Tema Hari Malaria Sedunia 2024, Ini Pesan WHO untuk Ibu Hamil dan Anak

Tema Hari Malaria Sedunia 2024, Ini Pesan WHO untuk Ibu Hamil dan Anak

Hari Malaria Sedunia 2024-Diperingati setiap 25 April-Quint

JAKARTA, DISWAY.ID – Hari Malaria Sedunia 2024 mengajak masyarakat khususnya di wilayah tropis untuk mewaspadai penyakit akibat nyamuk ini.

Setiap 25 April, dunia bersatu melawan malaria.

BACA JUGA:Indonesia Wakili Asia Tenggara Cari Solusi Atasi HIV, TBC, dan Malaria

Tema Hari Malaria Sedunia 2024

“Mempercepat perjuangan melawan malaria untuk dunia yang lebih adil.”

Tema ini, yang selaras dengan tema Hari Kesehatan Dunia tahun ini “Kesehatanku, Hakku”, menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk mengatasi kesenjangan yang masih ada dalam akses terhadap layanan pencegahan, deteksi, dan pengobatan malaria.

“Dalam beberapa tahun terakhir, upaya global untuk mengurangi malaria mengalami stagnasi, sehingga menimbulkan ancaman signifikan terhadap kesehatan masyarakat dan memperburuk kesenjangan dalam masyarakat. Setiap orang berhak atas layanan malaria yang berkualitas, tepat waktu, dan terjangkau, namun hal ini masih sulit dipahami oleh banyak orang, sehingga melanggengkan siklus ketidakadilan yang secara tidak proporsional berdampak pada kelompok paling rentan di antara kita,” kata Direktur Regional WHO untuk Asia Tenggara Saima Wazed, dikutip dari laman resmi WHO.

BACA JUGA:Wow! Para Ilmuan Temukan Bakteri yang 'Kebetulan' Mampu Melawan Malaria

Pesan untuk Bumil dan Anak

Menurutnya, bayi dan anak kecil, terutama balita, merupakan kelompok yang paling terkena dampaknya, dengan kesenjangan akses terhadap pendidikan dan sumber daya keuangan yang memperparah risiko mereka.

Wanita hamil juga menghadapi risiko yang lebih tinggi, karena kehamilan mengurangi kekebalan terhadap malaria, sehingga membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit parah.

Ketidaksetaraan gender, diskriminasi, dan norma-norma gender yang merugikan semakin meningkatkan kerentanan mereka.

Tanpa intervensi yang tepat dan tepat waktu, malaria pada kehamilan dapat menimbulkan dampak buruk, termasuk anemia berat, kematian ibu, bayi lahir mati, kelahiran prematur, dan berat bayi lahir rendah.

Pengungsi, migran, pengungsi internal, dan masyarakat adat juga mempunyai risiko tinggi terkena malaria, sering kali tidak dilibatkan dalam upaya pengendalian penyakit dan mengalami kondisi buruk di mana malaria berkembang biak.

Perubahan iklim dan keadaan darurat kemanusiaan memperburuk tantangan-tantangan ini, membuat populasi menjadi pengungsi dan membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit ini.

BACA JUGA:Catat! 3 Obat Malaria Diklaim Efektif, Awas Hindari Gigitan Nyamuk Anopheles

Malaria masih menjadi tantangan kesehatan masyarakat yang signifikan di kawasan ini, yang berdampak pada sembilan dari sebelas negara dan menyumbang sepertiga beban global di luar Afrika.

Terlepas dari tantangan berat yang kita hadapi, saya berbesar hati dengan kemajuan yang telah kita capai dalam beberapa tahun terakhir.

“Dalam beberapa tahun terakhir, Wilayah kami mengalami penurunan kasus dan kematian akibat malaria secara signifikan, yang merupakan penurunan paling signifikan di antara seluruh wilayah WHO. Saya terdorong oleh kemajuan yang dicapai oleh negara-negara seperti Bhutan, Nepal, dan Timor-Leste di bawah inisiatif E-2025, yang menunjukkan bahwa dengan komitmen politik dan tindakan kolektif, pemberantasan malaria dapat dicapai. Pencapaian Timor-Leste dalam status bebas malaria selama tiga tahun berturut-turut merupakan tonggak sejarah yang luar biasa, yang menegaskan kekuatan ketahanan dan ketekunan dalam menghadapi kesulitan. Pencapaian ini merupakan bukti dedikasi dan upaya tak kenal lelah dari para pekerja kesehatan, pengambil kebijakan, dan masyarakat di seluruh Wilayah kami,” ucapnya.

Namun, perjalanan menuju eliminasi malaria masih jauh dari selesai.

BACA JUGA:Waspada Penyakit Arbovirus Termasuk DBD, Tingkatkan Kesadaran Vaksinasi

Meskipun beberapa negara berada pada jalur yang tepat untuk memenuhi target Strategi Teknis Global (GTS), tantangan masih tetap ada, terutama di negara-negara seperti Indonesia dan Myanmar, di mana jumlah kasusnya mengalami peningkatan.

Ketidakstabilan politik dan sosial di Myanmar telah berkontribusi pada peningkatan kasus sebanyak tujuh kali lipat, yang menyoroti titik temu antara kesehatan dan faktor sosio-politik yang lebih luas.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: who