DPR Disentil, Rapat Revisi UU TNI di Hotel Mewah Jadi Contoh Buruk untuk Rakyat

DPR Disentil, Rapat Revisi UU TNI di Hotel Mewah Jadi Contoh Buruk untuk Rakyat

Keputusan DPR RI dan pemerintah menggelar rapat pembahasan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di sebuah hotel mewah menuai kritik tajam.-Moch Sahirol-Harian Disway

JAKARTA, DISWAY.ID – Keputusan DPR RI dan pemerintah menggelar rapat pembahasan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di sebuah hotel mewah menuai kritik tajam.

Publik menilai langkah tersebut tidak mencerminkan kepedulian terhadap kebijakan efisiensi yang sedang digaungkan pemerintah.

Pengamat Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Profesor Lili Romli, menilai bahwa keputusan ini justru mencederai citra pemerintah.

BACA JUGA:Kapuspen Jawab Pro Kontra Perpanjangan Batas Usia Prajurit dalam Revisi UU TNI, Singgung Regenerasi

Menurutnya, DPR sebagai wakil rakyat seharusnya menjadi contoh dalam menerapkan kebijakan efisiensi, bukan justru melakukan pemborosan anggaran.

"Mestinya, di tengah kebijakan efisiensi yang dicanangkan pemerintah, rapat tersebut tidak dilakukan di hotel mewah," ujar Lili saat dikonfirmasi, Minggu 16 Maret 2025. 

BACA JUGA:Rektor UI Jelaskan Alasan Hanya Beri Sanksi ke Bahlil Berupa Revisi Disertasi Bukan Membatalkannya: Kami Membina Bukan Membinasakan

Ia menegaskan bahwa tidak ada urgensi bagi DPR untuk menggelar rapat di hotel mewah, apalagi ketika publik tengah menyoroti pengelolaan anggaran negara.

"Sebagai wakil rakyat, harusnya mereka memberikan teladan yang baik. Jika pemerintah menggaungkan efisiensi, DPR juga seharusnya menyesuaikan," tegasnya.

Menurutnya, rapat-rapat semacam ini bisa dilakukan di tempat yang lebih sederhana dan tidak membebani keuangan negara.

BACA JUGA:Bahlil Ikhlas Terima Sanksi UI, Janji Bakal Revisi Disertasi Tak Perlu Mengulang dari Awal

"Rapat di hotel mewah sebenarnya tidak ada urgensinya. Bukan di hotel pun, pembahasan tetap bisa berjalan," imbuhnya.

Keputusan DPR RI ini semakin memperkuat anggapan bahwa efisiensi anggaran hanya berlaku untuk rakyat, sementara pejabat tetap menikmati fasilitas mewah.

Kritikan keras dari berbagai pihak mencerminkan kekecewaan publik terhadap kebijakan yang dinilai tidak berpihak kepada prinsip penghematan negara.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads