Kado Hari Kartini, RUU TPKS Representasi Perjuangan Perempuan Indonesia
DPR RI sahkan penambahan otonomi baru-DPR RI-
RUU TPKS juga melakukan pembaharuan hukum, yaitu hukum acara sebelum, selama, dan setelah proses hukum.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga berpandangan, terobosan di dalam RUU ini juga terlihat pada pengaturan pelayanan terpadu terhadap korban yang dilakukan secara komprehensif oleh pemerintah, penegak hukum dan layanan berbasis masyarakat.
RUU ini juga berpusat pada kepentingan korban yang ditunjukkan oleh adanya koordinasi penyidik dengan pendamping yang hasilnya dapat dijadikan dasar penyidikan.
Selain itu, diatur pemenuhan hak korban atas dana pemulihan termasuk layanan kesehatan saat korban mendapat perawatan medis, dana penanganan korban sebelum, selama dan setelah proses hukum termasuk pembayaran kompensasi untuk mencukupi sejumlah restitusi ketika harta kekayaan pelaku yang disita tidak cukup.
”Kehadiran negara ditunjukkan dengan pemberian upaya pencegahan dan penanganan di wilayah-wilayah 3T, daerah konflik, daerah bencana dan di semua tempat yang berpotensi terjadinya tindak pidana kekerasan seksual,” kata Bintang.
Terpisah, Komnas Perempuan mengapresiasi atas progres yang ada. Terlebih sejak awal Komnas Perempuan menyerukan agar semua elemen terus mengawal untuk memastikan pengesahan RUU TPKS sesuai komitmen tersebut.
Ketua Komnas Perempuan Andi Yentriyani melalui siaran pers-nya mengatakan ada 6 elemen kunci yang menjadi dasar pemikiran payung hukum yang komprehensif telah tercermin di dalam muatan RUU TPKS hasil rumusan panitia kerja.
RUU TPKS telah mengatur antara lain tindak pidana kekerasan seksual; pemidanaan (sanksi dan tindakan), hukum acara khusus yang menghadirkan terobosan hukum acara yang mengatasi hambatan keadilan bagi korban.
Mulai dari restitusi, dana bantuan korban, pelaporan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan, dan penjabaran dan kepastian pemenuhan hak korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihan melalui kerangka layanan terpadu.
Selain pengaturan dalam RUU TPKS, RUU TPKS mengakui tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam undang-undang lainnya yang karenanya hukum acara dan pemenuhan hak korban mengacu pada RUU TPKS.
"Ini adalah sikap Komnas Perempuan sedari awal mengenai beberapa catatan penguatan hasil rumusan baik dari Komnas Perempuan maupun elemen masyarakat sipil,” jelasnya.
Ketua Panitia Kerja RUU TPKS Willy Aditya mengatakan persetujuan DPR untuk disahkannya Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi undang-undang merupakan kado peringatan Hari Kartini.
”Ini menjadi kado Hari Kartini walaupun sebelumnya kita ingin menjadikan ini kado Valentine, tapi tidak jadi,” kata Willy Aditya dalam Rapat Paripurna DPR RI.
Dia mengatakan RUU ini merupakan RUU yang berpihak dan berperspektif kepada korban. RUU ini juga menjadi payung hukum bagi aparat penegak hukum dalam penanganan kasus kekerasan seksual.
Melalui RUU ini, negara hadir memberikan rasa keadilan dan perlindungan kepada korban kekerasan seksual. Kehadiran RUU ini adalah penantian para perempuan Indonesia, anak-anak serta kaum disabilitas.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: dpr ri