Penghasilan Orang Stunting 22 Persen Lebih Rendah dari yang Tidak Stunting, 19 Juta Orang Terancam Kelaparan di 2045
Penghasilan orang stunting 22 persen lebih rendah dari yang tidak stunting,-Istimewa-
"Naik pesat. Tenteram, Bahagia, Kota Bengkulu menduduki indeks kebahagiaan paling baik di Provinsi Bengkulu,” ujarnya.
Upaya Pemerintah Daerah
Sementara itu, Wakil Gubernur Wagub Bengkulu, Dr. H. Rosjonsyah Syahili Sibarani, S. Sos, M. Si, yang juga memberikan sambutannya menekankan pentingnya konvergensi pusat ke daerah untuk bersama menurunkan prevalensi stunting. Salah satu yang dilakukan adalah selalu memperbaharui data penerima bansos dan Program Keluarga Harapan (PKH).
“Ada kenaikan 4% (stunting di Provinsi Bengkulu). Ini harus perlu strategi. Tidak bisa kita sendiri. Ada TNI, Polri kita angkat jadi BAAS, Babinsa juga turun ke bawah, intervensi kita bersama turunkan angka prevalensi stunting. Saya masih optimis target yang bisa dikejar apabila kita secara konvergensi dari pusat ke daerah betul-betul turun," ujar Wagub.
Ia pun memberikan apresiasi bagi empat daerah yang stuntingnya berhasil turun dan mendorong daerah-daerah yang jumlah stuntingnya naik agar segera melakukan program terobosan.
“Ada empat daerah yang turun. Bengkulu, Rejang Lebong, Kepahiang, Bengkulu Utara. Yang lainnya tidak. Rejang Lebong padahal kaya sayur mayur. Saya nggak percaya. Nanti kita akan cari tahu (turun langsung ke lapangan),” tegasnya.
“Target kita tahun ini harus 12,9%. Kita secara bersama akan turun ke bawah, mengintervensi bersama, menemui para bupati dan wakil bupati sebagai tim pelaksananya," jelas Wagub.
BACA JUGA:BKKBN Umumkan Data Hidup Untuk Atasi Stunting, Kemiskinan dan Sosial Ekonomi
Wagub mengindikasikan terjadi kesalahan data (terkait hasil survei). Diduga, data yang diinput belum diupdate. "Memberikan bansos dan PKH, tapi datanya masih yang dulu. Yang kaya makin kaya. Yang miskin makin miskin. Yang kaya dapat bantuan, yang miskin tidak. Jadi, perlu di update lagi,” ungkapnya.
Perubahan Iklim, Pangan, dan Stunting
Sementara itu, Direktur Eksekutif Akar Foundation, Erwin Basrin, dalam sambutannya pada kesempatan yang sama mengaitkan betapa perubahan iklim dan stunting saling keterkaitan.
Berdasarkan riset Asian Developmemt Bank (ADB), akibat perubahan iklim terjadi penurunan sampai 44% produksi pangan. Dari prediksi ADB itu, di 2045 ada 19 juta orang Indonesia kelaparan lantaran penurunan sumber pangan. Hal ini membebani upaya pemerintah menggapai Indonesia Emas di tahun 2045.
Akar Foundation menemukan fakta bahwa di tahun 2018 masyarakat yang mendapat lahan di Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahiang mengalami situasi 'hidden hunger' yang ujungnya memunculkan kasus stunting.
“Jadi, banyak tanaman yang ditanam petani bukan tanaman pangan. Tapi komoditas untuk pasar. Di bagian timur Bengkulu mereka tanam kopi. Di utara Bengkulu mereka tanam sawit. Aktivitas yang tadinya harusnya memproduksi pangan, tidak terjadi. Ini disebut dengan fenomena hidden hunger,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: