Membongkar Mafia Thrifting: 2 Modus Besar Penyelundupan Lewat Jalur Tikus hingga Manipulasi Dokumen
Fenomena penjualan pakaian bekas impor atau thrifting kembali menjadi sorotan pemerintah-disway.id/Bianca Khairunnisa-
Ia menambahkan, fenomena ini sudah terjadi secara masif di berbagai kota. Banyak toko terlihat menjual barang berkualitas baik dengan harga murah, tetapi asal usulnya gelap.
"Pasar gelap itu hidup karena ada celah dan ada permintaan," kata dia.
Lebih dari sekadar ancaman ekonomi, impor pakaian bekas juga membawa potensi risiko kesehatan.
Dengan contoh, negara yang memiliki empat musim rutin membuang pakaian yang sudah tidak digunakan saat pergantian musim, dan sebagian dari pakaian itu masuk ke Indonesia sebagai limbah tekstil.
BACA JUGA:Polisi Piandel
BACA JUGA:Patriot Muda Bangun Negeri
"Ini bisa jadi media penyakit. Kita harus menghormati harga diri bangsa. Kalau terus mengimpor limbah negara lain, bagaimana posisi kita di mata internasional?" tukas Mudzakkir.
Ia menilai persepsi bahwa barang bekas impor lebih berkualitas sesungguhnya merupakan masalah mentalitas.
Menurutnya, kualitas produk lokal bisa ditingkatkan apabila pemerintah memberi ruang dan dukungan penuh bagi industri garmen dalam negeri.
Larangan impor saja tidak cukup. Mudzakkir menekankan perlunya kebijakan holistik yang tidak hanya represif, tetapi juga solutif.
"Kalau hanya hukum yang ditegakkan tanpa alternatif, itu tidak pas. Pemerintah harus menyediakan produksi dalam negeri yang berkualitas dan terjangkau," jelas dia.
Ia menyarankan kepada pemerintah agar dapat memberikan beberapa langkah strategis seperti mempermudah izin produksi garmen dan tekstil dalam negeri.
BACA JUGA:Rp 200 Triliun Mengubah Ekonomi
BACA JUGA:Indonesia Swasembada Daging-Susu
Selain itu, dengan memberi ruang bagi produsen luar negeri untuk memproduksi langsung di Indonesia, sehingga harga lebih murah dan teknologi meningkat.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: