Luncurkan Buku 'Kekerasan Simbolik Negara' , Rieke Diah Pitaloka Ingin Karyanya Bisa Jadi Rujukan Kebijakan Pemerintah
Rieke Diah Pitaloka meluncurkan buku berjudul Kekerasan Simbolik Negara yang diangkat dari disertasinya di Universitas Indonesia, Rabu 22 November 2023--
JAKARTA, DISWAY.ID - Anggota DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka meluncurkan buku terbaru yang diangkat dari desertasi di Dapertemen Ilmu Komunikasi FISIP UI dengan judul 'Kekerasan Simbolik Negara'.
Buku tersebut membahas kekerasan yang dilakukan negara, melalui data yang tidak menginformasikan kondisi dan kebutuhan riil warga, serta potensi riil pedesaan.
BACA JUGA:Rieke Diah Pitaloka Bocorkan Hasil Pertemuan Dengan Bawaslu, Bahas Teknis Perencanaan Pemilu 2024
BACA JUGA:Mengenal Sampan Hismanto, Sang Maestro Seni Tari Indonesia Melalui Buku Ni Luh Made Dwi Indriati
"Inilah poin penting yang dibahas dan saya tuangkan dengan bentuk menjadi buku dengan hasil analisis saya di tiga desa terkait persoalan data," ujar Rieke di sela peluncuran buku di Auditorium Komunikasi FISIP Universitas Indonesia (UI), Depok, Selasa 22 November 2023.
"Keseluruhan desertasi saya semuanya dituangkan dalam buku ini, yang merupakan deskripsi, analis dan interpretasi atas data dan pendetaan pedesaan," sambungnya
Adapun desa yang menjadi fokus analisis desertasi Rieke. Diantaranya, Desa Sibandang, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Desa Pantai Bakti, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat dan Desa Tegalalang, Kabupaten Gianyar.
Temuan penelitian Rieke dari tiga desa tersebut mendapati data yang direproduksi negara tidak mengintegrasikan antara data spasial dan numerik. Akibatnya, data tersebut sulit dikonfirmasi, diverifikasi, dan divalidasi.
Rieke menegaskan, data direproduksi institusi negara dengan pendekatan top down tidak melahirkan kesinambungan data. "Inilah yang menyebabkan kualitas data negara tidak memenuhi prinsip-prinsip data yang aktual, akurat, dan relevan (pseudo data)," cetusnya.
Namun begitu, sesal dia, data yang bermasalah itu tetap dianggap data yang memiliki legalitas sebagai basis data kebijakan pembangun, karena prosesnya berpedoman pada aturan perundang-undangan.
Rieke mengatakan, hal tersebut disebut dengan kekerasan simbolik negara, kekerasan yang beroperasi dengan cara mengatur, memaksakan, bahkan bisa saja merekayasa pendataan.
"Hasil penelitian saya menunjukkan kebijakan rekonsiliasi dan the vicious circle kebijakan rekonolisasi yang mengkonfirmasikan terbuktinya hipotesis. Artinya, semakin kuat dosa kekerasan simbolik pada norma yuridis pendataan," terangnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: