Pakar Hukum Pertanahan: 'Pulau Rempang Bukan Pemukiman Tanah Adat, Tapi Kawasan Hutan!'
Pakar Hukum Pertanahan: 'Pulau Rempang Bukan Pemukiman Tanah Adat, Tapi Kawasan Hutan!'-tangkapan layar-
JAKARTA, DISWAY.ID-- Permasalahan Eco City Rempang beberapa hari terakhir ini menjadi sorotan masyarakat Indonesia, dikarenakan minimnya pengetahuan masyarakat terkait fakta-fakta yang belum terungkap ke publik sehingga memicu beredarnya hoaks atau berita bohong berbau SARA.
Bahkan Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto menjelaskan bahwa tanah seluas 17.000 hektare di Pulau Rempang sebagian besar merupakan kawasan hutan dan tidak ada hak atas tanah di atasnya.
BACA JUGA:Penangguhan 8 Pemuda Rempang Disambut Upacara Tolak Bala dan Dapat Gelar Panglima
Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum Pertanahan, Dr. Ir. Tjahjo Arianto S.H., MHum, menyebut bahwa Pulau Rempang adalah hutan yang digarap oleh masyarakat penggarap dan bukan tanah adat.
"Maka harus dibedakan, disitu Rempang itu kan sebagian besar adalah bekas hutan dan bekas HGU. Jadi bukan pengakuan kepemilikan, tapi pengakuan dia telah menggarap, walaupun penggarapan (perkebunan, peternakan) itu ya illegal," ujar Tjahjo kepada wartawan, Senin 18 September 2023.
Termasuk soal tanah uliyat atau adat, Tjahjo mengatakan bahwa belum ada dasar hukum yang tegas terkait apa saja yang membuat sah keberadaan pemukiman tanah adat di Pulau Rempang.
BACA JUGA:Janji Bahlil Lahadalia Pada Warga Rempang Setelah Rapat 3 Menteri dengan PB Batam
"Kalau aturan yang tegas belum ada, hakikatnya kalau hukum ada yang namanya logika hukum. Kalau mereka menggarap tanah itu turun menurun, tinggal disitu turun menurun, itu bisa dikatakan masyarakat adat. Tapi harus diteliti dan dan di cek kembali hutan dilepaskan tahun berapa kepada para penggarap. Ini tanggung jawab Walikota Batam," paparnya.
Tjahyo juga menambahkan juga bahwa tidak ada istilah tanah milik negara, adanya milik pemerintah sebagai pengelola negara.
Semua wilayah Batam itu direncanakan akan menjadi milik pemerintah dibawah pengelolaan BP Batam, dengan ciri-cirinya BP Batam diberi Hak Pengelolaan Lahan (HPL).
“Jadi bila BP Batam itu mengajukan kerjasama dengan investor, maka investor akan dapat Hak Guna Bangunan (HGB) diatas HPL, Artinya pemilik tanah tetap pemerintah dalam hal ini wilayah Batam,” jelasnya.
Tjahyo menuturkan bahwa pendudukan oleh masyarakat Pulau Rempang ini tidak serta-merta menjadikan masyarakat tersebut menjadi pemilik tanah dimaksud.
Menurutnya kasus Kampung Tua ini berbeda dengan pendudukan yang dilakukan masyarakat Pulau Rempang atas bekas perkebunan HGU.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: