Pemutihan Iuran BPJS Kesehatan, Angin Segar atau Angin Pahit?

Pemutihan Iuran BPJS Kesehatan, Angin Segar atau Angin Pahit?

Iuran BPJS Kesehatan November 2025 belum berubah, masih mengacu pada Perpres No. 64/2020.-Istimewa-

Kebijakan pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan yang masih digodok dan belum diputuskan membuat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia belum bisa berkomentar banyak.

"Maaf kalo masih wacana, kami blm menanggapi dulu," tutur Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Aji Muhawarwan saat dihubungi disway.id pada Selasa, 21 Oktober 2025. 

DPR Soroti Legalitas dan Dampak Fiskal Wacana Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan

Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menyoroti sejumlah aspek hukum dan fiskal terkait wacana pemerintah untuk melakukan pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan

Ia menegaskan pentingnya kejelasan dasar hukum serta transparansi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.

Nurhadi mempertanyakan aspek legalitas dari rencana tersebut. Ia menekankan perlunya payung hukum yang kuat agar kebijakan tidak menimbulkan pelanggaran terhadap prinsip keadilan dan tata kelola keuangan negara.


Rencana pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan nilainya lebih dari Rp10 triliun-Dok Disway-

"Apa dasar hukum paling kuat yang digunakan untuk melaksanakan kebijakan ini? Apakah sudah ada payung hukum formal setingkat Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden yang menjamin pelaksanaan pemutihan tidak melanggar prinsip keadilan dan tata kelola keuangan negara," ujar Nurhadi kepada Disway.id, Kamis 23 Oktober 2025.

Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya mekanisme pengawasan yang transparan.

"Bagaimana mekanisme pengawasan internal dan eksternal yang akan diterapkan agar kebijakan pemutihan ini benar-benar transparan dan akuntabel?” tanya Nurhadi.

“Apakah BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan bersedia membuka data penerima manfaat pemutihan secara publik termasuk kriteria penerima dan besaran nilai yang dihapus," katanya.

Nurhadi menegaskan bahwa DPR, khususnya Komisi IX, memiliki fungsi pengawasan untuk memastikan kebijakan tidak disalahgunakan.

"DPR RI, khususnya Komisi IX, memiliki fungsi pengawasan. Maka saya ingin tahu, bagaimana pemerintah menjamin tidak ada potensi penyalahgunaan misalnya penghapusan tunggakan bagi kelompok yang sebenarnya mampu, atau manipulasi data kepesertaan demi kepentingan politik dan ekonomi," tegasnya.

Sedangkan dalam perspektif anggaran, Nurhadi juga menanyakan sumber dana kompensasi yang akan digunakan untuk menutup potensi defisit akibat penghapusan iuran tersebut.

"Pemerintah menyebut nilai pemutihan mencapai Rp 7,6 triliun. Pertanyaannya, dari mana sumber dana kompensasi untuk menutup potensi defisit akibat penghapusan iuran tersebut?. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads