Anak Korban Perceraian Rentan Alami Parental Abduction, Berikut Cerita Para Ibu yang Terpisah dari Buah Hati
Para ibu yang mengalami Parental Abduction. Parental abduction masih kerap terjadi di Indonesia, bahkan walaupun pihak korban adalah pemegang hak asuh.--Istimewa
Ahmad Sofian – Ahli Hukum pidana Anak dan Dosen Hukum Universitas Bina Nusantara menjelaskan putusan MK yang dituangkan dalam pasal 330 telah jelas, bahwa ayah atau ibu yang melakukan perampasan hak pengasuhan anak yang telah ditetapkan pengadilan sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum.
Jika ditemukan kasus seperti ini, tentu para penegak hukum dan lembaga yang berkaitan wajib untuk menindak tegas mereka yang melanggar.
Sayangnya, hingga saat ini implementasi nyatanya masih luput dari perhatian pemerintah dan para penegak hukum. Penculikan anak oleh orang tua kandung bukanlah masalah domestik atau masalah rumah tangga biasa, melainkan tindakan pelanggaran hukum yang perlu ditindak tegas.
BACA JUGA:Angka Perceraian ASN Pemprov DKI Cukup Tinggi, Alasannya Bikin Geleng-geleng
“Dalam kasus anak yang diculik di tengah jalan dan diselundupkan ke luar negeri, bila implementasi pasal 330 ditegakkan, mungkin penyelundupan anak keluar negeri bisa dicegah dari awal. Bahkan hingga kini kasus ini masih menggantung”, tegas Ahmad Sofian.
Trisya Suherman – Ketua Umum Moeldoko Center memaparkan bagaimana ketidakadilan masih banyak dialami perempuan di Indonesia, khususnya mereka yang mengalami Parental Abduction.
“Berdasarkan data laporan yang diterima Komnas Perempuan di tahun 2019-2023, ada sepertiga atau 93 dari total 309 kasus kekerasan yang dilakukan oleh mantan suami (KMS) terkait pengasuhan anak. Kekerasan yang dilakukan oleh mantan suami sepertiganya terkait langsung perebutan pengasuhan anak. Sementara itu, jika kita lihat lebih jauh dalam menuntut hak atas pengasuhan anak, perempuan kerap menjadi korban penundaan keadilan (delay in justice) tentu ini menjadi fenomena yang perlu menjadi perhatian kita bersama khususnya pemerintah dan penegak Hukum,” katanya.
Sayangnya yang melakukan Parental Abduction biasanya adalah pihak yang sering melakukan KDRT, dan mereka bahkan tidak mempedulikan bahwa pihak korban justru adalah yang memiliki hak asuh secara hukum.
‘Bagaimana orang yang seperti ini, jelas-jelas sering melakukan kekerasan bahkan pada orang terdekatnya, dan tidak peduli hukum bisa dibiarkan merebut, mengasuh dan membesarkan anak-anak yang suci murni? Dan bagaimana Ibu menjadi tidak sangat khawatir?”, jelas Trisya.
BACA JUGA:Pemprov DKI Terbitkan Pergub No. 2 Tahun 2025, Perketat Aturan Perceraian dan Perkawinan ASN
Kisah Korban Parental Abduction
5 orang Ibu yang mengalami Parental Abduction menjelaskan bagaimana ketidakadilan yang mereka alami.
Nur menceritakan bahwa anaknya A telah mengalami penculikan 2 kali dan telah terpisah lebih dari setahun.
Hal ini berdampak pada mental Nur sebagai pemegang hak asuh, demikian juga dengan kakak Aliya yang telah terputus komunikasi selama berbulan-bulan sedangkan laporan sudah berjalan selama 1 tahun namun tidak ditindaklanjuti.
Hal yang bahkan lebih buruk menimpa Angelia Susanto, di mana anaknya EJ diambil paksa oleh ayahnya yang merupakan WNA Filipina sejak tahun 2020, bahkan dibantu oleh oknum polisi yang sampai sekarang belum bisa ditemukan.
EJ diduga diselundupkan ke luar negeri tanpa dokumen yang sah.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: