Pipa Pipih

Pipa Pipih

Dahlan Iskan saat meninjau proyek Sekayung.--

BISA jadi 10 doktor baru akan lahir dari proyek jalan tol tersulit di Indonesia ini: Semarang-Sayung –akan tersambung kelak menjadi Semarang-Kudus.

Tentu semua itu doktor baru bidang teknik. Segala macam teknik: sipil, mesin, geologi, geomembrant, ilmu kelautan pun sampai ke ilmu bambu.

Begitu banyak masalah teknik yang dihadapi. Semua harus dipecahkan di lapangan. Serba baru. Belum banyak literaturnya.

Temuan baru yang mungkin bisa dianggap paling sederhana: bagaimana cara mengikat bambu agar bisa menjadi rakit yang kukuh dan tidak bisa bergeser-geser.

Di lapangan, Sabtu sore lalu, saya baru tahu bahwa cara menata bambu berbeda dengan saya pahami dari naskah tertulis ilmiah.

Anda sudah tahu: setidaknya diperlukan 9 juta batang bambu untuk fondasi jalan tol 10 km dari Semarang ke arah timur itu.

Bertruk-truk bambu datang ke lokasi yang terletak di atas pantai utara kawasan industri itu.

Bergunung-gunung bambu tertumpuk di lokasi proyek.

Semua berukuran panjang delapan meter. Lurus-lurus. Umumnya bambu jenis ori dan ampel.

Bambu yang sedikit bengkok masih bisa diluruskan dengan alat. Yang terlalu bengkok ditolak.

Tiap delapan bambu dijejer. Antar jejeran bambu diberi jarak satu meter. Bukan dijejer tanpa jarak.

Di atas jejeran bambu itu dijejer bambu-bambu lain dalam posisi melintang. Tiap jejer juga delapan bambu. Antar jejeran juga berjarak satu meter. Maka terbentuk kotak kosong 1 meter persegi di setiap rakitan.

Antara bambu yang membujur dan bambu yang melintang di atasnya itulah yang harus diikat. Secara manual. Pengikatnnya adalah tampar nylon ukuran 8 mm. Warna apa saja. Tidak harus merah.

Perusuh Disway se-Indonesia pun akan kewalahan menjadi juru ikat bambu di sana –apalagi bagi yang hanya punya keahlian mengikat panah asmara.

Perakitan itu dilakukan langsung di lokasi jalan tol. Semua bambu dibuat sambung-menyambung. Ke arah kanan-kiri sampai selebar 150 meter. Juga yang ke arah muka-belakang. Sampai membentuk hamparan bambu sepanjang 10 km.

Di atas hamparan pertama bambu itu harus digelar membran. Dengan kekuatan tertentu. Membran itu tidak kedap air. Justru berpori-pori. Agar air di bawah bisa naik menembus porinya.

Di atas membran itulah ditumpahkan tanah urug. Sampai ketebalan tertentu. Lantas, di atas tanah urug digelar lagi bambu. Dengan cara yang sama. Lalu diurug lagi. Bambu lagi. Urug lagi.

Setelah mencapai empat lapis digelar lagi membrant kedua. Dengan kekuatan yang berbeda. Lalu diurug lagi.

Di lapisan keempat, barulah ditanam pipa pipih. Bentuknya pipih sehingga tidak pantas saya sebut pipa. Tapi fungsinya untuk mengalirkan air. Itulah perlunya ruang 1 meter persegi di sela-sela bambu.

Di setiap ruang 1 meter persegi itulah ''pipa pipih'' ditanam. Pakai alat seperti pemukul tiang pancang. Penanaman pipa pipih itu sedalam 60 meter. Dengan demikian air yang kena tekanan fondasi bisa naik. Kemudian dirembeskan ke samping.

Dengan demikian fondasi bambu ini sebenarnya tidak akan lagi sepenuhnya mengambang. Air di bawahnya justru 'habis' naik lewat 'pipa pipih' itu.

Maka bagi yang telanjur membayangkan tol Semarang-Demak segera beroperasi harus lebih sabar. Jangan punya pikiran ''yang belum jadi tinggal 10 km''.

Yang hanya 10 km itu akan memakan waktu sampai tahun 2027. Tidak bisa dipercepat. Biar pun misalnya punya uang yang tidak berseri. Atau salah satu proyek manajernya di situ, Ir Yayan Suryanto diancam akan dipecat.

Seperti yang saya lihat Sabtu lalu dari 10 km itu yang sudah terlihat sebagai badan jalan baru sepanjang 400 meter. Itu pun masih perlu dinaikkan tiga lapis lagi.

Tiap satu lapis selesai dikerjakan, harus ditunggu antara 55 hari sampai 200 hari. Baru bisa mengerjakan lapis di atasnya. Itulah yang disebut masa konsolidasi. Tidak bisa ditawar.

Setelah konsolidasi tercapai barulah bisa dikerjakan lapisan berikutnya.

Begitu banyak ahli yang studi ke proyek ini. Termasuk ahli-ahli dari Tiongkok. Bukan hanya doktor yang harus banyak lahir dari proyek ini. Juga hak paten.

Setidaknya jalan tol Semarang-Demak pasti akan tersambung. Biar pun itu baru tahun 2027.

Tiga tahun lagi tidaklah lama. Terutama bagi yang bukan orang Demak, Pati, dan Kudus.(Dahlan Iskan)

Komentar Dahlan Iskan di Disway Edisi 4 Agustus 2024 Tanah Timbul

Jo Neca

Mong ngomong selama tanah tersebut terendam air apakah pemilknya membayar pajak.Kalau iya.Mereka warga negara yang istimewa.Membayar sesuatu yang tidak ada manfaatnya.Dan pegawai pajak yang korupsi uang pajak.Dia adalah warga negara Dajal.

Mbah Mars

Tumben. Hari ini tidak ada LAKI-LAKI PENGHIBUR yang nongol di komen terpilih. Apa mereka sedang libur ya ? Komen ini saya tulis di toilet.

Dasar Goblik

Jangan remehin tanah..Sebab suatu saat dia akan memakan jasad mu.Biar anda tembem.cantik.kaya raya.Hahhaaa efek ingat akhirat.

Juve Zhang

Saya dulu di "gebukin" alumni Itb yg seniman itu soal Tol layang Ini ....wkwkwk...sudah saya tulis dulu...ini cerita gak masuk ke Insinyur an secara umum...karena bambu akan lapuk dimakan usia lebih cepat dari tiang beton......jelas bang Udin yg tukang ngaduk semen hapal...di Hongkong Bambu masih laku untuk Scafolding kala bangun Gedung Tinggi....saya tetap Tak memihak orang yg bangun tol pake bambu...tapi Anggaran kan harus keluar....wkwkwk....yg nunggu anggaran sudah siap dengan ember ....wkwkw

Jokosp Sp

Kalau Abah peka, peka dg penderitaan rakyat kecil maka Abah harus masuk ke sisi utara kawasan perkampungan Semarang Demak itu. Tanah hilang, rumah hilang, penghasilan harian hilang, apalagi coba yg lebih dari penderitaan itu. Kalau pabrik pabrik itu mungkin keluhannya sudah sampai di Abah karena kedekatan sesama pengusaha. Tapi yg wong cilik itu looooohhhh. Setahun bisa berkali kali kena rob. Untuk bermimpi indahpun tidak bisa krn ada yg tiba tiba dg ganas datang dan meluluh lantakkan seisi rumah. Mengangkat seisi rumah dan menenggelamkannya. Itu sudah puluhan tahun dialaminya. Dan yg dipunyai cuma satu do'a.

Fiona Handoko

selamat pagi bp thamrin, bung mirza, bp agus, bp dg, ka nimas, bp mul dan teman2 rusuhwan. membaca berita di detik. com. "dugaan korupsi sppd dprd riau diusut. ada temuan 35 ribu tiket pesawat fiktif." jika dilihat harga tiket pekan baru ke jakarta yg berkisar harga rp 1 juta an. berarti kerugian negara "hanya" 35 em. kecil lah bila dibandingkan dengan kerugian telkomsel berinvestasi di goto. yaa tidak tahu juga, kalau tiket fiktifnya ternyata mirip tiket yg dibeli mantan sesuatu. bisnis class rute pekan baru - jakarta - los angeles. tapi dengan adanya kasus ini. kita jadi tahu. ternyata ada bakat terpendam di kantor sekretariat dprd riau. menjadi penulis skenario perjalanan dinas.

Fiona Handoko

selamat pagi teman2 rusuhwan. "titip komen ini ya pak. JOKOWI MINTA MAAF. presiden pun perlu minta maaf. namanya juga manusia. pasti ada salahnya. wajar. tentu sebagai rakyat yg dipimpin oleh pak presiden. saya pun memaafkan beliau. orang yg minta maaf. jelas akan saya maafkan. lha wong yg memblokir akun saya aja sudah saya maafkan tanpa diminta kok. sekarang yg penting. saya tidak kritik pipi tembemnya lagi. mungkin yg memblokir bukan bpk 'mantan tembem'. tapi orang2 nya. saya sih gpp diblokir. beneran. malah saya bisa save banyak waktu. time is money. yg penting saya tidak diblokir gusti allah. semoga semua umat bahagia. salam shalom rahayu. " demikian komen dari bpk prof pry untuk chdi hari ini

Beny Arifin

Disuatu senja yang indah. + Mas mas tahlilan mas - Nggak mas, makasih + Qunut mas - Mas nya aja deh, makasih + Ijin tambang mas - Menarik juga tuh...

