Daya Beli Masyarakat Menurun, Kemenperin Ungkap Dampaknya ke Industri

Daya Beli Masyarakat Menurun, Kemenperin Ungkap Dampaknya ke Industri

Daya Beli Masyarakat Menurun, Kemenperin Ungkap Dampaknya ke Industri-Kemenperin-

JAKARTA, DISWAY.ID-- Menanggapi fenomena lemahnya daya beli masyarakat, terutama dari mereka yang berasal dari kelas menengah, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kembali menegaskan bahwa pertumbuhan industri pengolahan memiliki kaitan yang erat dengan daya beli masyarakat.

Menurut Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, hal tersebut tercermin dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang menunjukkan penurunan hingga ke level 0,25. 

BACA JUGA:Daya Beli Masyarakat Menurun, Kemenperin Akan Soroti Dua Kebijakan Ini

BACA JUGA:Performa Industri Otomotif Menurun, Kemenperin Ungkap Pertumbuhan Pasar Domestik

Selain itu, penurunan tersebut juga diikuti oleh penurunan jumlah tenaga kerja industri, yang tampak pada terjadinya lonjakan porsi cicilan pinjaman dan penurunan porsi tabungan sehingga memperdalam fenomena 'mantab' (makan tabungan) untuk konsumsi.

"Indeks Kepercayaan Industri bulan Agustus 2024 bertahan ekspansi di 52,4 seperti IKI Juli lalu, namun melambat 0,82 poin dibandingkan Agustus 2023. Adapun IKI bulan Agustus 2023 mencapai 53,22," jelas Febri dalam keterangan resminya pada Kamis 29 Agustus 2024.

Selain itu, Febri juga menambahkan bahwa kondisi IKI bulan ini masih stabil akibat variabel pesanan baru yang mengalami peningkatan ekspansi sebesar 1,74 poin dari 52,92 menjadi 54,66, serta peningkatan ekspansi variabel persediaan produk sebesar 0,01 poin menjadi 55,54. 

Meskipun demikian, variabel produksi masih menunjukkan pendalaman kontraksi sebesar 2,90 poin menjadi 46,54.

BACA JUGA:Kemenperin: GIIAS 2024 Dongkrak Produktivitas dan Penjualan Otomotif

BACA JUGA:Sinergi PGN dan Kemenperin Bidik Potensi Pemanfaatan Gas Bumi 115 BBTUD di Kawasan Industri

Menurut Febri, kondisi ini cukup mengkhawatirkan. Pasalnya, fenomena tersebut menunjukkan bahwa perusahaan masih menghabiskan stok untuk memenuhi pesanan dan tidak diimbangi dengan penambahan produksi.

"Kondisi ini terjadi hampir di seluruh subsektor. Hanya beberapa sektor yang variabel produksinya mengalami ekspansi yaitu industri tekstil, industri kayu, industri pengolahan lainnya," kata Febri.

Febri menjelaskan, subsektor Industri Tekstil dan Industri Kertas dan Barang dari Kertas terkontraksi akibat kalah bersaingnya harga produk dalam negeri dengan produk impor yang masuk. 

Hal ini terkait dengan penurunan daya beli masyarakat yang mendorong untuk memilih konsumsi secara ekonomis. Beberapa skema kerja sama seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) juga dinilai lebih menguntungkan produsen luar negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: