Pemerkosaan di RS Hasan Sadikin Seret Dokter PPDS, Menteri PPPA Desak Evaluasi Sistem Keamanan di Rumah Sakit

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, angkat suara terkait kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter residen berinisial PAP di RSUP Hasan Sadikin, Bandung.--Kementerian PPPA
JAKARTA, DISWAY.ID – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, angkat suara terkait kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter residen berinisial PAP di RSUP Hasan Sadikin, Bandung.
Kasus ini menghebohkan publik karena terjadi di rumah sakit—tempat yang semestinya menjadi ruang aman bagi masyarakat, khususnya perempuan.
Pelaku diketahui merupakan residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad).
Ia diduga memanfaatkan relasi kuasa dan profesinya untuk memperdaya korban dengan modus pemeriksaan darah (cross match), bahkan disertai penggunaan obat bius.
Dalam proses penyelidikan, terungkap bahwa korban bukan hanya satu, melainkan mencapai tiga orang dari kalangan keluarga pasien ICU.
Menteri Arifah mengecam keras perbuatan tersebut. Ia menegaskan bahwa peristiwa ini harus menjadi peringatan serius bagi semua pihak.
“Kejadian ini menjadi peringatan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, bahkan di tempat yang seharusnya menjadi ruang aman. Tidak ada satu pun perempuan yang pantas menjadi korban kekerasan seksual,” ujar Arifah dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, 11 April 2025.
BACA JUGA:Buntut Kasus Pemerkosaan di RSHS Bandung, Kemenkes Bekukan PPDS Anestesi Sebulan
Tuntut Evaluasi Sistem Layanan Publik
Merespons kasus ini, Arifah mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap sistem perlindungan dan keamanan di rumah sakit serta berbagai institusi pelayanan publik lainnya.
“Kami mendorong penguatan sistem pencegahan dan respons di rumah sakit, kampus, dan lembaga pelayanan publik lainnya,” ungkapnya.
Ia juga menekankan pentingnya sistem perlindungan yang responsif terhadap korban kekerasan, termasuk pendampingan psikologis dan hukum.
“Kita semua punya tanggung jawab moral untuk memastikan korban mendapatkan keadilan dan ruang pemulihan yang layak,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: