Ketika Mal Sepi Dihuni Rojali dan Rohana, Mati Suri di Tengah Gemerlap Kota
Suasana di salah satu mal di Jakarta sepi tak ada pengunjung --Anisha Aprilia
“Ada program Bina yaitu belanja di indonesia aja, yang berlangsung setiap event tertentu yang kita kerjasama dengan APPBI dan Hippindo,” ujar Dewi ketika dihubungi oleh Disway, pada Rabu 29 Oktober 2025.
Tanggapan APPBI
Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alfonsus Wijaya menegaskan penutupan pusat perbelanjaan di Indonesia saat ini masih sangat kecil jumlahnya dibandingkan dengan mal-mal baru ataupun mal yang ramai dan tetap sukses beroperasi.
Menurutnya, persepsi publik bahwa banyak mal gulung tikar tidak mencerminkan situasi di lapangan saat ini.
“Banyak sekali pusat perbelanjaan yang tingkat kunjungannya sangat tinggi, bahkan sangat padat setiap akhir pekan atau hari libur,” ujarnya.
Alfonsus menjelaskan, fungsi utama pusat perbelanjaan sejak lama sudah tidak lagi sekadar sebagai tempat belanja, terutama di kota-kota besar. Mal, katanya, kini dituntut menghadirkan nilai tambah selain transaksi ritel.
“Jika pusat perbelanjaan hanya mengedepankan fungsi belanja maka akan langsung berhadapan dengan e-commerce,” tuturnya.
Ia mengatakan pascapandemi COVID-19 terjadi perubahan perilaku. Saat pembatasan dicabut, yang pertama dicari masyarakat bukanlah aktivitas belanja, melainkan kebutuhan bersosialisasi secara langsung setelah tiga tahun terbatas.
“Selama pandemi, keperluan belanja sudah tergantikan oleh e-commerce. Setelah PPKM dicabut, masyarakat mencari interaksi sosial yang dilarang sebelumnya. Pusat perbelanjaan menjadi salah satu fasilitas publik untuk itu,” katanya.
Karena itu, ia menilai mal harus mampu menyediakan ruang dan fasilitas interaksi sosial agar tetap relevan dan tidak ditinggalkan pelanggan.
Bentuknya bisa berupa area publik, ruang komunal, fasilitas rekreasi, hingga bauran tenant yang mendukung gaya hidup.
“Pusat perbelanjaan harus memberikan journey atau experience kepada pelanggan, bukan hanya fungsi belanja,” ujarnya.
Menurutnya, keterbatasan fasilitas publik seperti taman dan area rekreasi di Indonesia membuat pusat perbelanjaan menjadi alternatif tempat bermain, bersosialisasi, dan mencari hiburan. Ia menyebut fungsi mal akan terus berubah mengikuti dinamika gaya hidup.
“Sebagai respons atas perubahan pascapandemi, pusat perbelanjaan harus dapat menjadi social connection hub. Budaya masyarakat Indonesia yang senang berkumpul menjadikan fasilitas sosial sebagai kebutuhan, dan mal harus menjawab kebutuhan itu,” kata Alfonsus.
BACA JUGA:Mensesneg: Istilah 'Rojali dan Rohana' Jadi Lecutan untuk Pemerintah Benahi Ekonomi
Lippo Mall Tetap Pede dan Bersolek
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: