Pemerintah Akan Terapkan Bea Masuk 200 Persen untuk Imbangi Barang Impor China, Pakar Ekonom: Awas Digugat di WTO!

Pemerintah Akan Terapkan Bea Masuk 200 Persen untuk Imbangi Barang Impor China, Pakar Ekonom: Awas Digugat di WTO!

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa Pemerintah akan mulai menerapkan kebijakan bea masuk sebesar 200 persen untuk produk impor asal China. -dok disway-

JAKARTA, DISWAY.ID - Maraknya produk impor asal China yang membanjiri pasar Indonesia saat ini sudah sampai ke tahap dimana hal tersebut menjadi ancaman bagi industri dalam negeri.

Menurut sejumlah pakar Ekonom, tarif bea masuk yang sangat rendah untuk barang impor asal China menjadi salah satu penyebab mengapa produk asal China bisa dengan mudah masuk ke Indonesia.

Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal, hal di atas juga dipengaruhi oleh kesepakatan dagang yang tertulis dalam Asean China Free Trade Agreement (ACFTA).

BACA JUGA:Disway National Network - B-Universe Sepakat Kolaborasi dan Kerja Sama Media Berjaringan

BACA JUGA:Dorong Kesetaraan Gender, Heru Budi: 57,58 Persen Pegawai Pemprov DKI Jakarta Perempuan

Menurut Faisal, sejak diberlakukan pada tahun 2016 lalu, kebijakan ini membuat produk asal China yang akan masuk ke pasar dala negeri kerap dikenakan bea masuk yang sangat rendah.

"Bahkan sebagian bea masuk sudah hampir 0 persen," jelas Faisal dalam keterangan tertulisnya pada Selasa 2 Juli.

Untuk mengatasi hal ini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa Pemerintah akan mulai menerapkan kebijakan bea masuk sebesar 200 persen untuk produk impor asal China. 

BACA JUGA:Cerita Nasabah PNM Mekaar Geluti Hobi Rajut yang Membawa Hoki

BACA JUGA:Tingkatkan Kualitas Hidup Perkotaan, Heru Budi Sebut Pemprov DKI Jakarta Telah Tanam 287 Ribu Pohon

"Ini juga agar UMKM industri kita bisa tumbuh dan berkembang. Satu-hari dua hari ini mudah-mudahan sudah selesai Permendagnya," ujar Zulkifi dalam keterangan resminya di Jakarta pada Senin 1 Juli.

Namun, sejumlah pakar Ekonom mengkhawatirkan kalau rencana Pemerintah tersebut nantinya malah akan menjadi bumerang bagi dunia perdagangan dan perekenomian Indonesia, terutama ketika isu persaingan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) kini masih menjadi topik hangat.

Menurut Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Dandy Rafitrandi, Pemerintah juga memerlukan basis data serta argumen yang kuat sebelum menerapkan Peraturan tersebut.

BACA JUGA:Beda dengan PPATK, MKD Sebut Hanya Ada 2 Anggota DPR RI yang Bermain Judi Online

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads