Meluruskan Perkara Gaib Marchel Radival atau Pesulap Merah

Meluruskan Perkara Gaib Marchel Radival atau Pesulap Merah

KH Imam Jazuli Lc--

ISLAM memilki ajaran tentang iman pada "yang-gaib". Ciri pertama orang bertakwa adalah percaya pada "yang-gaib". Ayat 3 Surat Al-Baqarah menyebut iman pada yang-gaib lebih awal dari pada kewajiban mengerjakan sholat. 

Perkara gaib ini memang mudah disalahgunakan. Sebagian dukun atas nama ilmu hikmah sering mengkapitalisasi yang-gaib ini. Mereka menarik fee sejumlah tertentu untuk memenuhi keinginan masyarakat. Seseorang yang ingin sembuh dari penyakitnya, pedagang yang ingin laris manis jualannya, atau orang yang hajatnya ingin terkabul, sering datang pada seseorang yang dianggap mampu dan memiliki pengetahuan gaib.

Pada kenyataannya, dalam kasus tertentu, pendekatan ilmu gaib sering berhasil, ketika pendekatan ilmiah empirik gagal. Banyak sekali contoh orang yang sembuh dari penyakitnya melalui cara-cara gaib, setelah medis kedokteran angkat tangan dan menyerah. Proses kapitalisasi bekerja pada momentum seperti ini, maka dari itu muncul istilah pengobatan alternatif. Maksudnya, alternatif dari pengobatan medis.

Gus Samsuddin, yang diragukan ke-gus-annya itu, adalah salah satu terapis pengobatan alternatif tersebut. Ia melakukan upaya kapitalisasi terhadap para pasiennya. Nyatanya, banyak pasien yang percaya. Ini adalah bukti pengobatan alternatif Gus Samsuddin benar secara intersubjektif, sesuai banyaknya orang yang mempercayainya. Sampai kemudian muncul Marchel Radival yang menyebut dirinya sebagai Pesulap Merah.

Marchel atau Pesulap Merah datang dengan pendekatan berbeda, yaitu seni sulap yang memiliki disiplin ilmu pengetahuannya sendiri. Dari kacamata mata Pesulap Merah, kepercayaan publik terhadap Gus Samsuddin diuji secara kritis. Seluruh kemampuan gaib Gus Samsuddin dapat ditiru dan dibuktikan sebagai bagian dari trik sulap. Sampai di sini muncul dua pandangan berbeda antara Gus Samsuddin dan Pesulap Merah.

Namun, Pesulap Merah tidak memperkarakan disiplin ilmu Gus Samsuddin melainkan mempermasalahkan narasi yang dibuat-buat dan mengatasnamakan agama. Bagi Pesulap Merah, seandainya Gus Samsuddin mengatasnamakan hiburan dan trik sulap tanpa membawa-bawa nama agama atas perbuatannya maka itu tidak masalah. Pesulap Merah ingin menjauhkan agama dari permainan sulap.

Sampai di titik ini, Pesulap Merah mendapatkan apresiasi luar biasa dari publik Indonesia, terutama para netizen. Selain memberikan pencerahan yang edukatif dan mengajak publik lebih kritis, Pesulap Merah juga mengkritik sulap beridentitas agama, sama seperti para akademisi yang menolak politik identitas dengan membawa-bawa agama. Namun, Pesulap Merah melampaui batasan dirinya, sebagai seniman sulap. Ia masuk terlalu jauh dalam wacana agama.

BACA JUGA:MUI Dukung Pesulap Merah untuk Ungkap Tabiat Perdukunan: Itu Sesuai dengan Sabda Rasulullah SAW

Pesulap Merah sampai berani mengatakan bahwa siapapun yang bilang mampu melihat hal gaib, termasuk ulama dan kyai, maka ia otomatis keluar dari Islam dan syahadatnya harus dipertanyakan. Padahal, kata lain keluar dari Islam adalah murtad. Sedangkan alasan murtad salah satunya menyekutukan Tuhan. Dengan kata lain, ucapan mampu melihat hal gaib sama dengan menyekutukan Tuhan.

Gus Baha' memiliki pandangan yang jauh lebih mendalam dibandingkan Pesulap Merah. Gus Baha' menceritakan percakapan dirinya dan ayahandanya, agar tidak terlalu mengurusi makhluk gaib yang sering datang. Ini artinya kemungkinan seorang manusia melihat langsung makhluk gaib sangatlah mungkin. Dan tentu saja, ajaran ini bukan saja dalam Islam. Agama-agama manapun memiliki ajaran yang sama, dimana seorang manusia memiliki kemampuan melihat makhluk gaib.

Tidak saja itu, Marchel Radival atau Pesulap Merah juga melampaui batas, ketika mengatakan dan mengajak publik tidak percaya pada dukun, yang mengaku mengetahui perkara gaib di masa depan. Gus Baha' menghadirkan beberapa contoh bahwa dukun bisa dipercaya selama ucapannya benar. Karena bagi Gus Baha', sering kali kebenaran keluar dari mulut orang yang tidak benar.

Gus Baha' mencontohkan Pendeta Bukhairo yang bertemu paman Nabi, Abu Thalib. Saat itu Nabi menemani pamannya ke Syam dalam perjalanan dagang. Ketika berpapasan dengan Pendeta Bukhairo, Abu Thalib percaya ramalan gaib tentang nubuwah yang dipanggul Nabi. Sang Pendeta melarang Abu Thalib melanjutkan perjalanan dan menyuruhnya kembali ke Makkah. Sejak usia 12 tahun, Abu Thalib sudah percaya pada kenabian Muhammad SAW.

Contoh lainnya adalah Firaun, raja Mesir yang percaya pada tafsir mimpi dari Nabi Yusuf as. Firaun pun mengangkat Nabi Yusuf as sebagai pejabat kerajaan dan diberi kekuasaan mengatur kebijakan publik. Keputusan Firaun tersebut dibangun di atas kepercayaan atas ramalan gaib Nabi Yusuf as. Walaupun berbeda dari kasus Bukhairo di atas, kali ini kebenaran Firaun didasarkan pada ucapan orang yang juga benar.

Jadi, kebenaran keluar dari mulut orang benar maupun orang yang tidak benar. Sebagian dukun memang ada orang-orang yang tidak benar, tetapi bukan berarti ucapan mereka tidak mengandung kebenaran yang boleh dipercaya. Karena itulah, penulis berharap Marchel Radival atau Pesulap Merah tetap membongkar tipu muslihat para dukun yang membawa-bawa nama agama dari praktik ketidakjujuran mereka. Namun, Marchel Radival juga harus mampu menjaga diri sesuai profesionalisme dirinya, tanpa terlalu jauh masuk ke ranah wacana agama yang bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: