Kemnaker Buka Suara Soal Latar Belakang Terbitnya Perppu Cipta Kerja, Ada 2 Urgensi!

Kemnaker Buka Suara Soal Latar Belakang Terbitnya Perppu Cipta Kerja, Ada 2 Urgensi!

para buruh sedang melakukan aksi unjuk rasa-Intan Afrida Rafni-

Beberapa aturan tersebut yaitu termasuk PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja serta PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Dua Urgensi Terbitnya Perpu Cipta Kerja

Selain revisi PP, ada dua urgensi diterbitkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, pertama Indonesia masih membutuhkan penciptaan lapangan kerja yang berkualitas.

Saat ini terdapat kenaikan jumlah angkatan kerja pada Februari 2022 sebanyak 144,01 juta orang, angka tersebut naik 4,20 juta orang dibanding Februari 2021. 

BACA JUGA:Bocah Terperangkap 3 Hari Dalam Lubang Pilar Beton Dengan Kondisi Mengenaskan, Sempat Teriak Minta Tolong

BACA JUGA:4 Formula Teknik Copywriting Ini Harus Kamu Kuasai, Jangan Kaget Produkmu Banjir Orderan!

Sedangkan, penduduk bekerja sebanyak 135,61 juta orang, di mana sebanyak 81,33 juta orang atau 59,97 persen bekerja pada kegiatan informal.

Selain itu, pandemi COVID-19 memberikan dampak kepada 11,53 juta orang (5,53 persen) penduduk usia kerja, yaitu pengangguran sebanyak 0,96 juta orang, bukan angkatan kerja sebanyak 0,55 juta orang, tidak bekerja sebanyak 0,58 juta orang. 

Kemudian penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja sebanyak 9,44 juta orang.

"Sehingga, dibutuhkan kenaikan upah yang pertumbuhannya sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan produktivitas pekerja," jelas Indah

BACA JUGA:Video Viral Qori'ah Disawer Dapat Kecaman Gus Yah: Sangat Tidak Beretika

BACA JUGA:5 Teknologi Wajib Bagi Para Pebisnis Masa Kini

Urgensi kedua, yakni perlu penguatan fundamental ekonomi nasional untuk menjaga daya saing. Sebab saat ini terjadi pelemahan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan laju harga (fenomena stagflasi). Di sisi lain, kondisi perekonomian dunia diproyeksikan akan memburuk di 2023.

Di samping itu, masih terdapat permasalahan mata rantai pasokan yang berdampak pada keterbatasan suplai, terutama pada barang-barang pokok (seperti makanan dan energi) serta kenaikan inflasi di beberapa negara maju (seperti Amerika dan Inggris).

"Tingkat ketidakpastian yang tinggi pada dunia, terutama didorong oleh kondisi geopolitik. Hal itu akan mendorong risiko pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih lemah dan inflasi yang lebih tinggi," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: