Siswa Kasus Kekerasan Guru Honorer Supriyani Tak Masuk Sekolah Seminggu, KPAI: PGRI Cabut Seruan Mogok Massal

Siswa Kasus Kekerasan Guru Honorer Supriyani Tak Masuk Sekolah Seminggu, KPAI: PGRI Cabut Seruan Mogok Massal

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turut mengawal kasus dugaan kekerasan siswa yang dilakukan oleh gurunya dan mengungkapkan bahwa siswa kasus kekerasan guru honorer Supriyani tak masuk sekolah seminggu.-kpai-

JAKARTA, DISWAY.ID - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turut mengawal kasus dugaan kekerasan siswa yang dilakukan oleh gurunya dan mengungkapkan bahwa siswa kasus kekerasan guru honorer Supriyani tak masuk sekolah seminggu.

Pihaknya juga telah bertemu langsung dengan korban anak, keluarga korban, pihak sekolah, jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Konawe Selatan, serta PGRI Kec. Baito pada 25-26 Oktober 2024 kemarin.

Melalui pertemuan tersebut, Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menegaskan agar pihak sekolah segera memenuhi hak pendidikan kepada anak korban kekerasan dan para anak saksi.

BACA JUGA:Kuasa Hukum: Permintaan Uang Rp 50 Juta ke Guru Honorer Supriyani Buat Kapolsek, Katanya Untuk Penghentian Perkara

BACA JUGA:Tak Mau Bernasib Seperti Guru Honorer Supriyani, Guru di Lamongan Biarkan Siswa Tidur di Kelas, Netizen: Biar Aman Biarkan Saja!

Terlebih, diketahui anak korban dan dua saksi sudah tidak sekolah selama satu minggu.

Selain itu juga menuntut agar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan turut serta berkoordinasi dan memberi pendampingan kepada anak korban dan anak saksi agar dapat sekolah seperti sedia kala.

"Kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Konawe Selatan agar menghentikan upaya, langkah-langkah dan seruan untuk menghilangkan hak pendidikan anak dalam situasi dan kondisi apapun," ungkap Ai dalam pernyataannya, 27 Oktober 2024.

BACA JUGA:Tuntutan Guru Honorer Supriyani Batal Demi Hukum, Mantan Kabareskrim: Itu Jaksa Gak Baca Undang-undang

BACA JUGA:Dapatkan Rumah Impian Dalam Melalui KPR BRI, Bunga Ringan dan Aman

Menurutnya, perkara yang tengah melalui proses di pengadilan ini tidak menutup pemenuhan hak pendidikan anak korban maupun anak saksi.

Begitu pula terhadap PGRI Kecamatan Baito untuk mencabut edaran yang menyerukan mogok massal sebagai bentuk solidaritas serta agar anak korban dikembalikan pada orang tua untuk dididik sendiri dan melarang sekolah lain menerima siswa yang bersangkitan sekolah di Kecamatan Baito.

Ai menegaskan, bahwa anak korban CD (7 tahun) merupakan korban kekerasan fisik dan/atau psikis yang diduga diakukan oleh Guru S (36 tahun)

BACA JUGA:Hukuman Eks Dirut PT Garuda Indonesia Ditambah 5 Tahun Lagi oleh PT DKI, Jalani Tahanan 10 Tahun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads