Hasto Ungkap Dugaan Kecurangan Demokrat pada Pemilu 2009, Dokumen Dihancurkan Semua
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto -PDIP for Disway.id-Disway.id
JAKARTA, DISWAY.ID - Agar tidak menjadi sumir seperti tuduhan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat (PD) dan Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal kecurangan Pemerintahan Jokowi di Pemilu 2024, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto memaparkan berbagai data penelitian mengenai berbagai keanehan dalam pemilu saat SBY masih berkuasa.
Pemaparan itu disampaikan Hasto dalam konferensi pers secara daring, Minggu 18 September 2022 menanggapi tuduhan SBY itu. Hasto menyatakan SBY tidak bijak ketika membuat tuduhan itu. Dan Hasto malah memaparkan bahwa dugaan kecurangan pemilu justru terjadi saat SBY berkuasa.
Kata Hasto, PD adalah contoh kehadiran partai elektoral yang dipengaruhi gelombang reproduksi politik Amerika Serikat di Indonesia. PD, pada 2009, berhasil mendapat kenaikan suara 300 persen dibanding raihan di Pemilu 2004.
"Sistem multipartai seperti Indonesia yang sangat kompleks dengan intensitas persaingan yang sangat tinggi, sebenarnya tidak memungkinkan bagi parpol seperti Partai Demokrat untuk mengalami kenaikan 300 persen pada Pemilu 2009 lalu. Ini adalah suatu anomali di dalam pemilu," kata Hasto dalam keterangan yang diterima Disway.id Minggu 18 September 2022.
Menurut Hasto, jurus kemenangan PD itu adalah memadukan jurus pemenangan politik model Amerika, Thailand, dan Afrika, yang dirasionalisasikan melalui berbagai politik citra dan bandwagon effect.
"Dalil tim SBY saat itu kan, kemenangan dapat diperoleh sejauh seluruh persyaratan terpenuhi, termasuk penggunaan instrumen negara untuk menang. Ini yang harus dilihat pada tahun 2009, saat itu kami bersama dengan Gerindra yang juga datang ke KPU mempersoalkan hal-hal tersebut," kata Hasto.
Hasto lalu memaparkan beberapa faktor yang terjadi di lapangan pada saat itu. PD meniru strategi Thaksin di Thailand, dengan penggelontoran USD 2 milliar dana untuk kepentingan elektoral dari Juli 2008 hingga Februari 2009. "Sehingga menurut Marcus Mietzner, elektoral Demokrat dan Pak SBY terjadi skyrocketing. Ini kajian akademis," kata Hasto.
Yang kedua adalah sistem pemilu tanpa nomor urut, yang disertai bandwagon effect melalui survei dan pencitraan. Ada pula penggunaan instrumen negara.
"Ini kan model Amerika. Penyusupan agen partai ke KPU, oknum aparatur negara, ini model Afrika. Buktinya kan seperti pak Anas Urbaningrum, ibu Andi Nurpati yang kemudian direkrut ke Partai Demokrat," kata Hasto.
"Kemudian, manipulasi daftar pemilih, itu luar biasa, ini juga zaman Pak SBY. Dimana, di zaman Pak Harto saja, tak pernah melakukan manipulasi DPT. Ini DPT dimanipulasi secara masif. Belanja iklan juga, ini duitnya dari mana?" tambah Hasto.
Dari strategi kebijakan, saat itu ada kenaikan harga BBM. Kondisi era SBY berbeda dengan jaman Jokowi saat ini. Saat menjabat, SBY mewarisi kondisi fiskal yang baik hasil kerja Pemerintahan Megawati Soekarnoputri, dengan defisit di bawah 1 persen. Saat itu, terjadi kestabilan moneter dan keuangan, krisis IMF juga diselesaikan.
"Tapi kemudian ternyata di balik kenaikan BBM itu justru terjadi suatu politisasi yang luar biasa bagi kepentingan elektoral. Ini ada kajian ilmiahnya. Bagi mereka yang membantah, nanti harus dibantah juga secara ilmiah. Ini mencakup BLT, raskin, dan PNPM. Nah, ini dari Markus Mietzner, model dana tunai langsung ke pemilih, seperti yang dilakukan Thaksin, merupakan jurus utama kemenangan Partai Demokrat," kata Hasto.
Juni 2008, survei menunjukkan elektabilitas PD hanya 8,7 persen, jauh di bawah PDI Perjuangan sebesar 24,2 persen. Pada saat bersamaan, elektabilitas Megawati 5 persen di atas SBY.
Para analis politik saat itu sependapat bahwa itu adalah akhir dari era SBY karena rakyat lelah dengan kepemimpinan yang tidak memberikan inspirasi. Hasto lalu memaparkan data kenaikan popularitas dan elektabilitas SBY dan PD pada 2009, yang oleh Markus Mietzner disebut sebagai 'skyrocketing'.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: