Penghasilan Orang Stunting 22 Persen Lebih Rendah dari yang Tidak Stunting, 19 Juta Orang Terancam Kelaparan di 2045

Penghasilan Orang Stunting 22 Persen Lebih Rendah dari yang Tidak Stunting, 19 Juta Orang Terancam Kelaparan di 2045

Penghasilan orang stunting 22 persen lebih rendah dari yang tidak stunting,-Istimewa-

JAKARTA, DISWAY.ID - Kepala BKKBN, dokter Hasto, mengatakan pendapatan orang yang stunting lebih rendah dari mereka yang tidak stunting.

Hal ini berpengaruh pada tingkat kesejahteraan dan pendapatan perkapita daerah. Terlebih pada bonus demografi yang periodenya sedang berlangsung di Indonesia saat ini.

“Pendapatan orang yang stunting selisih 22% dibandingkan orang yang tidak stunting. Oleh karena itu, bagaimana menanggung orangtuanya kalau anaknya saja stunting. Inilah masalah,” jelas dokter Hasto ketika menjadi pembicara kunci pada Rakerda Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Bengkulu, Rabu (08/05/2024), di Mercure Hotel Bengkulu.

BACA JUGA:BKKBN Sosialisasi Penurunan Stunting Anak, Hamil di Atas Usia 35 Tahun Berisiko Tinggi

“Sekarang ini sekolah vokasi, dan kesempatan kerja (dapat) menurunkan stunting. Kalau tidak, nantinya yang ditanggung generasi muda adalah para orangtua yang populasinya merupakan generasi stunting,” tambahnya.

Dokter Hasto mengungkapkan bahwa kualitas SDM adalah kunci keberhasilan pemanfaatan bonus demografi.

Sebaliknya, bila kualitas SDM di Indonesia rendah, beban orang-orang tua yang akan ditanggung generasi muda akan semakin besar.

“Orangtua yang memenuhi populasi ini adalah wanita yang lebih banyak dari laki-laki karena perempuan  panjang umurnya. Sehingga populasi orangtua berstatus janda lebih banyak daripada laki-laki. Miskin ekstrim juga akan didominasi oleh janda-janda. Karena janda-janda itu unmodifiable - tidak bisa diubah. Karena janda yang sudah terlanjur tua tidak bisa diubah jadi produktif karena pendidikannya rendah,” terang dokter Hasto.

Dokyer Hasto mengatakan, puncak bonus demografi di Provinsi Bengkulu  sudah terjadi tahun 2020 lalu dan bervariasi pada masing-masing kota dan kabupaten.

BACA JUGA:Stunting dan Penyakit Tak Menular Jadi Fokus Jokowi, 330 Ribu Orang Meninggal karena Stroke

Ia mendorong para kepala daerah di Bengkulu untuk segera memanfaatkan bonus demografi saat ini  sebelum terlambat. 

Dari paparan dokter Hasto, diketahui bahwa jumlah pemakaian KB di beberapa kota dan kabupaten ternyata menjadi perhatian dokter Hasto. Ini karena KB berkontribusi menurunkan stunting.

“Ada risiko keluarga yang stunting. Ini kalau KBnya bagus, risiko stuntingnya  turun. Tapi ini ada yang anomali, di kota Bengkulu  pemakaian KB nya rendah tapi stunting justru turunnya bagus. Ini terjadi karena ada gerakan untuk memberikan makanan melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dengan anggaran Baznas,” jelasnya.

Dokter Hasto juga menginformasikan bahwa Indeks Kebahagiaan di Bengkulu tergolong lumayan baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: