Tarif PPN 12% Dinilai Terlalu Berisiko, Pengamat: Membebani Masyarakat
Rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% masih mendapat penolakan dari berbagai kalangan, terutama para pengusaha serta pengamat dan ekonom.--Istimewa
JAKARTA, DISWAY.ID - Rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% masih mendapat penolakan dari berbagai kalangan, terutama para pengusaha serta pengamat dan ekonom.
Pasalnya, keputusan untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen merupakan keputusan yang dinilai kurang tepat, terutama dengan kondisi perekonomian global yang sedang tidak stabil.
BACA JUGA:Tarif PPN 12% Tuai Polemik, Daya Beli Diprediksi Makin Anjlok
Menurut keterangan Akademisi sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Jakarta, Achmad Nur Hidayat, ketidakpuasan ini dapat berpotensi untuk memunculkan resistensi sosial yang lebih besar, sebagaimana terlihat dari banyaknya penolakan yang sudah bermunculan.
"Di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu, masyarakat berharap pemerintah hadir dengan solusi yang memudahkan kehidupan mereka, bukan justru membebani dengan tambahan pajak," ujar Achmad saat dihubungi oleh Disway pada Jumat 15 November 2024.
BACA JUGA:Sri Mulyani Tekankan Pentingnya Kenaikan PPN 12 Persen, Tapi Tidak Berlaku dengan Barang Ini
Selain itu, Achmad juga menambahkan bahwa salah satu alasan utama kenaikan PPN adalah untuk meningkatkan penerimaan negara.
Menurutnya, masih banyak potensi penerimaan pajak yang belum digarap secara optimal, terutama dari sektor-sektor ekonomi besar yang selama ini belum terjangkau secara maksimal.
BACA JUGA:Tarif PPN 12% Mulai Berlaku 2025 Tuai Pro Kontra, Ini Penjelasan Sri Mulyani
Lebih jauh lagi, inflasi yang dipicu oleh kenaikan PPN juga bisa menghambat investasi.
Hal ini dikarenakan investor mungkin ragu untuk menanamkan modalnya di pasar yang kurang stabil, mengingat daya beli yang menurun dan prospek ekonomi yang melambat.
BACA JUGA:PPN 12 Persen Mulai Berlaku 1 Januari 2025, Sektor Apa Saja?
"Alih-alih membebankan masyarakat dengan pajak yang lebih tinggi, pemerintah seharusnya berfokus pada memperluas basis pajak dan memperbaiki efisiensi penerimaan pajak," pungkas Achmad.
"Penggunaan anggaran untuk proyek-proyek mercusuar yang kurang relevan dengan kebutuhan masyarakat seharusnya dikurangi. Reformasi fiskal yang fokus pada efisiensi anggaran akan lebih efektif daripada sekadar menaikkan pajak," lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: