Potensi Pendapatan Batubara RI 4 Kali Lebih Besar, Pemerintah Didesak Reformasi Kebijakan Fiskal
ilustrasi aktivitas tambang batubara. foto ist--
Dari kajian kebijakan kewenangan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Perkumpulan INISIATIF menemukan fakta-fakta berikut:
1) sangat kuatnya kewenangan pemerintah pusat dalam pengelolaan energi terbarukan;
2) lemahnya kewenangan pemerintah provinsi dalam pengelolaan energi terbarukan. Bahkan Undang-Undang Cipta Kerja telah menghapus/menghilangkan kewenangan provinsi dalam perizinan usaha energi terbarukan serta tarif
3) Ketiadaan kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan energi terbarukan.
Berangkat dari temuan kebijakan fiskal dan kewenangan, maka Perkumpulan Inisiatif merekomendasikan kebijakan fiskal dan kewenangan sebagai berikut:
1. Mendesak Kementerian Keuangan mengeluarkan regulasi/kebijakan fiskal untuk peningkatan prosentase pendapatan batubara pada nomenklatur pendapatan bagian pemerintah dari keuntungan bersih pemegang IUPK dan IUP minerba dari 4% menjadi 10%.
Pada tahun 2023, PDB migas sebesar Rp 521,07 T, Pendapatan negara yang dihasilkan sebesar Rp 229,11 T atau sebesar 43,51% dari PDB migas. Sementara, PDB pertambangan minerba sebesar Rp 1116, 57 T namun pendapatan negara dari sektor minerba hanya sebesar Rp 137, 29 T atau sebesar 12,30% dari PDB minerba. Hal ini menunjukan bahwa pendapatan negara dari eksploitasi batubara masih lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan dari migas.
2. Mendesak Kementerian ESDM untuk melakukan earmaking pendapatan PNBP migas dan minerba sebesar Rp 232 T /tahun untuk pendanaan belanja pengembangan energi terbarukan.
BACA JUGA:Oknum Kejaksaan Negeri Batubara Peras Orang Tua Kasus Narkoba Rp 80 Juta, Libatkan 3 Oknum Polisi
Kementerian ESDM dapat memprioritaskan belanja pembuatan data base potensi sumber energi terbarukan sampai ke level desa dengan pelibatan aktif pemerintah daerah dan desa. Selain itu, earmaking ini juga dilakukan untuk belanja subsidi energi terbarukan dan pembiayaan investasi energi terbarukan berbasis sumber energi setempat.
3. Mendorong Kementrian ESDM dan Kemendagri untuk memperkuat dan memperjelas kewenangan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dalam pengelolaan energi terbarukan. Hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan nomenklatur energi terbarukan dari sub urusan menjadi urusan.
Ke depan, ada dua urusan energi, yaitu urusan energi fosil dan urusan energi terbarukan.
Rekomendasi ini sejalan dengan momentum revisi Undang-Undang No 23 tentang Pemerintah Daerah.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: