Jalaluddin Rumi, Sufi Yang Menjalin Hubungan Mesra dengan Elite Politik

Jalaluddin Rumi, Sufi Yang Menjalin Hubungan Mesra dengan Elite Politik

KH Imam Jazuli Lc--

AFGHANISTAN yang kini kita kenal sebagai negara penuh teror, di jaman dahulu ia pernah memiliki putra bangsa bernana Muhammad bin Muhammad bin Husain Bahauddin al-Balkhi, atau kita kenal sebagai Jalaluddin Rumi. Ia lahir di Balkh pada tanggal 30 Desember 1207 M./604 H., dan pada tahun 1211 ia ikut ayahnya pindah ke Baghdad Irak. 

Pada usia yang ke-19 tahun, tepatnya pada tahun 623 H., ia kembali pindah ke Konya, Turki, bersama ayahnya. Di Turki inilah, Jalaluddin Rumi terkenal memiliki ilmu luas di bidang ilmu fikih mazhab Hanafi dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Rumi pun mengajar di empat madrasah sekaligus, terutama setelah ayahnya wafat pada tahun 628 H. 

BACA JUGA:Ibnu Arabi, Pengajar Cinta Kasih di Tengah Konflik

Rumi berhenti dan meninggalkan seluruh aktifitas keduniaannya pada usianya yang ke-38 tahun atau pada tahun 642 H. Ia memilih untuk menjalani riyadhah/latihan spiritual, mengarang syair dan mendengarkan musik. Beberapa karya Rumi lebih banyak ditulis dalam Bahasa Persia, sebagian kecil dalam bahasa Arab dan Turki (Inayatullah Ablagh al-Afghani, Jalaluddin Rumi Baina al-Shufiah wa Ulama al-Kalam, Dar al-Mishriah li al-Kirab, 1979: 65).

Jaluddin Rumi adalah seorang sufi yang memiliki garis darah biru. Ibunya yang bernama Mukminah Khatun adalah putri Raja Khawarizmi, Alauddin Muhammad. Sedangkan ayahanya, Bahauddin, adalah seorang sufi yang bergelar Sultanul Arifin (Raja Orang-orang yang Arifbillah). Kelurga Rumi ini terpaksa meninggalkan kota kelahirannya setelah ekspansi Mongol tiba di Khawarizmi. Keluarga Rumi pergi ke Nisapur, Persia.

Ketika tiba di Nisapur ini, Rumi bertemu dengan Fariduddin Aththar yang memberinya sebuah bukunya berjudul Asrar Nameh. Di Nisapur pula, Rumi memiliki gelar Jalaluddin. Kini namanya menjadi Muhammad Jalaluddin. Setelah Nisapur, ia dan keluarganya pindah lagi ke Syam, lalu ke Makkah untuk Haji, dan akhirnya ia pindah ke Anatolia. 

Di Anatolia inilah, Muhammad Jalaluddin menikah dengan Jauhar Khatun dan memiliki beberapa anak: Sultan Walad dan Alaudin Syalbi. Setelah istri pertamanya wafat, ia kembali menikah dan punya anak: Amir al-Ilm Syalbi dan Mulkah Khatun. Pada tahun 1228, ayah Jalaluddin rumi diminta oleh Alauddin Kaykubat (Penguasa Anatolia, (1219-1237) untuk pindah ke Konya, ibukota Saljuk. 

Di Konya, Sang Ayah mengajar di madrasah. Jalaluddin ikut. Setelah sang ayah wafat, Jalaluddin belajar pada Sayyid Burhanuddin Muhaqqiq. Ketika sang guru meinggal pada tahun 1240, Jalluddin menggantikannya mengajar. Pada tahun-tahun ini, Jalaluddin sempat pergi ke Damaskus, dan di sana ia bertemu dengan Ibnu Arabi dan mendapatkan beberapa karyanya (Muhammad Hasan A'zhami, Syua'ara al-Shufiah, Muassasah Izzuddin Beirut, 1988: 334).

Ketika sudah terkenal sebagai guru agama di Konya itulah, Muhammad Jalaluddin kembali mendapat gelar ar-Rumi. Sehingga kini lengkaplah gelarnya sebagai Jalaluddin Rumi. Di Konya, Rumi juga dekat dengan penguasa Saljuk. Kedekatan tersebut sudah terjalin sejak lama, sejak antara ayahnya dengan penguasa Anatolia. Dengan kata lain, kedekatan Rumi dengan Penguasa Saljuk hanya melanjutkan hubungan orangtuanya.

Keluarga Jalaluddin Rumi sendiri sudah sangat akrab dengan Sultan Alauddin Kaykubat. Misalnya, Sang Sultan menghadiahkan sebuah lahan luas untuk taman bagi Bahauddin Walad (Walid Alauddin, Kimia, Dar al-Syuruq, 2019: 11). Bahauddin sangat nyaman berada di bawah perlindungan dan pertolongan Kaykubat. Ia mengajar di Konya hingga tiba ajanya pada tahun 688 H.

Di taman hadian dari Sultan itulah, Bahauddin Walad, Ayah Jalaluddin Rumi, adalah orang yang dimakamkan pertama kali. Hadiah taman itu adalah bentuk cinta kasih Alauddin Kaykubat kepada Bahauddin Walad, bahkan Sang Sultan sangat menghormatinya dan berbaiat menjadi pengikut Bahauddin Walad (Ahmad Nuri An-Nuaimi, Turkiya Baina al-Mawrus al-Islami wa al-Ittijah al-Ilmani, Zahran Mesir, 2016: 81).

Kemudian, setelah sang ayah wafat, Jalaluddin Rumi sendiri tinggal melanjutkan kedekatan keluarganya dengan penguasa. Sultan Alauddin Kaykubat memberikan perlindungan dan bantuan yang cukup besar bagi kepentingan pendidikan yang Rumi jalankan. Misalnya, Alauddin Kaykubat memberikan salah satu madrasah di Konya kepada Rumi, agar Rumi bisa mengajar di Madrasah tersebut (Arkin Rhamat Allah Yif, Al-Hadharah al-Islamiah fi Tajikistan, Organisasi Islam untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan, ICESCO, 1998: 118).

Jalaluddin Rumi dianggap pendiri sebagai Tarekat Mawlawiah oleh para pengikutnya. Para murid tarekat Mawlawiah ini tidak saja umat muslim, melainkan juga umat agama-agama lain, baik Nashrani maupun Yahudi (Yusuf Abul Hajja, Sultanul Arifin Jalaluddin Rumi, al-Dar al-Dzahabiah li an-Nasyr wa at-Tawzi' Mesir, 2018: 14). Jadi, tarekat ini teruntuk seluruh umat beragama.

Ajaran-ajaran Rumi tertuang dalam kitabnya "Matsnawi", yang berisi cerita-cerita kehidupan sehari-hari, bimbingan spiritual, dan hikmah-hikmah Qurani. Rumi menjadikan  musik dan puisi sebagai jalan menuju Allah. Musik dapat membawa seorang salik mengenal dan terhubung pada Allah. Dari ajaran inilah, lahir tarian Rumi. Para darwish memilih diam tatkala mereka mendengarkan musik, sebagai bentuk perjalanan ruhami mereka (Salim Husain Amir, Al-Musiqi wa Syi'ru al-Hubb fi al-Fikr al-Shufi, Maktabat Jazīrat al-Ward Kairo, 2013: 169). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: