Mantan Dirut Garuda Jadi Tersangka 2 Kasus Korupsi di Kejagung dan KPK, Pakar Hukum: Ini Berlaku Ne Bis In Idem

Mantan Dirut Garuda Jadi Tersangka 2 Kasus Korupsi di Kejagung dan KPK, Pakar Hukum: Ini Berlaku Ne Bis In Idem

Ilustrasi korupsi -ist -raselnews.com

JAKARTA, DISWAY.ID-- Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda, Emirsyah Satar sebagai tersangka korupsi Garuda yang disebut telah merugikan negara hingga Rp 8,8 triliun.

Diketahui Emirsyah Satar menjadi tersangka korupsi terkait pengadaan dan sewa pesawat CRJ 1000 serta ATR 72-600. 

BACA JUGA:Pakar Hukum Pidana UPH Sebut Bentrokan Pulau Rempang Tidak Ada Pelanggaran HAM

Sama seperti kasusnya di KPK, Emirsyah Satar ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung bersama mitra bisnisnya, Soetikno Soedarjo selaku Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA).

Dua kasus korupsi yang menyeret eks Dirut PT Garuda Indonesia di KPK dan Kejagung tersebut pun menjadi sorotan. 

Pasalnya, perkara yang ditangani baik di KPK maupun Kejagung dinilai saling beriringan dan diduga dalam kasus ini berlaku Ne Bis In Idem, yakni kesamaan dalam objek perkara atau dengan kata lain terjadi pengulangan kasus.

BACA JUGA:Status Pulau Rempang Bukan Tanah Adat Diungkap Pakar Hukum Pertanahan, Pengamat Kebijakan Publik: Janji Kampanye Presiden 2019 Jadi Bumerang

Terkait hal ini, pakar hukum pidana yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar turut angkat bicara dan menjelaskan bahwa kasus ini berujung pada gratifikasi

"(Terkait kasus Emirsyah Satar) sebenarnya bisa disimpulkan begini, dari keseluruhan perbuatan itu oleh KPK disimpulkan bahwa berujung pada atau berinti pada gratifikasi,” ujar Abdul Ficar Hadjar di Jakarta Minggu 15 Oktober 2023.

“Penerimaan yang dilakukan oleh seseorang berkaitan dengan jabatannya yang kemudian itu juga dikualifikasi sebagai bagian dari tindak pidana korupsi,” tambahnya. 

BACA JUGA:Pakar Hukum Pertanahan: 'Pulau Rempang Bukan Pemukiman Tanah Adat, Tapi Kawasan Hutan!'

“Yang harus dipertanyakan adalah mengapa KPK ketika dulu mengusut pertama tidak fokus pada perbuatan yang sekarang diadili atau diambil alih oleh kejaksaan," ungkapnya.

Abdul Ficar mengatakan jika kasus tersebut dirunut kembali dari awal maka perbuatan Emirsyah Satar menjadi penyalahgunaan kewenangan atau perbuatan melawan hukum yang menguntungkan pribadi dan merugikan negara, maka mau tidak mau menjadi pengulangan atas apa yang sudah dilakukan oleh KPK.

"Yang jadi pertanyaannya kan kenapa KPK dulu tidak menuntut dengan pasal 2 atau pasal 3 UU Korupsi tapi lebih memilih pada pasal-pasal gratifikasi yang dilakukan oleh KPK. Nah itu yang menjadi pertanyaan besar sebenarnya itu," jelas Abdul Ficar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: