Purnawirawan Jenderal TNI Merasa Jadi Tumbal dalam Korupsi Satelit Kemenhan, Seperti Apa Faktanya?

Purnawirawan Jenderal TNI Merasa Jadi Tumbal dalam Korupsi Satelit Kemenhan, Seperti Apa Faktanya?

Kuasa hukum Laksamana Muda TNI (Purn) Ir. Leonardi dari Kantor Hukum Lazzaro Law Firm, Rinto Maha SH, MH bersama Laksamana Muda TNI Purn Dr. Surya Wiranto, S.H., M.H saat menggelar jumpa pers di bilangan Jakarta Pusat, Jumat, 3 Oktober 2025-Disway.id/Fandi Permana-

"Kalau diframming soal tender tertutup, ya memang itu tertutup karena pengadaan sistem keamanan. Dan hasil pemenang tender juga sudah disampaikan melalui rapat terbatas yang di sana ada Presiden Jokowi, Menhan, Sekjen dan beberapa menteri lain," katanya

Rinto juga meluruskan narasi penandatanganan kontrak Core Program/User Terminal senilai USD 34,1 juta saat anggaran masih diblokir.

Menurut Rinto, kontrak ditandatangani 12 Oktober 2016, setelah adanya persetujuan lisan dari Sekjen Kemhan pada 7 Oktober 2016, dan disposisi tertulis Menhan pada 20 Oktober 2016.

"Tidak masuk akal jika klien kami digambarkan sebagai penentu pengadaan atau seolah menyalahgunakan wewenang," jelasnya.

BACA JUGA:Update Evakuasi Ponpes Al Khoziny Sidoarjo: Korban Tewas Bertambah Jadi 13 Orang

Menurut Rinto lagi, tudingan terhadap Leonardi terus berubah, mulai dari disebut membuat pengadaan palsu hingga persoalan kontrak saat anggaran diblokir. Ia menegaskan kliennya tidak bisa dijadikan kambing hitam.

"Yang seharusnya bertanggung jawab adalah Menteri Pertahanan saat itu, Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu, serta Ketua Tim Penyelamatan Satelit Mayjen TNI (Purn) Bambang Hartawan,” ujarnya.

Dia juga menyoroti absennya Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) yang semestinya dibentuk Menhan. Sebaliknya, Ketua Tim Penyelamatan Satelit disebut mengambil alih kewenangan dengan memerintahkan pejabat lain menerima Certificate of Performance (CoP). Hal ini, kata Rinto, membuat kesalahan seolah ditimpakan kepada Leonardi.

Terkait audit BPKP yang menyebut kerugian negara USD 21,38 juta, Rinto menegaskan pemerintah belum membayar sepeser pun kepada Navayo.

"Berdasarkan Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016, unsur kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi harus nyata, pasti, dan aktual, bukan estimasi," ungkapnya.

Rinto menekankan kliennya mendukung proses hukum Kejagung, tetapi meminta fakta yang sebenarnya diungkap tanpa mengorbankan pihak yang bekerja sesuai aturan.

Jadi tumbal

Kuasa hukum lainnya, Laksamana Muda TNI Purn Dr. Surya Wiranto, S.H., M.H mengungkapkan bahwa kliennya diduga hanya menjadi 'tumbal' pihak tertentu.

Dia pun menyinggung soal gugatan yang dilayangkan oleh Navayo di Pengadilan Internasional.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Gabor Kuti Szilard, CEO Navayo Internasional AG sekaligus tersangka kasus korupsi proyek pengadaan satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) 2012-2021 masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO).

Hal itu langsung dikonfirmasi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, Senin, 22 September 2025.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads