Masyarakat Sipil Nilai Hak Leniensi Kejaksaan Tak Jelas, Rentan Penyelewengan

Masyarakat Sipil Nilai Hak Leniensi Kejaksaan Tak Jelas, Rentan Penyelewengan

Mantan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyoroti hak leniensi yang tertuang dalam UU No 11/2021 tentang Kejaksaan yang rentang praktik penyelewengan-Dok. Diklat Kejaksaan-

Ia menilai sebuah hal yang aneh, jika menuntut bebas, kenapa harus diproses sampai persidangan. 

’’Juga kasus pemelihara landak di Bali. Yang setelah viral baru mendapatkan keadilan,’’ tambahnya. 

Sementara itu, pakar hukum UGM Zainal Arifin Mochtar menunjukkan kontradiksi yang dilakukan oleh kejaksaan

’’Pada dasarnya seorang jaksa itu bisa menggunakan hukum hati Nurani. Tapi, jika parameternya tidak jelas, berpotensi untuk disalahgunakan,’’ terangnya. 

Akademisi yang akrab dipanggil Uceng itu kemudian mencontohkan kasus Jaksa Pinangki. 

BACA JUGA:Kejaksaan Agung Ungkap Sosok Mantan Pejabat MA Terlibat Suap Ronald Tannur

’’Bagaimana bisa pertimbangannya itu karena dia seorang ibu blab la dan sebagainya, masih punya anak kecil, lalu kemudian dituntut dengan hukuman yang sederhana. Padahal, di tempat (kasus) lain, disparitas (pertimbangannya) jauh,’’ terangnya. 

Menurutnya, spirit dan pertimbangan yang tidak tepat inilah yang kemudian menjawab fenomena kenapa setelah viral baru bergerak.

’’Parameter dan pertimbangannya harus benar-benar pas dan bisa diterapkan kepada siapa pun,’’ katanya. 

’’Nah, saya bayangkan harus ada parameter yang jelas supaya orang tidak menduga macam-macam. Jangan-jangan karena ini jaksa dengan jaksa, lalu ada pertimbangan yang njelimet-njelimet seperti seakan-akan menggali betul, ini (Pinangki) adalah ibu. Tapi, di kasus lain, pertimbangannya menjadi sangat berbeda,’’ jelasnya. 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads