Daya Beli Kelas Menengah Menurun, Ekonom Usulkan Kebijakan Pro-Kelas Menengah
Survei terbaru Inventure 2024 menunjukkan bahwa 49 persen dari kelas menengah Indonesia mengalami penurunan daya beli, sebuah peringatan yang tidak boleh diabaikan.-Bianca Khairunnisa-
JAKARTA, DISWAY.ID - Tanpa disadari, kelas menengah telah menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Bahkan, kelas menengah tercatat memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi domestik, investasi, dan inovasi.
Kendati begitu, survei terbaru Inventure 2024 menunjukkan bahwa 49 persen dari kelas menengah Indonesia mengalami penurunan daya beli, sebuah peringatan yang tidak boleh diabaikan.
Bahkan menurut data World Bank, kelas menengah di Indonesia tumbuh dari hanya sekitar 7 persen dari populasi pada tahun 2002 menjadi lebih dari 20 persen pada tahun 2022.
BACA JUGA:Layanan SIM Keliling Jakarta Hari Ini 25 Oktober 2024, Ada di 5 Lokasi!
BACA JUGA:Bye-bye Roberto Mancini! Arab Saudi Pecat Pelatihnya Sebelum Tanding Lawan Timnas Indonesia
Menurut Ekonom sekaligus Dosen Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, Achmad Nur Hidayat, masalah ini tidak hanya akan merugikan kelompok ini, tetapi juga seluruh perekonomian Indonesia jika tidak ditangani secara serius.
"Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang pro-kelas menengah untuk menyelamatkan mereka dari kemunduran ekonomi yang semakin nyata," ujar Achmad ketika dihubungi oleh Disway.Id pada Kamis 24 Oktober 2024.
Melanjutkan, Achmad menambahkan bahwa beberapa kebijakan Pemerintah juga menjadi faktor turut yang membebani kondisi kelas menengah.
Salah satunya adalah kebijakan kebijakan pajak yang tidak inklusif. Menurut Achmad, sistem pajak penghasilan saat ini membebankan tarif pajak yang lebih tinggi kepada kelas menengah tanpa memberikan insentif yang memadai.
BACA JUGA:Hasil Survei Poltracking Klaim 71.4 Persen Pemilih Anies Pilih Ridwan Kamil-Suswono
BACA JUGA:Kementerian ATR-BPN Berkomitmen Wujudkan Amanat Presiden Prabowo tentang Swasembada Pangan
Selain itu, kurangnya insentif seperti pengurangan pajak untuk biaya pendidikan dan kesehatan menjadi beban tambahan bagi kelas menengah yang terus berjuang menghadapi peningkatan biaya hidup.
"Kenaikan PPN menjadi 11 persen dan 12 persen di tahun 2025 adalah salah satunya. Padahal, mereka adalah kontributor utama bagi pendapatan negara melalui pajak penghasilan dan pajak konsumsi," pungkas Achmad.
Oleh karena itulah, Achmad menilai bahwa yang saat ini diperlukan oleh kelas menengah adalah kebijakan yang pro-kelas menengah untuk menyelamatkan mereka dari krisis ekonomi yang semakin mendalam.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: