KPK Ungkap Masih Ada Institusi yang Melihat Skor SPI Hanya Gengsi

KPK Ungkap Masih Ada Institusi yang Melihat Skor SPI Hanya Gengsi

Dalam acara peluncuran hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2023 Jumat 26 Januari 2024, Johanis Tanak selaku Pimpinan KPK mengatakan pihaknya masih melihat adanya institusi yang menganggap skor SPI hanya gengsi belaka. -Tangkapan layar youtube@kpk-

JAKARTA, DISWAY. ID – Dalam acara peluncuran hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2023 Jumat 26 Januari 2024, Johanis Tanak selaku Pimpinan KPK mengatakan pihaknya masih melihat adanya institusi yang menganggap skor SPI hanya gengsi belaka.

Menurut Pimpinan KPK dengan adanya hal tesebut maka pimpinan institusi melakukan berbagai cara agar mendapatkan skor yang baik.

“Skor ini merupakan pencerminan inegritas kinerja institusi bukan sekedar gengsi semata,” terangnya.

BACA JUGA:Dzikir dan Shalawat Ini Terbukti Menenangkan dan Mensucikan Hati, Segera Amalkan di Hari Jumat

BACA JUGA:Lirik Lagu Juicy Luicy HAHAHA, Dijamin Bikin Ketawa Sampai Menangis

Johanis menjelaskan jika SPI tahun 2023 menunjukan tren penurunan, secara sederhana dapat dilihat bahwa semakin tingginya resiko korupsi di lembaga pemerintahan Indonesia.

Adapun terget nasional indeks integritas 2023 sebesar 74 persen.

“Fakta bahwa indeks integritas nasional mengalami penurunan menunjukan masih banyaknya pekerjaan perbaikan tata kelola regulasi dan komitmen yang harus diperbaiki,” tambahnya.

BACA JUGA:Bintang Film Dewasa Jesse Jane dan Kekasihnya Tewas di Dalam Rumah, Ini Dugaan Penyebabnya

BACA JUGA:Indonesia Dipastikan Lolos 16 Besar Piala Asia, Begini Kata Shin Tae-yong

Terdapat 4 rekomendasi perbaikan dari KPK, mulai dari biaya politik, komitmen pimpinan lembaga, penenganan konflik kepentingan serta digitalisasi pelayanan publik.

Terdapat 7 poin penting yang disampaikan oleh Johanis terkait dengan permasalahan SPI di Tanah Air.

1. KPK menilai biaya demokrasi terlalu mahal tercermin dalam proses pemilihan kepala daerah secara langsung dan sistem ini harus segera dieveluasi dan dicarikan sistem lain.

Biaya menjadi kepala deerah dan lembaga legislatif 2015, 2017 dan 2018 sungguh mencengangkan ditambah lemahnya kapasitas pendanaan partai politik sehingga membuat munculnya pembelian mahar, balas jasa pada pemberi sponsor yang tidak bisa dihindari.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads