Dokter PPDS Perkosa Pasien, IDI Tegaskan Tidak Toleransi Kekerasan!
pelaku kekekrasan seksual PPDS Unpad di RSHS -Istimewa-
JAKARTA, DISWAY.ID — Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) periode 2025–2028, Dr. dr. Slamet Budiarto, SH., MH.Kes, akhirnya angkat suara terkait terulangnya kekerasan dalam lingkungan pendidikan dokter spesialis (PPDS).
Kasus yang baru-baru ini menghebohkan publik adalah penangkapan seorang residen PPDS Anestesi Universitas Padjadjaran (Unpad) di RS Hasan Sadikin Bandung.
Residen tersebut diduga telah melakukan pelecehan terhadap dua pasien dan satu anak pasien.
Sebelumnya, publik juga masih diingatkan dengan tragedi tahun lalu: kematian seorang residen PPDS Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) di RSUP Dr. Kariadi Semarang, yang diduga menjadi korban perundungan oleh seniornya.
BACA JUGA:Mahasiswa PPDS UNPAD yang Jadi Tersangka Pencabulan Bakal Diperiksa Kejiwaannya
Menanggapi kasus-kasus tersebut, Slamet menegaskan bahwa IDI tidak akan mentoleransi segala bentuk kekerasan, apapun bentuknya.
“IDI tidak menolerir peristiwa itu, murni kriminal,” tegas Slamet dalam keterangan kepada wartawan, dikutip Jumat, 11 April 2025.
Soroti Peran Kemenkes dan Beban Jam Kerja Residen
Slamet menekankan perlunya peningkatan pengawasan oleh Kementerian Kesehatan, terutama di rumah sakit pendidikan yang menjadi tempat pelatihan PPDS.
“Nomor satu adalah pengawasan harus ditingkatkan, terutama oleh Kementerian Kesehatan sebagai rumah sakit,” ujarnya.
Selain pengawasan, Slamet menyoroti faktor lain yang turut berkontribusi terhadap potensi penyimpangan perilaku, yakni jam kerja yang terlalu panjang di kalangan residen. Saat ini, beban kerja mencapai 80 jam per minggu, yang dinilainya sangat berlebihan.
“Kalau tidak salah ada surat edaran Dirjen itu 80 jam (per minggu). Itu terlalu banyak. Di Eropa itu hanya 40–50 jam per minggu,” jelasnya.
Pentingnya SOP dan Sistem Pengawasan di Rumah Sakit
Dalam kasus terbaru di Bandung, Slamet menilai bahwa penerapan standar operasional prosedur (SOP) harus diperketat. Menurutnya, seorang dokter seharusnya tidak dibiarkan memeriksa pasien seorang diri tanpa kehadiran tenaga medis lainnya.
“Tidak boleh dokter memeriksa sendiri, harus ada perawat,” katanya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
