Memahami Nyeri: Gejala, Jenis, hingga Dosis Paracetamol untuk Meredakannya
Prof. Yusak Mangara Tua Siahaan, Chairman Siloam Neuroscience Summit sekaligus neurolog dengan subspecialist neurological pain--Istimewa
JAKARTA, DISWAY.ID - Nyeri adalah pengalaman yang hampir semua orang pernah rasakan.
Meski sering dianggap sekadar keluhan fisik, nyeri sebenarnya jauh lebih kompleks.
Ia melibatkan otak, emosi, hingga kondisi psikologis seseorang.
Bahkan, kadang keluhan seperti mudah lupa atau sulit fokus bisa terkait dengan proses gangguan pada otak yang juga berhubungan dengan nyeri.
BACA JUGA:Kisah Pejuang Kanker Multiple Myeloma, Awal Mula Rasakan Nyeri yang Tak Disangka
Nyeri sebagai Gejala, Bukan Penyakit
Satu hal penting: nyeri bukan penyakit, melainkan gejala.
Artinya, nyeri memberi sinyal bahwa ada sesuatu yang salah pada tubuh.
Misalnya, sakit gigi memang bisa diredakan dengan obat pereda, tapi penyebab utama—gigi berlubang atau infeksi—tetap harus ditangani.
Hal yang sama berlaku untuk nyeri sendi, sakit kepala, atau nyeri pascaoperasi.
Prof. Yusak Mangara Tua Siahaan, Chairman Siloam Neuroscience Summit sekaligus neurolog dengan subspecialist neurological pain, menekankan bahwa:
“Nyeri tidak boleh dianggap sepele. Ia adalah sinyal dari tubuh agar kita segera mencari tahu penyebabnya. Mengobati hanya dengan pereda rasa sakit tanpa mengatasi sumber masalah bisa berbahaya dalam jangka panjang," katanya kepada wartawan.
BACA JUGA:Tak Perlu Khawatir Nyeri Lama Setelah Operasi Wasir, Kini Ada Teknologi Terbaru yang Lebih Nyaman
Dua Kategori Besar Nyeri
Secara medis, nyeri terbagi menjadi dua kelompok utama:
1. Nyeri Nociceptive
Terjadi akibat kerusakan jaringan. Contohnya nyeri sendi, nyeri setelah operasi, atau sakit gigi.
2. Nyeri Neuropatik
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: