Gugatan UU TNI di MK, Legislasi Minim Perdebatan, Diduga Tak Libatkan Publik
Sembilan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) berani melawan arus dengan menggugat revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK).--X
JAKARTA, DISWAY.ID-- Proses legislasi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) tengah diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dua gugatan uji formil dan materiil, Perkara Nomor 56/PUU-XXIII/2025 dan 75/PUU-XXIII/2025, mengkritik proses pembentukan regulasi ini yang dinilai serba kilat, tertutup, dan minim partisipasi publik.
Dalam sidang lanjutan pada Senin (7/7/2025), pakar hukum tata negara Prof. Denny Indrayana menyoroti absennya dinamika dan perdebatan substantif selama pembahasan di parlemen.
BACA JUGA:Curhat di Komisi III, DPR Setujui Usulan Tambahan Anggaran Kejagung hingga Rp27 Triliun
Ia menyebut proses legislasi UU TNI ini mencerminkan lemahnya kontrol internal antarlembaga negara.
“Kalau tidak ada perdebatan tajam soal undang-undang yang menyangkut militer, patut dicurigai bahwa proses pengawasan tidak berjalan. Padahal, undang-undang seperti ini semestinya memicu benturan kepentingan yang sehat demi memperkuat demokrasi,” kata Denny dalam keterangannya secara daring kepada MK.
Lebih jauh, Denny menegaskan pentingnya transparansi dan keterlibatan publik yang bermakna dalam proses legislasi.
Ia mempertanyakan, “Apakah naskah akademik dan RUU TNI mudah diakses publik? Apakah prosesnya terbuka? Seberapa banyak masyarakat yang tahu isi dan dampak dari revisi UU TNI ini?”
Jika jawaban atas ketiga pertanyaan itu negatif, lanjutnya, maka itu merupakan indikator kuat bahwa proses legislasi tidak mencerminkan kedaulatan rakyat.
Minim Akses Publik, Naskah RUU Tak Tersedia
Usman Hamid, aktivis HAM yang dihadirkan sebagai saksi oleh Pemohon Perkara 75, memperkuat pernyataan Denny.
Ia mengungkap bahwa naskah resmi RUU TNI tidak bisa diakses publik saat surat presiden (surpres) masuk ke DPR pada 18 Februari 2025, hingga akhirnya disahkan sebulan kemudian.
BACA JUGA:17 Perwira Tinggi Polri Naik Pangkat, Satu Jenderal Raih Bintang Tiga
“Kami hanya diberikan beberapa lembar pasal yang diubah. Tidak ada naskah akademik, tidak ada daftar inventarisasi masalah (DIM), bahkan naskah RUU-nya pun tidak bisa kami temukan di situs DPR,” beber Usman.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
