Tunjangan DPR Capai Rp50 Juta, Pakar: Aspirasi Publik Hanya Ditampung untuk Redam Kritik
Tunjangan anggota DPR yang mencapai Rp50 Juta jadi sorotan meski DPR menerima kritik masyarakat-Disway.id/Fajar Ilman-
JAKARTA, DISWAY.ID - Isu mengenai tunjangan gaji DPR kembali mencuat dan menjadi sorotan publik setelah adanya polemik tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Publik mempertanyakan urgensi serta proporsionalitas angka tersebut, apalagi di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang belum sepenuhnya stabil.
BACA JUGA:Prabowo Apresiasi Pembangunan 100 Sekolah Rakyat: Ini Diluar Dugaan Saya
BACA JUGA:Gen Z Rentan Menganggur, PalmCo Perkuat Peluang Kerja Via Magang
Salah satu tanggapan datang dari Lucius Karus, peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), yang menyebut bahwa sikap Ketua DPR RI Puan Maharani hanya terkesan sebagai respons sementara untuk meredakan keresahan masyarakat.
"Janji Ketua DPR untuk mendengarkan masukan publik terkait tunjangan rumah Rp50 juta kayaknya sih lebih untuk meredakan kritikan saja. Apalagi janji hanya untuk mendengarkan, tidak ada jaminan sama sekali apa yang didengar itu akan diperjuangkan. Ya kelihatan kalau janji itu memang sekedar meredam kritikan saja," kata Lucius, Jumat 22 Agustus 2025.
Lucius juga menyoroti sikap DPR yang tidak menunjukkan indikasi adanya kesalahan dalam pemberian tunjangan fantastis tersebut.
Menurutnya, langkah tersebut menunjukkan jarak antara DPR sebagai lembaga wakil rakyat dengan realitas kehidupan masyarakat luas.
"Mereka justru berupaya membenarkan, merasionalisasi keputusan tunjangan perumahan yang dikritik publik itu. Ya jadi jelas bahwa janji mendengarkan kritikan itu tak dibarengi dengan kemauan untuk mengakui kebenaran dalam gelombang kritikan publik itu," tegasnya.
Dalam konteks ini, tunjangan gaji DPR menjadi sorotan utama karena nominal yang dinilai sangat jauh dari rata-rata penghasilan rakyat.
Lucius mengingatkan bahwa seharusnya DPR lebih peka dan tidak menjadikan posisi mereka sebagai kasta elite yang terpisah dari rakyat.
"Wakil rakyat boleh mendapatkan gaji dan tunjangan, tetapi ya tak boleh berjarak ekstrem dari rakyat. Gaji dan tunjangan wakil rakyat harus merupakan cermin dari pendapatan rakyat secara umum. Kalau patokannya adalah pendapatan rakyat, maka kritikan publik soal tunjangan ini tak bisa dijawab DPR dengan pembenaran, tetapi permohonan maaf," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: