Belajar Tasawuf dari Uwais al-Qarni

Belajar Tasawuf dari Uwais al-Qarni

KH Imam Jazuli Lc--

AL-QARNI adalah seorang tabi’in, yang hanya bertemu dengan sahabat Nabi, walaupun ia hidup sezaman dengan Nabi. Uwais al-Qarni adalah orang Yaman, dan meninggal di Kufah, Irak, tahun 38 Hijriah. Dari kepribadiannya, kita akan belajar bahwa sufisme Islam mengajarkan kedermawanan sekalipun dalam kondisi miskin dan papa.

Salah satu doa Uwais al-Qarni yang populer adalah: “Ya Allah, bila ada orang yang mati karena lapar, jangan Engkau hukum aku karenanya. Bila ada orang yang mati karena telanjang tidak berpakaian, jangan Engkau hukum aku karenanya.” Doa ini mencerminkan kelembutan hati Uwais al-Qarni dalam melihat nasib orang-orang miskin di sekitarnya.

Doanya yang lain berbunyi: “Ya Allah, hari ini aku memohon maaf pada-Mu atas segala penderitaan orang-orang yang kelaparan. Sebab tak ada makanan yang kumiliki selain yang ada dalam perutku, tak ada pakaian yang kumiliki selain yang ada di punggungku,” (Ibnu al-Jawzi, Shifatus Shafwah, Haidarabad, 1356 H.: 3/28-29).

Uwais sendiri bukan orang yang kaya raya, melainkan orang yang sangat papa. Menurut catatan Ibnu al-Jawzi dalam kitabnya Shifatus Shafwah, pada suatu hari, ada orang-orang yang datang padanya membawakan hadiah berupa pakaian, Uwais segera mensedekahkan pakaian itu kepada orang fakir lainnya yang lebih membutuhkan. Sampai-sampai ia sendiri harus telanjang dan mengurung diri di dalam rumahnya, dan tidak punya pakaian untuk pergi sholat Jumat di masjid.

Ibnu al-Jawzi menambahkan, ketika Umar bin Khatthab ra mendatangi Uwais al-Qurni untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan, kala itu Uwais ada di Madinah, Uwais segera kabur meninggalkan Madinah menuju Kufah, Iraq. Di Kufah ini, Uwais al-Qarni menjadi seorang penceramah.

Salah satu nasehat Uwais al-Qarni kepada seseorang dari daarah Murad, "wahai saudara Murad, kematian dan mengingat kematian tidak menyisakan ruang kebahagiaan di hati orang mukmin. Mengetahui hak-hak Allah tidak tidak membiarkan seseorang memiliki emas dan perak. Menjalankan kewajiban pada Allah dengan benar membuatnya tidak memiliki sahabat," (Ibnu al-Jawzi, 3/28).

BACA JUGA:Ahlus Suffah: Kaum Sufi dan Kemiskinan Ideal

Kemiskinan parah disertai kedermawanan yang luar biasa membuat Uwais al-Qarni pantas dipuja oleh Rasulullah saw. Abdullah bin Sa'd az-Zuhri menyertakan sebuah hadits, di mana Rasulullah SAW bersabda: "kekasihku di antara umat ini adalah Uwais al-Qarni," (Ibnu Sa'd Az-Zuhri, at-Thabaqat al-Kabir, Beirut, 1957: 6/163). 

Dari kisah hidup Uwais al-Qarni, seorang tabi’in, membuat kita sadar bahwa salah satu tujuan pembelajaran Islam oleh kaum Sufi adalah mengentaskan kemiskinan dan mengedepankan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri. Kemiskinan bukan alasan bagi kita untuk tidak bersedekah dan membiarkan tetangga kita lapar dan telanjang.

Apa yang dicontohkan oleh Uwais al-Qarni di atas mengingatkan kita pada ajaran-ajaran mulia dalam surat al-Ma’un. Allah swt mengatakan dalam surat al-Ma’un bahwa orang yang mendustakan agama adalah dia yang membiarkan nasib anak Yatim terlunta-lunta, dan tidak ada inisiatif untuk menghilangkan kelaparan dari orang-orang. 

Orang muslim yang hanya mengerjakan sholat, tetapi enggan memberikan pertolongan yang bermanfaat bagi orang lain, bagi Allah swt, mereka tetap akan celaka. Menunaikan kewajiban sholat tidak cukup bila tidak disertai dengan kepedulian pada nasib dan kesejahteraan orang lain. 

Ayat-ayat Surat al-Ma’un di atas senada dengan ayat 3 surat al-Baqarah, bahwa ciri-ciri orang bertakwa itu adalah mereka yang beriman pada hal gaib, mengerjakan sholat, dan mensedekankah sebagian hartanya pada orang lain. Artinya, Islam mengajarkan ibadah vertikal dalam hubungannya dengan Tuhan dan ibadah horizontal dalam hubungannya sesama manusia. Uwais al-Qarni adalah seorang sufi dari kalangan tabi’in yang mencontohkan ibadah horizontal tersebut.

Jadi, Uwais al-Qarni mengajak umat muslim untuk bersedekah dengan harta kekayaan mereka dan tidak menyimpannya, terutama tatkala orang-orang di sekitarnya sedang membutuhkan. Uwais al-Qarni mensedekahkan apapun yang ada di tangannya, dan perilaku semacam ini sangat jarang terjadi. Setiap kali waktu sore sudah tiba, Uwais akan mensedekahkan apapun yang ada di rumahnya, baik itu makanan maupun pakaian. Setelah itu, ia akan berdoa: Ya Allah, bila ada orang mati karena kelaparan dan tidak punya pakaian, maka jangan hukum hamba karena itu.

Dengan demikian, sufisme Islam dapat juga dikatakan sebagai aktivisme sosial. Para sufi akan mengorbankan kepentingan dirinya sendiri demi mensejahterakan orang lain, demi mengentaskan kemiskinan. Dalam bahasa sosiologi modern, kaum sufi adalah para aktivis pembebasan dalam melawanan kemiskinan alamiah maupun pemiskinan struktural. kaum sufi pasti melawan melihat ketidakadilan ekonomi dan ketimpangan sosial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: