Dari Tradisi ke Standar Industri Obat Herbal Global : WHO-IRCH Apresiasi Ekosistem Jahe Merah Bintang Toedjoe

Dari Tradisi ke Standar Industri Obat Herbal Global : WHO-IRCH Apresiasi Ekosistem Jahe Merah Bintang Toedjoe

dr. Inggrid Tania, Ketua Perkumpulan Dokter Pengembangan Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) juga menyatakan hal ribuan tumbuhan sudah dimanfaatkan sebagai pengobatan herbal sejak zaman nenek moyang.-dok disway-

Tidak heran jika jahe merah sering dimanfaatkan untuk meredakan mual karena masuk angin dan meningkatkan daya tahan tubuh.

Selain itu, sebuah penelitian "Phytotherapy Research" menunjukkan bahwa jahe merah memiliki potensi dalam mengurangi gejala arthritis karena sifat anti-inflamasinya.

Dari sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal "Journal of Ethnopharmacology" menemukan bahwa ekstrak jahe merah memiliki efek antidiabetes dan dapat membantu mengontrol kadar gula darah.

Tantangan Industri Herbal Jahe Merah Lokal dan Global Satu jenis herba saja sudah terbukti memiliki segudang manfaat, apalagi herba lainnya. Pasar obat herbal Indonesia pun berkembang, mulai dari usaha kecil hingga industri skala besar.

Standarisasi obat herbal di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) untuk memproduksi obat herbal yang sesuai dengan standar nasional. Berbagai pengujian dilakukan untuk memastikan kualitas, keamanan, dan manfaat bagi konsumen.

BACA JUGA:BLACKPINK Comeback di GBK: Polda Metro Jaya Turunkan 1.500 Personel Gabungan, Begini Rekayasa Lalin

BACA JUGA:7Omai Buka Toko Resmi Pertama di Indonesia, Semakin Dekat dan Bangun Koneksi Nyata Untuk Konsumen

Di acara yang sama, dr. Inggrid menjelaskan tiga aspek yang harus dipenuhi, yaitu autentisitas, bahwa produk asli benar – misalnya memang pakai jenis jahe merah dan bukan jenis lain; kemurnian, yang berarti tidak terkontaminasi logam berat, mikroba, dan sebagainya; serta mutu, untuk menentukan taraf kualitas kandungan zat aktif dalam bahan.

“Ekosistem obat herbal dari hulu sampai hilir diperlukan agar produk bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari sisi keamanan, kualitas, dan khasiat,” tutur dr. Inggrid Tania.

Ekosistem obat herbal yang terintegrasi dimulai dari kebun dengan perbenihan, budidaya bersama petani binaan, berlanjut ke proses pascapanen, ekstraksi, destilasi, hingga riset dan produk sampai ke tangan konsumen.

Dengan adanya ekosistem obat herbal yang berjalan dari hulu hingga ke hilir, sumber bahan-bahan alami yang digunakan bisa dipastikan kualitasnya sehingga mendukung traceability dan mendukung keberlanjutan (sustainability) bisnis yang selaras dengan alam.

Hal inilah yang menjadi tantangan dalam industri obat herbal dalam negeri.

“Mayoritas industri obat herbal di Indonesia belum memiliki ekosistem. Kita jadi tidak bisa trace sumber bahan baku dari mana, ditanam di mana, dan apakah ada potensi pencemaran. Permasalahan ini yang perlu kita perbaiki bersama dengan pelaku usaha, pemerintah, dan organisasi untuk memastikan standarisasi untuk daya saing global.” jelas dr. Inggrid.

BACA JUGA:Kemenkum Ajak Industri Musik Perkuat Tata Kelola dan Transparansi Royalti, Jangan Sampai Gontok-gontokan di Dalam negeri

BACA JUGA:ASIK! Nomor Kamu Bisa Jadi Penerima Saldo DANA Gratis Rp358.000 Pagi Ini Cair Lewat Fitur DANA Kaget, Berikut Cara Klaimnya

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads