Denny JA Sebut Politisi Harus Rileks Dalam Menanggapi Survei Pilpres
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA -Istimewa-
Menurutnya, jika muncul pertanyaan sepertinya, tandanya survei itu sedang memotret sikap responden pada saat survei itu dilakukan.
BACA JUGA:Hasil Rapimnas Samawi Tunggu Kode dari Jokowi untuk Tentukan Arah Dukungan Capres di Pilpres 2024
"Itu artinya survei memotret sikap responden di hari ini, hari survei dilakukan," kata Denny JA.
Dikatakan Denny JA, pesona capres bisa naik dan turun. Capres yang sangat populer di survei bulan Juni, misalnya, bisa jatuh tiga bulan lagi di bulan September.
"Itu karena ia membuat blunder," kata Denny JA.
Sebaliknya, capres yang buncit di bulan Desember, bisa jauh lebih tinggi di bulan Febuari, 2 bulan ke depan. Itu karena sosialisasi sang Capres yang fenomenal.
"Contohnya, Pilkada DKI 2017. Bulan Januari 2017, LSI Denny memotret Anies nomor buncit saat itu. Tapi di bulan April 2017, LSI Denny JA mengumumkan Anies akan menang di pilkada DKI, mengalahkan Ahok," kata Denny JA.
Mengapa LSI Denny JA di pilkada 2017, mengumumkan posisi Anies yang berbeda antara bulan Januari ke April, kata Denny JA, itu karena elektabilitas Anies memang berubah di lapangan. Survei yang kredibel mampu memotret perubahan itu.
"Perhatikan saja beberapa publikasi LSI Denny JA di pilpres kali ini. Walau Anies selalu buncit, juga di survei lembaga lain, selalu ada teks: pelajaran dari pilkada DKI. Yang nomor buncit selalu potensial menyusul," kata Denny JA.
Disampaikan Denny JA, hasil survei yang dilakukan berdasarkan satu wilayah akan berbeda ketika dibandingkan dengan skala nasional.
"Tapi tentu saja, Indonesia, dari Aceh hingga Papua, jauh lebih luas dan kompleks dibandingkan DKI. Apa yang terjadi di DKI 2017 (pilkada) belum tentu juga terjadi untuk skala Indonesia 2024 (pilpres)," lanjutnya.
BACA JUGA:Anggaran Fantastis Pilpres 2024 Capai Rp 76.6 Triliun, KPU: Sudah Termasuk Putaran Kedua
Tiga tips, lanjut Denny JA, bisa menjadi panduan bagi elite untuk menilai hasil survei itu kredibel atau tidak. Elit politik yang sudah kawakan sudah terbiasa dengan kondisi itu. Memang akan beda jika polisi itu tergolong 'The New Kids on The Block'.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: