pemilu 2024, salah satunya adalah Partai Kedaulatan Rakyat (PKR).
Pelapor dari PKR mengatakan terkait permasalahan yang dihadapi saat melakukan pendaftaran. Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pendaftaran di Kantor KPU RI sejak 11 Agustus 2022, pukul 14.00 WIB.
"Diminta kebagian sipol, waktu itu di lantai 2, untuk menyampaikan pendaftaran, waktu itu didatangi petugas terlapor, data dari pelapor tidak terdaftar di sipol," ujar pria berkaca mata yang merupakan kuasa hukum PKR, Najib A. Gisymar.
Dari hasil pendaftaran pertamanya itu, pihak KPU RI yang menjadi pihak terlapor, mengembalikan dokumen persyaratannya dan kembali datang pada hari terakhir pendaftaran, yaitu 14 Agustus 2022.
"Pada 14 Agustus 2022, kami datang lagi ke KPU dengan proses melalui helpdesk. Di helpdesk pukul 20.22, Kemudian pukul 20.30 dilakukan pencocokan dokumen yang terkendala teknis di lapangan bahwa flashdisk yang kami serahkan kepada KPU, tidak terdata di layar KPU," jelas Najib.
"Pada esok hari kami sampaikan secara tertulis dan mohon pembacaan tidak menggunakan komputernya terlapor, tapi dengan laptop kami yang dibawa dengan disaksikan oleh bawaslu," tambahnya.
Meskipun begitu, ia mengaku bahwa pihak tidak mendapatkan respon dan justru diberikan surat pengembalian berkas.
"Kami mengadu ke bawaslu mengadukan permasalahan ini untuk dicabutnya dan tidak berkekuatan hukum tanda pengembalian berkas," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU RI, Mochammad Afifuddin menyatakan bahwa permasalahan yang dilaporkan oleh PKR tidak benar.
"Berdasarkan kronologis di atas (yang menyebutkan laptop error) data yang diperiksa berupa soft file yang ada di flashdisk, serta laptop milik pelapor sendiri dan bukan milik terlapor," ujar Afif.
"Data tersebut diubah oleh para pelapor dan diperlihatkan satu per satu kepada terlapor dan disaksikan bersama terlapor," lanjutnya.
Lebih lanjut, Afif mengatakan permasalahan yang diadukan oleh PKR, tidak memiliki dasar dan mengada-ada. Ia mengatakan bahwa pemeriksaan yang dimaksud itu ternyata dilakukan di perangkat milik pelapor.
Adapun fakta dan bukti yang diajukan, terlapor pun meminta majelis pemeriksaan untuk melakukan poin-poin di bawah ini :
1. Menolak seluruh dalil para pelapor yang mengaku-ngaku atau setidaknya dengan dalam laporan para pelapor tidak dapat diterima.
2. Menyatakan laporan para pelapor tidak memiliki legal standing.
3. Menyatakan laporan para pelapor kabur tidak jelas.
4. Menyatakan laporan para terlapor tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran adm.
5. Menyatakan terlapor telah melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai perundang-undangan.
Dengan dibeberkankan permohonan itu, Afif meminta kepada majelis pemeriksa untuk berlaku seadil-adilnya.
"Apabila majelis pemeriksa berpendapat lain, terlapor mohon kepada majelis pemeriksa untuk menjatuhkan putusan seadil-adilnya," tandasnya.