Mirza Mirwan

Sayung. Nama kecamatan itu selalu mengingatkan pada cerita yang menggelikan sekaligus memilukan, yang terjadi pada pertengahan 1998. Zaman krisis moneter. Ada dua tukang becak yang biasa msngkal di depan Pasar Sayung. Sebut saja Tono, usia 23, masih lajang. Satunya lagi Parno, 36, sudah punya dua anak, yang sulung diterima di SMP. Parno pusing. Tenggat waktu bayar uang pangkal si sulung tinggal 2 hari lagi. Uangnya masih kurang 90 ribu. Mana tarikan sepi. Singkat cerita, lewat tengah hari, ketika pasar mulai sepi, terlontar dari mulut Parno keluhan berikut ini: "Duh Gusti...., kalau ada yang mau ngasih seratus ribu, saya mau disuruh lari telanjang sambil nyanyi Garuda Pancasila dari sini ke pertigaan Genuk," katanya dalam bahasa Jawa. Jarak Pasar Sayung-Genuk sekitar 7 km. "Tenané?" tanya Tono --- yang bener!. "Sumpah, No. Bener!" kata Parno. "Ya sudah, Om. Aku yang bayar!" kata Tono. Begitulah. Di tengah kemarau yang terik siang itu Parno melepas kaus dan celana, menaruhnya di jok becak Tono. Mulaila Parno lari telanjang di ikuti Tono yang mengayuh becah di belakangnya. "Garuda Panca....sila...."Parno menyanyi. "Èngèk-èngèk," sahut Tono. Seterusnya tiap Parno mendendangkan satu baris selalu disahut "èngèk-èngèk" oleh Tono. Mungkin baru sekitar 2 km Parno lari kebetulan ada personel Polsek Sayung yang tak sedang dinas lewat. Pak polisi hapal kedua tukang becak itu. "Apa-apaan sih kalian ini?" tanya polisi.

Mirza Mirwan

Sayung. Nama kecamatan itu selalu mengingatkan pada cerita yang menggelikan sekaligus memilukan, yang terjadi pada pertengahan 1998. Zaman krisis moneter. Ada dua tukang becak yang biasa msngkal di depan Pasar Sayung. Sebut saja Tono, usia 23, masih lajang. Satunya lagi Parno, 36, sudah punya dua anak, yang sulung diterima di SMP. Parno pusing. Tenggat waktu bayar uang pangkal si sulung tinggal 2 hari lagi. Uangnya masih kurang 90 ribu. Mana tarikan sepi. Singkat cerita, lewat tengah hari, ketika pasar mulai sepi, terlontar dari mulut Parno keluhan berikut ini: "Duh Gusti...., kalau ada yang mau ngasih seratus ribu, saya mau disuruh lari telanjang sambil nyanyi Garuda Pancasila dari sini ke pertigaan Genuk," katanya dalam bahasa Jawa. Jarak Pasar Sayung-Genuk sekitar 7 km. "Tenané?" tanya Tono --- yang bener!. "Sumpah, No. Bener!" kata Parno. "Ya sudah, Om. Aku yang bayar!" kata Tono. Begitulah. Di tengah kemarau yang terik siang itu Parno melepas kaus dan celana, menaruhnya di jok becak Tono. Mulaila Parno lari telanjang di ikuti Tono yang mengayuh becah di belakangnya. "Garuda Panca....sila...."Parno menyanyi. "Èngèk-èngèk," sahut Tono. Seterusnya tiap Parno mendendangkan satu baris selalu disahut "èngèk-èngèk" oleh Tono. Mungkin baru sekitar 2 km Parno lari kebetulan ada personel Polsek Sayung yang tak sedang dinas lewat. Pak polisi hapal kedua tukang becak itu. "Apa-apaan sih kalian ini?" tanya polisi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Komentar: 23

  • Sri Wasono Widodo
    Sri Wasono Widodo
  • Udin Salemo
    Udin Salemo
  • Jo Neca
    Jo Neca
  • ACEP YULIUS HAMDANI
    ACEP YULIUS HAMDANI
  • alasroban
    alasroban
  • ACEP YULIUS HAMDANI
    ACEP YULIUS HAMDANI
  • siti asiyah
    siti asiyah
  • Lègég Sunda
    Lègég Sunda
  • bitrik sulaiman
    bitrik sulaiman
  • Gregorius Indiarto
    Gregorius Indiarto
  • Gregorius Indiarto
    Gregorius Indiarto
    • Amat K.
      Amat K.
  • Er Gham
    Er Gham
  • Rizal Falih
    Rizal Falih
  • Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
    Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
  • DeniK
    DeniK
  • Echa Yeni
    Echa Yeni
    • Echa Yeni
      Echa Yeni
  • M.Zainal Arifin
    M.Zainal Arifin
    • M.Zainal Arifin
      M.Zainal Arifin
  • Mahmud Al Mustasyar
    Mahmud Al Mustasyar
    • M.Zainal Arifin
      M.Zainal Arifin