Menyingkap Akar Politik Paternalistik di Indonesia: Sebuah Tantangan Bagi Demokrasi

Menyingkap Akar Politik Paternalistik di Indonesia: Sebuah Tantangan Bagi Demokrasi

Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Dr. Antonius Benny Susetyo-BPIP-

Kekeluargaan mencerminkan ikatan emosional dan dukungan yang kuat antara anggota keluarga atau komunitas. Namun, kedua nilai ini dapat dengan mudah disalahgunakan. Gotong-royong, misalnya, bisa digunakan untuk melakukan penyelewengan ketika anggota masyarakat bekerja sama untuk melindungi tindakan korupsi atau nepotisme. Kekeluargaan bisa menjadi alasan untuk memberikan perlakuan istimewa kepada kerabat atau teman dekat, mengabaikan prinsip-prinsip meritokrasi dan keadilan.

Meritokrasi adalah sistem di mana individu diberi kesempatan dan posisi berdasarkan kemampuan dan prestasi, bukan berdasarkan hubungan kekeluargaan atau kedekatan dengan kekuasaan. Di Indonesia, implementasi meritokrasi masih menghadapi banyak tantangan.

Salah satu contoh yang jelas adalah gagasan Presiden Jokowi tentang kabinet meritokrasi. Meskipun niat awalnya baik, praktek di lapangan sering kali berbeda. Banyak posisi penting masih diisi oleh orang-orang yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan, bukan berdasarkan kemampuan dan prestasi. Menurut Immanuel Kant, etika adalah kewajiban untuk menjalankan yang baik dan menghindarkan yang buruk. Dalam konteks ini, kita harus membangun ekosistem etika dalam penyelenggaraan negara. Etika harus menjadi standar moral yang dipegang teguh oleh para pemimpin.

BACA JUGA:Hilangnya Rasa Keadilan

Pelanggaran etis harus mendapatkan sanksi yang berat, baik sanksi sosial maupun sanksi pada dirinya sendiri.  Kepala negara harus menjadi role model dalam hal etika, sehingga tidak memanipulasi hukum untuk kepentingan kerabatnya atau orang-orang dekatnya. Sistem nilai yang objektif harus dibangun, sehingga seseorang mengikuti merit sistem berdasarkan rekam jejak dan profesionalisme, bukan karena hubungan atau kedekatan.

Pendidikan memainkan peran penting dalam mengubah budaya politik dan sosial. Pendidikan harus mengajarkan nilai-nilai etika, integritas, dan meritokrasi sejak dini. Generasi muda harus diajarkan untuk menghargai prestasi dan kemampuan, bukan kedekatan atau hubungan kekeluargaan.

Pelanggaran etika harus mendapatkan sanksi yang tegas, baik sanksi sosial maupun sanksi formal. Hanya dengan demikian kita bisa memastikan bahwa etika dan integritas menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara.

Masyarakat sipil juga memainkan peran penting dalam menjaga dan menegakkan etika. Masyarakat harus kritis dan aktif dalam mengawasi perilaku para pemimpin. Media massa, LSM, dan organisasi masyarakat harus berperan sebagai pengawas yang independen dan berani mengungkap pelanggaran etika. Masyarakat juga harus diberikan ruang untuk menyampaikan kritik dan protes tanpa takut akan represi.

Contoh konkret pelanggaran etika dalam pemerintahan dapat membantu kita memahami betapa pentingnya menegakkan etika dalam penyelenggaraan negara. Salah satu contoh adalah ketika seorang pemimpin menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri sendiri atau keluarganya.

Tindakan seperti ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Untuk mencabik politik paternalistik, kita harus memastikan bahwa para pemimpin memiliki kesadaran etika yang tinggi. Ini bisa dilakukan melalui pelatihan dan pendidikan yang menekankan pentingnya etika dan integritas. Selain itu, kita juga harus memiliki mekanisme yang jelas untuk menilai dan menghukum pelanggaran etika.

Salah satu masalah utama dalam politik Indonesia adalah kecenderungan untuk mencari jalan pintas. Banyak pejabat yang lebih suka menggunakan koneksi dan hubungan pribadi untuk mendapatkan posisi atau keuntungan tertentu, daripada melalui proses yang adil dan transparan.

Ini harus diatasi dengan menegakkan meritokrasi dan memastikan bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama berdasarkan kemampuan dan prestasi mereka. Masyarakat harus diberdayakan untuk memahami pentingnya etika dan integritas dalam penyelenggaraan negara. Ini bisa dilakukan melalui pendidikan, kampanye publik, dan partisipasi aktif dalam proses politik. Masyarakat yang sadar dan kritis akan lebih mampu menuntut akuntabilitas dari para pemimpin mereka.

Media massa memiliki peran penting dalam mengawasi perilaku para pemimpin dan mengungkap pelanggaran etika. Media harus independen dan berani dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas publik. Selain itu, media juga harus berperan dalam mendidik masyarakat tentang pentingnya etika dan integritas dalam penyelenggaraan negara.

LSM dan organisasi masyarakat harus aktif dalam mengawasi pemerintah dan menegakkan etika. Mereka harus memiliki kapasitas untuk melakukan penelitian dan investigasi, serta menyampaikan temuan mereka kepada publik. Selain itu, mereka juga harus berperan dalam mendidik masyarakat dan mendorong partisipasi aktif dalam proses politik.

Pendidikan harus memainkan peran sentral dalam menanamkan nilai-nilai etika dan integritas sejak dini. Kurikulum harus mencakup materi tentang etika, integritas, dan meritokrasi. Selain itu, pendidikan juga harus menekankan pentingnya partisipasi aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: