Anggota DPRD DKI Protes Rencana Kenaikan Iuran BPJS Tahun Depan, Bebani Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth meminta agar wacana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2026 dikaji lebih dalam.--Istimewa
BACA JUGA:Penyakit Jantung Jadi Penyebab Biaya Berobat Termahal, BPJS Kesehatan Habiskan Rp19,2 Triliun
"Sebelum kebijakan ini diputuskan, DPRD DKI akan mendorong adanya forum dengar pendapat dengan pihak BPJS Kesehatan, Kemenkes, dan stakeholder lainnya. Kami ingin ada kejelasan dan kepastian hukum yang melindungi Hak Warga Jakarta," tuturnya.
Menurut Kent, dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), keberlangsungan pelayanan kesehatan sangat bergantung pada kemitraan yang baik antara BPJS Kesehatan dan rumah sakit.
"BPJS Kesehatan dan rumah sakit harus saling bersinergi, agar tujuan pelayanan kesehatan yang adil dan berkualitas dapat tercapai. Perhatian khusus ini bukan berarti memihak, melainkan membina, mendukung, dan mengawasi agar pelayanan terhadap peserta JKN berlangsung optimal. Jika BPJS Kesehatan mengabaikan peran rumah sakit, maka yang akan dirugikan bukan hanya institusi kesehatan, tetapi juga ratusan juta rakyat Indonesia yang menggantungkan harapan pada sistem JKN," lanjut Kepala BAGUNA DPD PDIP DKI Jakarta ini.
BACA JUGA:BSU BPJS Ketenagakerjaan 2025 Kapan Cair? Simak Informasinya Berikut
Kent meminta BPJS Kesehatan untuk lebih aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait rencana kenaikan iuran JKN.
Banyak warga Jakarta, khususnya di wilayah padat penduduk dan masyarakat berpenghasilan rendah, yang belum mendapat informasi memadai tentang kebijakan tersebut.
Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan kebingungan, bahkan potensi tunggakan iuran yang lebih tinggi di kemudian hari.
BACA JUGA:Hardiyanto Kenneth Ancam Sanksi RSUD yang Tolak Pasien BPJS: Saya Akan Awasi Langsung!
"BPJS Kesehatan juga punya tanggung jawab moral dan administratif untuk memastikan seluruh warga, terutama peserta mandiri, benar-benar memahami alasan dan dampaknya. Saya mendorong BPJS Kesehatan dan juga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menyampaikan informasi ini secara masif, baik melalui RT/RW, kelurahan, media sosial, hingga rumah ibadah. Kalau iuran naik tanpa sosialisasi yang cukup, masyarakat bisa merasa dibebani tanpa tahu alasannya. Ini bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap program jaminan sosial itu sendiri," tegasnya.
Selain itu, Kent juga meminta BPJS Kesehatan untuk lebih gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait jenis penyakit dan layanan kesehatan yang ditanggung dan tidak ditanggung oleh program JKN.
Banyak warga Jakarta yang merasa bingung, bahkan kecewa, ketika layanan atau pengobatan tertentu tidak dijamin oleh BPJS karena kurangnya informasi.
"Saya menerima banyak keluhan dari warga yang merasa tidak mendapat pelayanan tertentu dari BPJS Kesehatan, padahal setelah ditelusuri, ternyata memang jenis penyakit atau prosedurnya tidak termasuk yang dijamin. Ini menandakan kurangnya sosialisasi. Masyarakat perlu tahu sejak awal, penyakit apa yang ditanggung, obat apa yang diberikan, dan kapan harus dirujuk. Jangan sampai baru tahu setelah ditolak atau harus bayar mandiri di rumah sakit. Ini bukan hanya soal teknis, tapi menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap sistem jaminan kesehatan kita. Sosialisasi harus jadi prioritas," bebernya.
Kent pun menegaskan, Pemerintah Pusat dan Daerah termasuk Pemprov DKI Jakarta, memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya menjadi beban baru, tetapi justru menjadi langkah menuju sistem jaminan kesehatan yang lebih kuat, transparan, dan berkelanjutan.
"Masyarakat tidak menolak membayar lebih, asalkan dibarengi dengan layanan yang lebih baik, sistem yang lebih adil, dan kebijakan yang berpihak pada Rakyat Kecil. Suara warga Jakarta harus menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan. Kenaikan iuran tidak boleh sekadar hitung-hitungan fiskal, tapi harus menjadi cerminan dari keberpihakan negara terhadap hak dasar rakyat yang memang juga di atur di Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat 1, yaitu kesehatan yang layak untuk semua warga negara," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
