Saksi Ahli Pidana Singgung Motif Pembunuhan Berencana Brigadir J : Pelecehan Seksual Terhadap Putri Candrawathi

Saksi Ahli Pidana Singgung Motif Pembunuhan Berencana Brigadir J : Pelecehan Seksual Terhadap Putri Candrawathi

roti simajuntak--PMJ NEWS

JAKARTA, DISWAY.ID-Kubu Ferdy Sambo kembali menyinggung soal dugaan pelecehan terhadap Putri Candrawathi yang memicu terjadinya pembunuhan Brigadir J atau Brigadir Yosua di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu. 

Hal itu disinggung pada sidang lanjutan perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Kamis 22 Desember 2022. 

Sidang hari ini beragendakan pemeriksaam saksi meringankan dari kubu Ferdy Sambo, yakni ahli pidana materiel dan formal dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mahrus Ali.

BACA JUGA:Kubu Ferdy Sambo Hadirkan Saksi Ahli Pidana: Motif dalam Pembunuhan Berencana Penting untuk Diungkap

Dalam persidangan, penasihat hukum Putri Candrawathi, Febri Diansyah menanyakan reaksi korban dugaan peristiwa kekerasan kepada saksi ahli itu. 

Pasalnya, Febri mengeklaim dalam perkara ini sudah dibuktikan di pengadilan baik keterangan saksi maupun terdakwa bahwa motif pembunuhan diduga dipicu peristiwa kekerasan seksual terhadap Putri Candrwathi oleh J di Magelang pada 7 Juli 2022. 

Namun, Mahrus Ali menjawab motif. Menurut dia, motif menjadi penting dibuktikan di persidangan karena menyangkut keputusan atau kehendak seseorang ketika melakukan pembunuhan.

"Kedua, di dalam kasus-kasus kekerasan seksual dalam perspektif viktimologi itu sering kali terjadi di ruang-ruang privat, sehingga pasti harus miliki bukti," kata Mahrus di ruang sidang. Menurut Mahrus, satu-satunya bukti yang biasa ditunjukkan oleh jaksa biasanya visum.

Namun, lanjut dia, merupakan tantangan berat yang dihadapi jaksa untuk membuktikan bila korban tak melakukan visum.

BACA JUGA:Motif Pembunuhan Brigadir J Menuju ke Arah yang Pasti, Ronny Talapessy Kantongi Poin-poin Penting Ini

"Namun, tidak menghilangkan adanya kejahatan," kata Mahrus. Mahrus menyatakan tak boleh menyimpulkan tidak terjadi adanya kejahatan bilamana korban tak melakukan visum. "Dalam perspektif viktimologi, korban kekerasan seksual itu tidak semuanya punya keberanian untuk melapor," ujar Mahrus. 

Faktornya, kata dia, bisa saja menunjukkan korban kekerasan seksual saat melapor akan mengalami viktimisasi sekunder atas perlakuan yang tidak senonoh dan tidak enak. "Banyak faktor kenapa korban itu justru tidak melapor. 

Faktornya apa? Budaya patriarki di negara berkembang bisa saja menyebutkan bahwa budaya patriarki bahwa yang berkuasa adalah laki-laki, perempuan itu selalu menjadi nomor dua," ujar Mahrus.

Di sisi lain, lanjut dia, salah satu alasan mengapa korban tidak berani melapor, karena mungkin dilarang keluarganya. Sebab, hal itu dianggap aib. "Tidak semua korban kekerasan seksual itu punya keberanian untuk melapor," ujar Mahrus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: