Amalan Hari Raya Idul Fitri Selain Sholat Ied, Haruskah Berhias dan Pakai Baju Baru?

Amalan Hari Raya Idul Fitri Selain Sholat Ied, Haruskah Berhias dan Pakai Baju Baru?

Hari Raya Idul Fitri-Amalan baik di Hari Raya selain sholat ied-Pexels

JAKARTA, DISWAY.ID – Amalan Hari Raya Idul Fitri ada bermacam-macam selain sholat ied di pagi hari. 

 

Salah satu tradisi adalah dengan berhias diri.

 

Umumnya masyarakat memilih mengenakan baju baru.

 

Haruskah berhias dan pakai baju baru?

 

Berikut amalan yang dianjurkan selama Hari Raya Idul Fitri dikutip dari akun resmi NU Online.

 

BACA JUGA:Niat Sholat Idul Fitri, Hukum Bagi Laki-Laki dan Perempuan, Tata Cara dan Waktu Pelaksanaan

 

Amalan Hari Raya Idul Fitri

 

1. Mandi

 

Sunnah bagi siapapun, laki-laki, perempuan bahkan wanita yang tengah haidl atau nifas melakukan mandi Idul Fitri.

 

Kesunnahan ini juga berlaku bagi yang tidak menghadiri shalat Idul Fitri, seperti orang sakit.

 

Waktu mandi ini dimulai sejak tengah malam Idul Fitri sampai tenggelamnya matahari di keesokan harinya.

 

Lebih utama dilakukan dilakukan setelah terbit fajar (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib ‘Ala Syarh al-Khathib, juz 1, hal. 252). Contoh niatnya adalah:


 نَوَيْتُ غُسْلَ عِيْدِ الْفِطْرِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى 

 

“Aku niat mandi Idul fitri, sunnah karena Allah”.  

 

BACA JUGA:Hari Raya

 

BACA JUGA: H-1 Lebaran 2024, Pemudik Masih Padati Stasiun Pasar Senen

 

2. Perbanyak Ibadah

Dianjurkan menghidupi malam hari raya dengan shalat, membaca shalawat, membaca Al-Qur’an, membaca kitab, dan bentuk ibadah lainnya. Anjuran ini berdasarkan hadits Nabi:

 مَنْ أَحْيَا لَيْلَتَيْ الْعِيدِ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ 

“Barangsiapa menghidupi dua malam hari raya, hatinya tidak mati di hari matinya beberapa hati”. (HR. al-Daruquthni). 

 

Hadits ini tergolong lemah, namun tetap bisa dipakai sebab berkaitan dengan keutamaan amal, tidak berbicara halal-haram atau akidah. 

 

Kesunnahan ini bisa hasil dengan menghidupi sebagian besar malam hari raya.

 

Pendapat lain cukup dengan sesaat.

 

Riwayat dari Ibnu Abbas, dengan cara shalat Isya berjamaah dan bertekad melaksanakan shalat.

 

Subuh berjamaah. 

 

Pada malam hari Idul Fitri ini juga disunnahkan untuk memberbanyak do’a, sebab termasuk waktu yang mustajab (diijabah) sebagaimana terkabulnya doa di malam Jumat, dua malam awal bulan Rajab, malam Idul Adha dan malam Nishfu Sya’ban (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 281).

 

BACA JUGA:Jelang Idul Fitri, Polres Jaksel Gelar Patroli Skala Besar Malam Takbiran

 

3. Memperbanyak bacaan takbir


Salah satu syi’ar yang identik dengan Idul Fitri adalah kumandang takbirnya. Anjuran memperbanyak takbir ini berdasarkan firman Allah:


 وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ 

“Dan sempurnakanlah bilangan Ramadhan, dan bertakbirlah kalian kepada Allah”. (QS. Al-Baqarah: 185). 

 

Ada dua jenis takbir Idul Fitri. 

 

Pertamamuqayyad (dibatasi), yaitu takbir yang dilakukan setelah shalat, baik fardhu atau sunnah. Setiap selesai shalat, dianjurkan untuk membaca takbir.

 

Kedua, mursal (dibebaskan), yaitu takbir yang tidak terbatas setelah shalat, bisa dilakukan di setiap kondisi.

 

Takbir Idul Fitri bisa dikumandangkan di mana saja, di rumah, jalan, masjid, pasar atau tempat lainnya.  

 

Kesunnahan takbir Idul fitri dimulai sejak tenggelamnya matahari pada malam 1 Syawal sampai takbiratul Ihramnya Imam shalat Id bagi yang berjamaah, atau takbiratul Ihramnya mushalli sendiri, bagi yang shalat sendirian.

 

Pendapat lain menyatakan waktunya habis saat masuk waktu shalat Id yang dianjurkan, yaitu ketika matahari naik kira-kira satu tombak (+ 3,36 M), baik Imam sudah melaksanakan Takbiratul Ihram atau tidak. (Syekh Sa’id Bin Muhammad Ba’ali Ba’isyun, Busyra al-Karim, hal. 426). 

 

Salah satu contoh bacaan takbir yang utama adalah:


 اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلهِ الْحَمْدُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إلَّا إيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ 

(Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 3, hal. 54).

 

BACA JUGA:Shalat Idul Fitri, Personel Gabungan Amankan Masjid Istiqlal


4. Makan sebelum berangkat shalat Ied

 

Sebelum berangkat shalat Idul fitri, disunnahkan makan terlebih dahulu. Anjuran ini berbeda dengan shalat Idul Adha yang disunnahkan makan setelahnya.

 

Hal tersebut karena mengikuti sunnah Nabi.

 

Lebih utama yang dimakan adalah kurma dalam hitungan ganjil, bisa satu butir, tiga butir dan seterusnya.

 

Makruh hukumnya meninggalkan anjuran makan ini sebagaimana dikutip al-Imam al-Nawawi dari kitab al-Umm. (Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 1, hal. 592).

 

BACA JUGA:H-1 hari Raya Lebaran, Jalur Lintas Barat Sumatera Ramai Pemudik


5. Berjalan kaki menuju tempat sholat

 

Berjalan kaki menuju tempat shalat Id hukumnya sunnah, berdasarkan ucapan Sayyidina Ali:
  

 مِنْ السُّنَّةِ أَنْ يَخْرُجَ إلَى الْعِيدِ مَاشِيًا 
  

“Termasuk sunnah Nabi adalah keluar menuju tempat shalat Id dengan berjalan”. (HR. al-Tirmidzi dan beliau menyatakannya sebagai hadits Hasan). 

 

Bagi yang tidak mampu berjalan kaki seperti orang tua, orang lumpuh dan lain sebagainya diperbolehkan untuk menaiki kendaraan.

 

Demikian pula boleh kepulangan dari shalat Id dilakukan dengan tidak berjalan kaki. (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 282).

 

BACA JUGA:Simak Niat dan Tata Cara Sholat Gerhana yang Benar, Lengkap dengan Surat yang Dibaca

 

6. Membedakan rute jalan pergi dan pulang tempat shalat Ied

Berdasarkan hadits riwayat al-Bukhari, rute perjalanan pulang dan pergi ke tempat shalat Id hendaknya berbeda, dianjurkan rute keberangkatan lebih panjang dari pada jalan pulang.

Di antara hikmahnya adalah agar memperbanyak pahala menuju tempa ibadah.

 

Anjuran ini juga berlaku saat perjalanan haji, membesuk orang sakit dan ibadah lainnya, sebagaimana ditegaskan al-Imam al-Nawawi dalam kitab Riyadl al-Shalihin. (Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 1, hal. 591).

BACA JUGA:Ini 12 Lokasi Sholat Ied yang Diisi Khotbah dari Jajaran Pengurus Pusat Muhammadiyah

7. Berhias

 

Idul fitri adalah waktunya berhias dan berpenampilan sebaik mungkin untuk menampakan kebahagiaan di hari yang berkah itu.

 

Berhias bisa dilakukan dengan membersihkan badan, memotong kuku, memakai wewangian terbaik dan pakaian terbaik.

 

Lebih utama memakai pakaian putih, kecuali bila selain putih ada yang lebih bagus, maka lebih utama mengenakan pakaian yang paling bagus, semisal baju baru.

 

Dari keterangan ini dapat dipahami bahwa tradisi membeli baju baru saat lebaran menemukan dasar yang kuat dalam teks agama, dalam rangka menebarkan syiar kebahagiaan di hari raya Idul Fitri. 

 

Kesunnahan berhias ini berlaku bagi siapapun, meski bagi orang yang tidak turut hadir di pelaksnaan shalat Idul Fitri.

 

Khusus bagi perempuan, anjuran berhias tetap harus memperhatikan batas-batas syariat, seperti tidak membuka aurat, tidak mempertontonkan penampilan yang memikat laki-laki lain yang bukan mahramnya dan lain sebagainya. (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 281).

 

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: